Home About
JIKA ADA YANG DITANYAKAN ATAU DATA YANG KALIAN BUTUHKAN, SILAHKAN BERKOMENTAR PADA MATERI TERSEBUT...TERIMAKASIH

Tuesday, 17 December 2019

Sistem Politik Indonesia

Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Historis, Struktural-Fungsional, Budaya Politik dan Bisnis Politik


Disusun Oleh :

Dadan Kadarusman                                    18811953
Eka Lasmawati                                           18811943
Gun Gun Candra Gunadih                          18811955
Karina Jayanti                                             18811941


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Politik adalah aspek dari semua perbuatan yang berkenaan dengan usaha kolektif bagi tujuan-tujuan kolektif. Politik juga melekat dalam lingkungan hidup manusia. Baik sadar atau tidak, politik hadir dimana-mana, politik memengaruhi kehidupan individu maupun kelompok manusia. Di dalam kehidupan politik, sosialisasi merupakan suatu kunci bagi perilaku politik. Sosialisasi politik merupakan proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik terjadi pada setiap orang dan daerah tanpa terkecuali.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari kepentingan mayarakat. Konsep-konsep pokok yang terkandung dalam pengertian politik adalah, negara (state), kekuasaan (power), pengambilan kemputusan (decision making), kebijakan (policy), serta pembagian (distribution), dan alokasi (allocation). Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh segenap rakyatnya. Kekuasaan adalah kempuan seseorang atau kelompok orang untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan yang berkuasa.
Politik bertalian erat dengan kebijakan dan pemerintahan. Bentuk dari budaya politik dalam suatu masyarakat dipengaruhi antara lain oleh sejarah perkembangan dari sistem politik. Dalam makalah ini dibahas mengenai sistem politik dalam perspektif: historis, struktural fungsional, budaya politik, bisnis, dan politik praktik.




1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penyusunan makalah adalah sebagai berikut:
a.      Bagaimana sistem politik dalam perspektif historis?
b.     Bagaimana sistem politik dalam perspektif struktural-fungsional?
c.      Bagaimana sistem politik dalam perspektif budaya politik?
d.     Bagaimana sistem politik dalam perspektif bisnis?
e.      Bagaimana sistem politik dalam perspektif politik praktik?

1.3  Batasan Masalah
Begitu luasnya sistem politik dalam perspektif: historis, struktural-fungsional, budaya politik, bisnis, dan politik praktik, maka masalah dibatasi pada pengertian secara umum dari masing-masing perspektif dan beberapa gambaran implementasinya dalam kehidupan politik negara Indonesia.

1.4  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahun bagaimana sistem politik dalam perspektif: historis, struktural-fungsional, budaya politik, bisnis, dan politik praktik.

1.5  Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan adalah dapat menjadi bahan pembelajaran bagi semua pembaca dan menjadi sumber referensi atas informasi, sehingga mampu meberikan wawasan yang lebih luas bagi para pembaca.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Sistem Politik Indonesia
Sistem politik adalah "sistem pengambilan keputusan yang mengikat masyarakat" atau "sistem pengalokasian nilai-nilai kemasyarakatan dengan secara sah kepada masyarakat". Kehidupan politik dapat dilibatkan dengan melihat segi-seginya satu persatu, seperti menyelidiki berfungsinya lembaga-lembaga politik (partai politik, kelompok kepentingan, pemerintahan, dan voting), juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari praktek-praktek politik (propaganda, manipulasi, kekerasan), atau juga meneliti struktur tempat terjadinya praktek-praktek seperti tersebut di atas (Mohtar Mas'oed dalam Sarsito, 2011: 4-5).
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan negara dan hubungan negara dengan negara. Sedangkan menurut Rusadi Kartaprawira, sistem politik adalah mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng.
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Dalam penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara.
Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah lembaga-lembaga negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Sedangkan infrastruktur politik adalah badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya, tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain:
1.     Pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif  berada pada badan yang berbeda.
2.     Negara berdasarkan atas hukum.
3.     Pemerintah berdasarkan konstitusi.
4.     Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu.
5.     Pemerintahan mayoritas.
6.     Pemilu yang bebas.
7.     Parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya.
Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu sama lain. Sistem politik demokrasi akan rusak jika salah satu komponen tidak berjalan atau ditiadakan. Contohnya, suatu negara sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu partai politik. Dengan satu partai, rakyat tidak ada pilihan lain sehingga tidak ada pengakuan akan kebebasan rakyat dalam berserikat, berkumpul dan mengemukakan pilihannya secara bebas. Dengan demikian berjalannya satu prinsip demokrasi akan berpengaruh pada prinsip lainnya.


2.2  Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Historis

2.2.1       Sistem Politik Pada Masa Orde Lama (1945-1965)
Orde lama adalah sebutan bagi orde pemerintahan sebelum orde baru yang dianggap tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang ditandai dengan diterapkannya Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Soekarno. Presiden Soekarno sebagai tokoh sentral orde lama adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, bahkan ia bertindak sebagai pemimpin besar revolusi.
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan.
Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Lama yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.
Landasan kepemimpinan Soekarno dibangun atas dasar nasionalisme, Islam dan Marxisme. Nasionalisme yang tumbuh dalam dirinya telah menanamkan rasa persatuan dan cinta Tanah Air sekaligus menjadikan dirinya menjadi proklamator dan presiden pertama Indonesia, sementara ideologi Marxisme yang dikembangkannya membuat dirinya memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet dan menanamkan jiwa anti hegemoni dan imperialisme Barat.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRT).
Pelaksanaan sistem politik pada masa pemerintahan orde lama diantaranya adalah:


1.     Masa 1945-1950
Gagasan mendominasi pemikiran para pemimpin bangsa pada awal kemerdekan Indonesia pada tahun 1945, sepanjang menyangkut peranan negara dan peranan masyarakat adalah gagasan pluralisme, ini bisa disimpulkan dari usul-usul serta dukungan atas usul-usul itu di dalam BPUPKI menjelang kemerdekaan. Tampaknya sejak semula kecenderungan untuk lebih memberikan porsi yang lebih besar bagi peranan rakyat lebih mendapat tempat di kalangan pemimpin dan masyarakat Indonesia. Pernyataan konsep kedaulatan rakyat sebagaimana telah tertuang di dalam konstitusi, serta pernyataan bahwa pemerintah (cq. Presiden) berada di bawah dan bertanggungjawab kepada MPR dapat dianggap sebagai gambaran tentang pemberian posisi penting bagi peranan rakyat ini pada waktu itu (Mahfud MD dalam Lesmana, 2013).
Dalam masa ini Indonesia menggunakan tiga sistem pemerintahan dalam rentan waktu kurang lebih 6 tahun yang digunakan antara lain:
a.      Undang-undang Dasar 1945.
b.     Konstitusi RIS 1949, dan
c.      UUDS 1950.
Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:
1)     Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
2)     Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP – KNIP.
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensil menjadi parlemen. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensil, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
2.     Masa 1950-1959 Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Periode kedua pemerintahan Negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959 dengan menggunakan Undang-undang dasar sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pemerintah ini disebut sebagai pemerintah parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan perlemen dalam sejarah politik Indonesia (representative/Participatory Democracy).
Masa 1950-1959 ialah masa dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak itu, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. Ciri-cirinya antara lain:
a.         Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
b.        Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
c.         Presiden berhak membubarkan DPR.
d.        Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Dualisme pemerintahan yang terjadi di Indonesia setelah kemerdekaan (antara Belanda dan Indonesia sendiri) mengakibatkan rumusan sistem pemerintahan masih belum jelas. Keputusan Konferensi Meja Bundar di Denhaag, Belanda tentang perubahan Republik Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) ditengarai sebagai proyek pemerintah Belanda agar bisa terus mengontrol Indonesia. RIS sendiri terdiri dari lima belas negara bagian buatan Belanda, yang telah didudukinya selama tiga tahun. Menurut Hatta, bangsa Indonesia tidak mempunyai kedaulatan penuh jika masih melakukan kompromi dengan Belanda soal sistem pemerintahan. Sebagian besar pemimpin Indonesia sepakat bahwa kompromi dengan pihak belanda bertolak belakang dengan cita-cita proklamasi. Karena itu, kompromi tersebut sebenarnya adalah strategi untuk lepas dari rongrongan Belanda yang menolak proklamasi kemerdekaan Indonesia. Karena dalam pandangan Hatta, bentuk negara federal RIS tidak akan bersifat permanen karena bentuk yang sesungguhnya akan ditentukan konstituante hasil pemilihan umum. Konstituante itu pulalah yang nantinya bertugas menyusun konstitusi baru.
Namun ini berakibat fatal, tawaran sistem parlementer ternyata mengakibat semrawutnya pemerintahan karena elemen-elemen pemerintahan merasa mempunyai andil untuk mengatur Negara sehingga menjadi tidak jelas “siapa mengatur siapa”. Pemilu pertama tahun 1955 yang diharapkan menjadi tonggak demokrasi sebenarnya salah satu pemicu peralihan demokrasi menjadi ultra demokrasi yang menjurus anarkisme. Pluralitas dan multi-partai demokrasi parlementer berujung pada pertarungan ideologis partai yang sangat berpengaruh di Indonesia. Pada waktu itu, kekuatan ideologis dapat dipetakan menjadi tiga bagian, yakni Islam, Nasionalis dan Sosialis. PKI yang sebelumnya runtuh akibat pemberontakan Madiun 1948 bangkit dengan cepat, malah berafiliasi dengan pihak nasionalis untuk menghadapi partai-partai Islam yang dikhawatirkan mendirikan Negara Islam. Konflik antar partai tidak bisa dielakkan, ini juga membias pada elit-elit politik yang bercokol di pemerintahan. DPR dan Konstituante yang dilahirkan setelah pemilu 1955,  juga membuat keadaan internal pemerintahan semakin buruk. Pertikaian antarmiliter, pergolakan daerah melawan pusat, inflasi ekonomi dan masa depan Indonesia menjadi suram. Akhirnya, pada tanggal 5 Juli 1959 Sukarno mengeluarkan dekrit presiden dan menyatakan Konstituante dibubarkan serta UUD ’45 diberlakukan lagi. Inilah awal kehancuran demokrasi parlementer di bumi pertiwi dan bermulanya sistem demokrasi terpimpin.
Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950.Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
1)            1950-1951 - Kabinet Natsir
2)            1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
3)            1952-1953 - Kabinet Wilopo
4)            1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
5)            1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
6)            1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
7)            1957-1959 - Kabinet Djuanda

2.2.2       Sistem Politik Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh.
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni- Juli 1966. Diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru. Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
A.    Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945  pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
B.    Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.
Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Dalam masa Orde Baru yang ditandai dengan dibubarkannya PKI pada tanggal 12 Maret 1966 maka dimulai suatu usaha pembinaan terhadap partai-partai politik.Pada tanggal 20 Februari 1968 sebagai langkah peleburan dan penggabungan ormas-ormas Islam yang sudah ada tetapi belum tersalurkan aspirasinya maka didirikannyalah Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) dengan massa pendukung dari Muhammadiyah, HMI, PII, Al Wasliyah, HSBI, Gasbindo, PUI dan IPM.
Selanjutnya pada tanggal 9 Maret 1970, terjadi pengelompokan partai dengan terbentuknya Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba. Kemudian tanggal 13 Maret 1970 terbentuk kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri atas NU, PARMUSI, PSII, dan Perti. Serta ada suatu kelompok fungsional yang dimasukkan dalam salah satu kelompok tersendiri yang kemudian disebut Golongan Karya. Dengan adanya pembinaan terhadap parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka terjadilah perampingan parpol sebagai wadah aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga pada akhirnya dalam Pemilihan Umum 1977 terdapat 3 kontestan, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya. Hingga Pemilihan Umum 1977, pada masa ini peserta pemilu hanya terdiri sebagaimana disebutkan diatas, yakni 2 parpol dan 1 Golkar. Dan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu. Hal ini mengingat Golkar dijadikan mesin politik oleh penguasa saat itu.

2.2.3       Sistem Politik Pada Masa Reformasi
Mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 setelah sehari sebelumnya terjadi gelombang demonstrasi besar – besaran yang menuntutnya mundur. Ini tentunya menandai runtuhnya pemerintahan rezim Orde Baru dan dimulainya suatu masa yang disebut Reformasi. Hadirnya Reformasi kemudian diikuti oleh berbagai konsekuensi, baik itu yang positif maupun yang negatif. Akan tetapi hal yang lebih penting adalah represifitas pemerintah sudah dapat dikurangi, hak dan kebebasan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sudah dikembalikan, dan yang lebih penting lagi adalah proses demokrasi yang kembali tumbuh dan berjalan.
Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor perubahan-perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru dan melahirkan UU No. 3 Tahun 1999 tentang partai politik memungkinkan sistem multi partai kembali bermunculan.
Harapan peran partai sebagai wadah penyalur aspirasi politik akan semakin baik, meskipun hingga saat ini belum menunjukkan kenyataan. Hal ini terlihat dari kampanye Pemilu yang masih diwarnai banyaknya partai politik yang tidak mengaktualisasikan aspirasi rakyat dalam wujud program partai yang akan diperjuangkan. Mirip dengan fenomena lama dimana yang ada hanya janji dan slogan-slogan kepentingan politik sesaat. Meskipun rezim otoriter telah berakhir dan keran demokrasi telah dibuka secara luas sejalan dengan bergulirnya proses reformasi, namun perkembangan demokrasi belum terarah secara baik dan aspirasi masyarakat belum terpenuhi secara maksimal. Aspirasi rakyat belum tertangkap, terartikulasi, dan teragregasikan secara transparan dan konsisten.
Distorsi atas aspirasi, kepentingan, dan kekuasaan rakyat masih sangat terasa dalam kehidupan politik, baik distorsi yang datangnya dari elit politik, penyelenggara negara, pemerintah, maupun kelompok-kelompok kepentingan. Di lain pihak, institusi pemerintah dan negara tidak jarang berada pada posisi yang seolah tidak berdaya menghadapi kebebasan yang terkadang melebihi batas kepatutan dan bahkan muncul kecenderungan yang mengarah anarkis walaupun polanya tidak melembaga dan lebih banyak bersifat kontekstual.
Adanya jaminan hak dan kebebasan masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat kemudian menjadi alat untuk melegitimasi lahirnya berbagai lembaga, buku-buku, aksi-aksi unjuk rasa, dan sebagainya. Partai politik pun tumbuh subur di Indonesia, bahkan dengan berbagai basis ideologi dan varian yang berbeda. Hal yang tentu bertolak belakang dengan asas tunggal yang diterapkan selama masa pemerintahan rezim Orde Baru yang otoriter.
Bahkan menurut Thaha (2004), Partai politik, terutama setelah tumbangnya era Orde Baru, tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Pada Pemilu 1999 ratusan partai politik didirikan, tapi yang boleh ikut Pemilu hanya 48 partai. Pada Pemilu 2004 ini, juga bermunculan ratusan partai politik, tapi yang lolos verifikasi hanya 24 partai, separuh dari tahun 1999. Realitas ini menandakan bahwa nafsu dan feeling berpolitik bangsa Indonesia sangat tinggi.

2.3      Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Struktural Fungsional
Easton menganggap politik sebagai organisme, memperlakukannya sebagai mahluk hidup. Teori Easton berisi pernyataan tentang apa yang membuat sistem politik beradaptasi, bertahan dan bereproduksi, dan terutama berubah. Easton mengungkapkan bahwa memahami sistem politik sama seperti halnya memahami sistem lain seperti ekonomi, yang kesemuanya merupakan subsistem dari sistem yang lebih besar. Namun demikian, sistem politik menurut pandangan Easton bersifat khusus, karena memiliki kekuatan membuat keputusan yang mengikat semua anggota dalam sistem.
Apabila sistem berfungsi seperti tahapan yang digambarkan, kita akan mendapatkan “sistem politik stabil.” Sedangkan apabila sistem tidak berjalan sesuai tahapan, maka kita akan mendapatkan “sistem politik disfungsional.” Easton menetapkan batasan lingkungan pada sistem politik dimana input dan output senantiasa berada dalam keadaan tetap, seperti tergambar dalam ilustrasi di bawah ini. Teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain karena:
1.     Sifatnya yang mutlak;
2.     Teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa sistem dapat hancur atau konflik;
3.     Teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem. Dengan kata lain, pandangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat diisolasi dari yang lainnya (lihat otonomi, kedaulatan);
4.     Teori ini mengingkari keberadaan suatu negara;
5.     Teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem yang timbul akibat variasi. (lihat autoriarianianisme).
Berangkat dari kelemahan tersebut, lahirlah kemudian turunan teori sistem politik Almond dengan pendekatan struktural-fungsional, meninjau sistem politik suatu negara dari struktur dan fungsi institusi yang ada sebagai suatu bagian integral dari sistem politik dunia. Oleh karena itu, pendekatan struktural-fungsional sistem politik akan melengkapi pemahaman terhadap sistem politik yang sudah terlebih dulu dirumuskan oleh Easton.
Kemudian tahun 1970-an, ilmuwan politik Gabriel Almond dan Bingham Powell memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak hanya melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing.
Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem politik merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam merumuskan dan melaksanakan tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara merupakan bagian dari pembuat kebijakan dalam sistem politik.
Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci, termasuk kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan peradilan. Menurut Almond, hampir seluruh negara di jaman modern ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut. Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.
Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari membangun dan mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sampai terjun dalam peperangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang disebut struktur, seperti parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan fungsi khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan, dan menegakan kebijakan.
Struktur harus dikaitkan dengan fungsi, sehingga kita dapat memahami bagaimana fungsi berproses dalam menghasilkan kebijakan dan kinerja. Fungsi proses terdiri dari urutan aktifitas yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan implementasinya dalam tiap sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan kebijakan, dan implementasi dan penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena mereka memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan, beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus memutuskan apa yang mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai ketika kepentingan tersebut diungkapkan atau diartikulasikan.
Almond menyadari bahwa pendekatan struktural-fungsional dalam memahami sistem masih banyak kekurangan. Almond kemudian mencontohkan hasil penelitian Theda Scokpol, mengenai studi sistem politik mencari penyebab terjadinya revolusi dengan mengamati perubahan politik di berbagai negara melalui perbandingan lembaga-lembaga yang ada pada periode historis ataupun rejim pemerintahan yang berbeda, sebagai alternatif, disamping pendekatan dynamic developmental atau pendekatan dinamika pembangunan sebagai pelengkap pendekatan struktural fungsional dalam memahami sistem politik.
Namun demikian, pendekatan struktural-fungsional ternyata belum cukup lengkap dalam menjelaskan fenomena perubahan politik yang ada. Faktor budaya politik (political culture) sebagai bagian penting dari sistem politik yang sangat berkaitan erat dengan sejarah perjalanan suatu bangsa. Terpisah dari siapa yang memaknai dan mendominasi bahasa sejarah, tetap nilai-nilai historis akan berperan penting sebagai pertanda lahirnya suatu peradaban ataupun budaya masyarakat tertentu.
Oleh karena itu penggabungan antara pendekatan analisa sistem, pendekatan struktural-fungsional dengan sejarah akan melengkapi pemahaman kita akan sistem politik Indonesia yang sedang dipelajari. Sehingga struktur dan fungsi terkandung dalam sistem politik sekarang: partai politik; kelompok kepentingan; lembaga eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan dapat kita prediksi kecenderungannya di masa mendatang.
Konsep Struktural-fungsional
Struktur politik dapat diklasifikasikan menjadi bangunan yang nampak secara jelas dan juga tidak jelas yaitu meliputi:
1.     Mesin Politik Informal (Infrastruktur politik)
Mesin Politik: Informal (Infrastruktur politik) adalah mesin politik yang ada dalam masyarakat yang tidak memiliki pengaruh secara langsung dalam pembuatan keputusan politik negara seperti perubahan UUD, pembuatan UU yang berlaku umum dan memaksa bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Faktor yang bersifat informal yang dalam kenyataan mempengaruhi cara kerja aparat masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, menkonvirmasikan tuntuan, dukungan yang berhubungan dengan kepentingan umum. Kelompok ini termasuk golongan penekan, with input, alat komunikasi massa dan lain-lain. Struktur semacam ini dapat berupatatanan yang tak tampak secara jelas tetapi berpengaruh, dan eksistensinya dapat dirasakan karena fungsi yang mengalir sehingga pendekatan yang digunakan kemudian disebut struktural fungsional.

Fungsi supra struktur politik menurut Gabriel Almond meliputi:
1.     Pendidikan politik
2.     Artikulasi kepentingan
3.     Agregasi kepentingan
4.     Rekruitment politik
5.     Komunikasi politik

2.     Mesin politik Resmi (Suprastruktur)
Mesin politik resmi ( supra struktur) adalah mesin politik yang ada dalam negara yang memiliki pengaruh secara langsung dalam pembuatan keputusan politik, perubahan UUD, pembuatan UU, pembuatan keputusan politik lainya yang berlaku umum dan mmemaksa bagi kehidupan masyarakat dan bernegara.
Lembaga yang dapat disebut sebagai mesin politik formal atau resmi yang dengan absah mangidentifikasi berbagai maslah, menentukan dan menjalankan segala keputusan yang mengikat seluruh anggota masyarakat untuk mencapai kepentingan umum.
Fungsi supra struktur politik menurut Gabriel Almond meliputi:
1.     Rule making ( pembuatan UU)
2.     Rule Application (Pelaksanaan UU)
3.     Rule adjudication (mengadili pelaksanaan UU)
Struktur Politik (struktur Kekuasaan):
1.     Struktur Politik yang bersifat Sentralisasi: struktur pemerintahan yang sepenuhnya ditangani oleh pusat
2.     Struktur Politik yang bersifat Desentralisasi: struktur pemerintahan yang memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menjalankan roda pemerintahan

2.4      Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Budaya Politik




1.     HAKIKAT POLITIK
Secara etimologis, politik berasal dari kata polis (bahasaYunani) yang artinya negara kota. Secara terminologi, politik (politics) dapat diartikan sebagai:
a.      Menurut Laswell: “politics as who gets what, when and how”
b.     Miriam Budiardjo: “politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
c.      RamlanSurbakti: “politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Hakikat politik adalah power atau kekuasaan. Tetapi tidak semua kekuasaan adalah kekuasaan politik, kekuasaan politik pada hakikatnya ada pada proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Keputusan politik selalu menyangkut kepentingan publik.
2.     BUDAYA POLITIK
Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma atau kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
Pengertian budaya politik menurut para ahli :
1.   Sidney Verba: Politik merupakan suatu sistem kepercayaan empirik, simbolik, serta nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
2.   Robert Dahl: Budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang terdiri ide, pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos. Kesemuanya ini dikenal dan diakui sebagain besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberi rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
3.   Mochtar Masoed: Budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan negara dan politik di negaranya.

Tipe-Tipe Budaya Politik
1.     Berdasarkan sikap yang ditunjukkan
a.      Budaya Politik Militan, tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternative yang terbaik, tetapi melihatnya sebagai usaha jahat dan menantang.Budaya Politik Toleransi, budaya politik yang pemikirannya berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai.
2.     Berdasarkan Orientasi Politiknya, menurut Gabriel Almond sebagai berikut:
a.      Budaya politik parokial
Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Tipe budaya politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai, atau dukun,yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang bersifat politis, ekonomis atau religius.
Ciri-ciri :
1.     Apatis
2.     Pengetahuan politik rendah
3.     Tidak peduli dan menarik diri terhadap kehidupan politik
4.     Anggota masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek politik yang luas
5.     Kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan dan kekuasaan dalam masyarakatnya rendah
6.     Warga negara tidak terlalu berharap dalam sistem politik
7.     Tidak ada peranan politik yang bersifat khusus
8.     Lingkupnya sempit dan kecil
9.     Masyarakatnya sederhana dan tradisional
Contoh budaya politik parokial yakni masyarakat pada suku-suku pedalaman yang mana mereka belum mengenal betul siapa pemimpin negara mereka dan tidak ikut serta sama sekali dalam pemilu.
b.     Budaya politik kaula/subjek
Budaya politik kaula (subjek), yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. Namun frekuensi orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka di arahkan pada otoritas tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.
Ciri-ciri :
1.     Memiliki pengetahuan dalam bidang politik yang cukup
2.     Partisipasi politik minim
3.     Kesadaran berpolitik rendah
4.     Kehidupan ekonomi warga negara sudah baik
5.     Tingkat pendidikan relatif maju
6.     Masyarakat menyadari otoritas pemerintah sepenuhnya
7.     Warga negara cukup puas untuk menerima apa yang berasal dari pemerintah
8.     Warga negara menganggap dirinya kurang dapat mempengaruhi sistem politik
9.     Masyarakat secara pasif patuh pada pejabat, pemerintah, dan undang-undang
Contoh Budaya Politik Subjek/Kaula yakni masyarakat jawa (keraton) di jogja. Dimana rakyat sudah ada pemahaman & kesadaran akan pentingnya berpartisipasi dalam politik, namun mereka tidak berdaya dan tidak kritis (hanya mengikuti perintah, tidak memberikan aspirasi)
c.      Budaya politik partisipan
Budaya politik partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.
Ciri-ciri :
1.     Pengetahuan tentang politik tinggi
2.     Kesadaran berpolitik tinggi
3.     Kontrol politik aktif
4.     Warga negara memiliki kepekaan terhadap masalah atau isu-isu mengenai kehidupan politik
5.     Warga mampu menilai terhadap masalah atau isu politik
6.     Warga menyadari adanya kewenangan atau kekuasaan pemerintah
7.     Warga memiliki kesadaran akan peran, hak, dan kewajiban, dan tanggung jawabnya
8.     Warga mampu dan berani memberikan masukan, gagasan, tuntutan, kritik terhadap pemerintah
9.     Warga memiliki kesadaran untuk taat pada peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan tanpa perasaan tertekan.
Contoh budaya politik parokial yakni keaktifan masyarakat terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan politik seperti pemilu, demonstrasi, dan lain-lain

Sekilas Mengenai Budaya Politik Indonesia

Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan polituk kenegaraan.
Setelah era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru aetika . perlu diketahui ketika era orde baru Demokrasi dikekang. Segala bentuk media dikontrol/diawasi oleh pemerintah lewat Departemen Penerangan supaya tidak mempublikasikan kebobrokan pemerintah.
Budaya politik Indonesia selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Tetapi berubahnya itu hanya terjadi pada daerah perkotaan dan pedesaan yang telah maju tetapi pada daerah-daerah terpencil itu tidak terjadi perubahan karena kurangnya pendidikan dan informasi
Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan Partisipan , dari segi budaya Politik Partisipan , Semua ciri- cirinya telah terjadi di Indonesia dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi yaitu seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah.

Budaya Politik Yang Berkembang Di Indonesia
1.Hierarki yang tegar (ketat)
Sistem budaya jawa mengenal adanya stratifikasi sosial dengan gaya penuturan dan pergaulannya pun berbeda beda. Contoh: Bangsawan jawa
2.Cenderung Patronage
Hubungan 2 sumber daya yang saling berinteraksi. Contoh: Patron = tuan tanah, Client = tenaga, dukungan
         3.Neo Patrimonialistik
Meskipun memiliki pola pemerintahan yang modern dan rasional seperti
birokrasi, tetapi perilaku negara masih memperhatikan budaya patrimonial.

3. SOSIALISASI BUDAYA POLITIK
Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada anggota masyarakat. Terlaksananya sosialisasi politik sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dimana suatu individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya.
Menurut Robert Le Vine, terdapat 3 (tiga) faktor penting dalam sosialisasi politik pada masyarakat berkembang:
a.      Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampauikapasitas mereka untuk “memordenisasi” keluarga tradhisional lewat industrialisasi dan pendidikan.
b.     Seiring terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai tradisional
c.      Adalah mungkin pengaruh urbanisasi, yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional.


4. PARTISIPASI POLITIK
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara-negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Huntinghon dan Nelson menemukan lima bentuk kegiatan utama yang dipraktikkan dalam partisipasi politik yaitu berkenaan dengan keikutsertaan warga negara untuk mempengaruhi proses-proses politik.
Bentuk-bentuk itu antara lain:
a.      Kegiatan pemilihan, mencakup memberikan suara, sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemikiran.
b.     Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik, dengan maksud mempengaruhi keputusakeputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut besar orang.
c.      Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi, yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
d.     Mencari koneksi (contacting), merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah, dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang
e.      Tindakan kekerasan (violence), sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.

2.5      Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Bisnis Politik
Indonesia sebagai sebuah negara yang telah lama merdeka juga diselimuti oleh banyak pengalaman mengenai hubungan antara penguasa dan pengusaha.  Pengalaman sejak tahun 1960an—era demokrasi terpimpin—menyisahkan trauma yang mendalam bagi perekonomian negara setidaknya begitu yang dipersepsikan oleh rezim setelahnya, orde baru. Tingkat inflasi yang tinggi hingga 650% menjadi salah satu alasan Soeharto mengedepankan pembangunan ekonomi daripada politik di masa-masa awal pemerintahannya. Orde baru memang salah satu contoh analisis yang kompleks mengenai hubungan bisnia dan politik. Bukti awalnya adalah ketika UU pertama yang dibuat justru mengenai Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Hal ini mengindikasikan secara kuat bahwa kekuasaan politik saja tidak cukup untuk membangun negara, tapi perlu adanya sokongan modal yang besar dalam rangka membiayai pembangunan.
Di era ini juga pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat mengalami kejayaannya ketika berhasil secara konsisten menyentuh besaran  4,5%. Dengan mengusung semangat pembangunan ‘kapitalis’, negara orde baru perlahan membangun jaringan bisnisnya melalui kroni-kroni dan rekan bisnis yang utamanya berasal dari kelompok pengusaha keturunan China.  Meski di dalam negeri lebih sering disebut dengan istilah pembangunan demokrasi Pancasila—daripada pembangunan kapitalis—, pada tahun 1980an justru negara orde baru perlahan turut menerapkan ‘penyesuaian struktural’ yang diusung oleh lembaga-lembaga donor internasional seperti IMF dan World Bank. Orde baru memang sebuah rezim yang unik, meski Indonesia dijalankan melalui mekanisme otoritarianisme—kontrol yang kuat terhadap masyarkat dan pembatasan aktifitas politik masyarakatnya—sejak akhir tahun 1960an, namun negara tidak benar-benar ‘kuat’ dalam segala aspek, khsususnya ketika berhadapan dengan modal investasi dalam rangka menjalankan pembangunan. Pembangunan yang rupanya didanai oleh sebagian besar hutang luar negeri talah membuat Indonesia bergantung dan mudah didikte oleh negara atau lembaga-lembaga donor tersebut. Di Dalam negeri pun begitu, pengusaha keturunan memiliki tempat istimewa dalam bisnis-bisnis negara selain bisnis yang dijalankan secara nepotisme oleh keluarga Cendana sendiri.
Ciri unik lainnya yang turut memberikan gambaran tentang bisnis dan politik di Indonesia kala itu adalah bahwa meski roda perekonomian dijalankan melalui industrialiasi dan modernisasi, faktor-faktor tradisional seperti primordialisme sangat kental mewarnai jalannya pemerintahan dan aktifitas bisnis di dalam negeri. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, faktor primordialisme dan nepotisme keluaraga Cendana menjadi salah satu yang nampak. Anak-anak dari Soeharto menguasai banyak sektor bisnis dalam negeri dan menjadi sangat berkuasa. Pengusaha-pengusaha berlomba-lomba untuk mendekat ke Istana, dan hubungan patron-client menjadi sesuatu yang lumrah dalam rangka mendapatkan sumber daya ekonomi. Fenomena inilah yang belakangan dinamai sebagai sebuah rezim otoritarianisme korporatis atau negara korporatisme. Di satu sisi negara melalui jejaring dan kotrolnya yang kuat berhasil menarik perwakilan kelompok-kelompok bisnis di masyarakat, namun di sisi yang lain pengusaha-penguasaha yang ada memang berusaha juga untuk mendekat kepada negara.
Jaringan dan hubungan patrimordial rupanya turut mendukung kerapuhan struktur ekonomi yang ada dan dampaknya mulai terlihat di penghujung tahun 1990an ketika terjadi krisis ekonomi yang secara bersamaan juga menumbangkan pemerintahan Soeharto yang telah berkuasa lebih dari 30 tahun. Banyak para pengamat ekonomi menilai bahwa nepotisme keluarga Cendana dan kroni-kroni Soeharto pada saat itu telah membuat kesenjangan sosial dan kemiskinan meningkat. Praktik korupsi dan hutang negara yang kian membengkak membuat rakyat harus menanggung penderitaan yang akhirnya membuat mereka juga juga turut bersama mahasiswa berusaha menmbangkan rezim otoriter tersebut pada pristiwa Mei 1998.
Gambaran bisnis dan politik dalam dominasi dan negara kuat orde baru tidak hanya memberikan implikasi seperti yang dijelaskan di atas saja. Persoalan lain yang dihasilkan diantaranya mengenai dikotomi dan kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah atau lebih dikenal dengan istilah pembangunan yang Jawa-sentris. Kebangkitan privatisasi tahun 1980an—swasembada pangan dan sebelumnya ada peristiwa oil boom—rupanya tidak serta membeuat kita berasumsi bahwa fenomena bisnis dan politik di Indonesia adalah sebuah hubungan yang baik-baik saja. Negara intervensionis orde baru telah membuat kontrol partisipasi politik dalam banyak aspek secara sistemik dalam rangka meredam kemungkinan munculnya aksi-aksi kolektif, hal ini juga dalam rangka melindungi para pengusaha dan upaya negara menciptakan iklim yang kondusif bagi aktifitas bisnis. Dan hal yang paling ditakutkan dari penjelasan ini adalah, lahirnya penguasa-penguasa yang justru melindungi para pengusaha secara hukum dan politik.
Bisnis dan politik adalah dua kegiatan yang saling berkaitan. Bisnis dapat menunjang politik, demikian juga sebaliknya. Aktivitas bisnis dapat dimudahkan karena adanya kegiatan politik pada tingkatan negara. Sebaiknya, politik dapat dipermudah karena adanya kegiatan bisnis.Tanpa adanya kegiatan bisnis, domestik dan internasional, politik kenegaraan tidak akan mungkin dapat berjalan. Sebaliknya, kegiatan bisnis juga berjalan baik jika kondisi politik domestik dan internasional amat kondusif dan mendukung. Fikirkan saja,  jika tidak ada bisnis di bidang transportasi dan telekomunikasi, bagaimana pemimpin negara dapat mempertahankan keutuhan negara? Adanya bisnis di kedua bidang itu telah mempermudah pemerintah di sebuah negara untuk mempertahankan kedaulatan nasional dalam arti yang luas. Politik dan bisnis dalam arti yang lebih sempit juga saling mendukung.
Para pebisnis besar, menengah, dan kecil akan berlomba-lomba untuk mendukung aktor dan atau partai politik yang kira-kira akan menang di dalam pemilu legislatif, pemilu presiden/wakil presiden langsung, pilkada gubernur, bupati,wali kota, dan sebagainya. “Bantuan dana kampanye”dari para pengusaha/pebisnis itu tentu tidak gratis karena dalam aktivitas politik semacam itu memang berlaku slogan “tidak ada makan siang yang gratis”(no free lunch). Dari sisi teori politik, pendanaan semacam itu dapat dikategorikan sebagai bribes and kickback (sogokan dana agar bisnis mereka dipermudah).Timbal balik ekonomi yang didapat pelaku bisnis dari para politikus/pejabat negara dapat berupa konsesi bisnis melalui tender-tender pemerintah, keringanan pajak, kebijakan negara/pemerintah daerah dan peraturan yang memudahkan bisnis mereka, tetapi tidak terbatas pada kemudahan untuk memperoleh dana dari institusi perbankan.
Kaitan antara bisnis dan politik dalam kategori yang sempit itu bagaikan gurita yang sulit dilepaskan oleh para politikus, khususnya mereka yang membutuhkan bantuan dana kampanye. Aktivitas tersebut bahkan sudah merambah soal proses politik di parlemen yang terkait dengan fit and proper test untuk jabatan-jabatan yang basah atau penuh uang. Tengok misalnya isu skandal suap soal dukung-mendukung mengenai siapa yang akan menjadi Gubernur, Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI).




GERAKAN TAKTIK POLITIK
a.       Mempromosikan informasi dan strategi
beberapa perusahaan mencoba mengejar strategi politik untuk mempengaruhi pembuat kebijakan pemerintah demi kepentingan kelancaran usaha mereka. Lobi adalah salah satu alat politik yang sering dipakai, tetapi beberapa perusahaan kadang juga menggunakan komunikasi secara langsung dengan pembuat kebijakan di pemerintahan untuk mempengaruhi peraturan dan undang-undang yang dibuat.
1.     melobi
melobi melibatkan hubungan langsung dengan pemerintah untuk mempengaruhi pemikiran dan tindakan tentang suatu masalah publik. Pelobi berkomunikasi untuk membujuk orang lain untuk mendukung kepentingan organisasi agar mereka mempertimbangkan regulasi, hukum dan peraturan.
2.     komunikasi langsung
bisnis juga dapat mempromosikan langsung strategi informasi melalui komunikasi langsung dengan pembuat kebijakan. bisnis sering mengundang pejabat pemerintah untuk mengunjungi tempat usaha untuk memberikan pidato kepada karyawan, menghadiri upacara penghargaan dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial perusahaan. Selain itu bisnis biasanya juga diundang dalam forum oleh pemerintah untuk memberikan informasi ekonomi yang berguna dalam pertimbangan yang di ambil untuk mengambil kebijakan publik, sehingga itu menjadi kesempatan para pebisnis untuk mengemukakan keinginan dan tujuannya.
3.     Mengambil informasi dari pakarnya
Sebuah metode yang umum memberikan infomasi kepada legislator untuk CEO dan excekutif untuk memberikan informasi di forum. bisnis mungkin dapat memberikan fakta-fakta dan alasan tertentu yang dapat mempengaruhi pemimpin pemerintah, salah satunya adalah dengan cara membantu kampanye atau dukungan politik.


b.     Promosi keuangan dalam strategi imbalan
Bisnis mungkin dapat mempengaruhi pembuat kebijakan pemerintah dengan menyediakan insentif keuangan, yaitu dengan memberikan imbalan kepada pembuat peraturan dan undang-undang dengan harapan bisa membujuk untuk menitipkan kepentingan dalam peraturan yang dikeluarkan  oleh pemerintah.
1.       Komite aksi politik
Adalah Salah satu alat yang digunakan bisnis untuk membentuk dan berkontribusi ke komite politik secara hukum, karena berpidato secara langsung untuk mendukung salah satu calon kandidat penguasa tidak diperbolehkan. Perusahaan tidak boleh menyumbangkan dananya untuk kampanye melainkan harus memberikan sumbangan atas nama individu.
2.       Memperluas pengaruh ekonomi
Memperluas pengaruh ekonomi terjadi ketika bisnis menggunakan kekuatan ekonomi untuk mengancam pemerintah dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan permasalahan bisnis, ancaman itu seperti meninggalkan kota atau sebuah Negara apabila kebijakan yang dikeluarkan sangat memberatkan bisnis dalam menjalankan usahanya. Dan cara-cara ini juga dapat digunakan untuk membujuk pemerintah untuk mendukung bisnis.
C.    Mempromosikan Strategi Membangun konstitusi
Strategi terakhir yang digunakan bisnis dalam mempengaruhi kebijakan politik adalah dengan cara mencari dukungan kepada orang, masyarakat atau organisasi yang kekuatan di politik. Seperti dukungan para stakeholder atau dengan cara lain yaitu menggunakan media periklanan dalam  mendukung kampanye politik sebagai bukti dukungannya bisnis kepada partai tertentu.
1. Hubungan Masyarakat dan Asosiasi
Bisnis juga dapat mengambil keuntungan dari hubungan masyarakat dan publik mengenai isu-isu permasalahan politik, seperti komentar masalah politik untuk mengusulkan undang-undang atau peraturan yang memihak pada kepentingan bisnis.
2. Tantangan hukum
Tantangan hukum adalah sebuah taktik politik bisnis, dalam pendekatan ini bisnis berusaha untuk menentang peraturan yang dibuat oleh pemerintah.
Politik dan Bisnis di Indonesia Era Orde Baru
Pada awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah mencanangkan pembangunan ekonomi dan industri. Pada waktu itu posisi pengusaha dalam negeri masih dalam keadaan yang tidak kuat untuk berdiri sendiri. Akibatnya, pemerintah (negara) menjadi dominan dalam perekonomian. Pengusaha menggantungkan diri kepada pemerintah. Hal ini menimbulkan konsekuensi yaitu pemerintah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi atau dengan kata lain pemerintah menjadi sumber penggerak investasi dan pengalokasian kekayaan nasional. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya menyediakan proyek, kontrak, konsesi pengeboran minyak dan eksploitasi hutan, serta lisensi agen tunggal, melainkan juga kredit besar dan subsidi. Pemerintah juga menunjang dengan kebijakan proteksi serta pemberian hak monopoli impor dan pasar.
Pada masa tersebut, pemerintah cenderung menghasilkan dua lapisan ekonomi-politik utama, yaitu birokrat-politik yang melibatkan lingkup keluarganya dalam bisnis, serta pengusaha yang dapat berkembang berkat dukungan khusus dari pemerintah (mulai berkembangnya KKN). Kedua lapisan ini mendominasi perekonomian dan politik. Dalam perkembangan sistem ekonomi tersebut, pemerintah sebagai sumber penggerak investasi dan pengalokasian kekayaan nasional hanyalah bersifat jangka pendek. Kemampuan pemerintah menyediakan segalanya dibatasi oleh gerak sistem ekonomi. Indonesia menjadi rawan akan krisis. Pola bisnis tersebut memerlukan sebuah rezim politik yang mampu mengendalikan reaksi kaum buruh dan gerakan demokratisasi. Untuk keperluan ini rakyat berhasil dijauhkan dari partisipasi politik. Pembangunan ekonomi dijaga dengan kekuatan militer yang kuat sehingga terlihat stabil. Pertumbuhan partai politik dan pengekpresian politik dilarang dalam upaya menciptakan kestabilan untuk pertumbuhan ekonomi. Rakyat seakan dibungkam untuk menuntut hak-haknya atas nama pembangunan ekonomi. Pada masa Orde baru, bentuk partisipasi rakyat diatur agar hanya terlibat pada pemilihan umum anggota DPR dan DPRD. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kaitan politik dan birokratik dalam pola bisnis. Pemerintah sudah sejak awal jadi mesin pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan para birokrat-politik terlibat bisnis yang bersifat jangka pendek. Pola ini tidak mendorong tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka panjang..
Sistem politik Indonesia pada masa itu mempunyai kelemahan, salah satu diantaranya adalah sedikitnya sumber-sumber yang dapat menjadi penekan dan penyeimbang atas kekuatan pemerintah, di tingkat nasional atau daerah. Padahal, kekuatan penekan sangat diperlukan untuk melakukan kontrol, maupun sumbangan-sumbangan gagasan dan pemikiran untuk membentuk bangunan sosial politik yang lebih aspiratif.
Pengaruh kalangan non-pemerintah, termasuk dari pengusaha dan profesional sangat terbatas dan acap diabaikan. Kecuali para pengusaha tertentu yang mempunyai koneksi langsung dengan penguasa. Ketergantungan ekonomi swasta pada pemerintah menimbulkan hubungan yang sangat tidak sehat di antara keduanya, yang jika dipandang dari sudut politik, bisnis, dan masyarakat luas sangatlah merugikan. Konsekuensi dari hubungan yang tidak sehat tampak nyata ketika Indonesia diterpa krisis ekonomi, sosial dan politik sekaligus, yang mengalami kesulitan untuk diperbaiki.
Kalangan bisnis dan profesi swasta yang merupakan unsur krusial dalam pembentukan kelas menengah, selama zaman Orde Baru tidak memiliki kesempatan untuk membentuk asosiasi maupun organisasi yang mampu berfungsi sebagai sumber kritik, pengaruh, dan sumbangan ide pada perencanaan politik, ekonomi dan sosial. Unsur-unsur baru dari kalangan profesional maupun kalangan bisnis cenderung menghindarkan diri dari politik dan berkonsentrasi pada bidangnya sendiri yang sempit.
Semua hal tersebut membuat sistem ekonomi Indonesia menjadi cukup rawan krisis, terutama krisis fiskal dan krisis keuangan. Terjadinya krisis rupiah dan berbagai dampaknya membuat pemerintah terpaksa harus mengeluarkan sejumlah kebijakan deregulasi di bidang ekonomi. Secara politik, kebijakan ini memacu pertumbuhan sektor swasta, termasuk swastanisasi BUMN. Hal ini menuntut pemerintah untuk melakukan pembenahan besar-besaran. Pemerintah terpaksa menerima tawaran IMF untuk menyetujui Nota Kesepakatan menuju reformasi ekonomi. Krisis ekonomi memang menimbulkan dampak politik yang lebih kuat. pemerintah semakin didesak untuk melepaskan keterlibatannya dari bisnis dan untuk lebih menjalankan fungsi sebagai perlengkapan politik supaya dapat bertugas menyehatkan sistem ekonomi.
Sistem peraturan hukum yang kuat sangat dibutuhkan untuk menopang kinerja reformasi ekonomi. Kalangan dunia usaha semakin menuntut kepastian hukum. Krisis rupiah yang semakin parah sampai menggerogoti sistem ekonomi, telah memperlemah posisi birokrat-politik. Banyak dari mereka yang mulai terbuka terhadap reformasi politik. Banyak telah menyatakan perlunya reformasi. Hasil kemajuan ekonomi secara internal telah menghasilkan sebagian lapisan yang menghendaki reformasi politik. Kalangan bisnis menghendaki tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka panjang. Semua ini hanya dapat dicapai dengan program reformasi ekonomi dan diperkuat dengan reformasi politik.
Politik dan Bisnis di Indonesia pada Era Reformasi
Struktur dan pandangan rezim Orde Baru telah menjadikan kalangan bisnis dan profesional merasa lebih mudah dan aman untuk mengikuti keadaan daripada mencoba mendorongnya ke arah lain yang lebih sehat. Kecenderungan ini dengan sendirinya memperluaskan korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan kekuasaan pada zaman Orde Baru. Pada era reformasi, gejala-gejala itu sulit dihilangkan karena telah mengakar di setiap lembaga negara, maupun di kalangan bisnis dan profesional. Masalahnya bukan hanya korupsi yang sulit diatasi, tetapi juga hilangnya orientasi terhadap kepentingan masyarakat luas dan lemahnya kemauan untuk merombak sistem politik, termasuk lembaga-lembaga negara yang amat perlu diperbaiki, struktur ekonomi, dan hubungan antara warga negara dan negara.
Di dalam negeri, perubahan di bidang politik dan pemerintahan yang diwarnai dengan adanya perubahan signifikan dalam sistem politik (terjadi proses demokratisasi) membuka suatu peluang baru dan juga ancaman baru bagi dunia usaha di Indonesia. Keputusan-keputusan politik atau hukum perlu juga selalu dicermati. Perubahan-perubahan kepemimpinan seringkali berakibat terjadinya perubahan dalam keputusan politik dan yang akhirnya berdampak secara langsung terhadap kondisi bisnis. Sebagai contoh. Pada saat Orde baru, perdagangan Bahan Pangan Pokok selalu dikendalikan oleh Pemerintah melalui BULOG, sehingga ada kondisi yang stabil dalam perdagangan Bahan Pangan Pokok tersebut. Tetapi, setelah reformasi peran BULOG diredefinisi sehingga tidak menjadi pemain sentral dan akhirnya seringkali berdampak terhadap terjadinya fluktuasi harga dan kelangkaan barang yang disebabkan permainan spekulan, sehingga yang terkena dampak/pengaruhnya adalah rakyat miskin yang semakin menderita untuk mendapakan kebutuhan pangan mereka.
Di tahun 2007 yang lalu kondisi perpolitikan nasional relatif stabil, walaupun banyak unjuk rasa diberbagai daerah terutama menyangkut kekisruhan hasil Pilkada dan di tingkat nasional menyangkut kebijakan pemerintah tentang UU PA, UU PMA, UU Pornografi dan UU Politik yang banyak menimbulkan kontroversi dari masyarakat. Dari kondisi politik yang demikian ternyata pengaruh terhadap sektor ekonomi tidak begitu signifikan. Tercatat kondisi pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 merupakan kondisi terbaik sejak krisis ekonomi 1998. Berbagai sektor ekonomi mengalami peningkatan, di sektor properti, nilai kredit properti yang dirilis Bank Indonesia (BI) per Juni 2007 sebesar Rp130,93 Trilyun naik 7-8% dibandingkan tahun sebelumnya. (1)
Di tahun 2008 ini perilaku ekonomi menjadi sering kali sulit diprediksi. Bahkan oleh Pemerintah sekalipun yang memiliki ekonom-ekonom yang sangat pakar di bidangnya. Sebagai contoh yang nyata adalah dalam penyusunan APBN 2008 prediksi harga minyak 80 US $ per barel, tapi pada awal tahun perekonomian nasional dikejutkan dengan kenaikan harga minyak dunia yang menembus batas sampai 100 US $ per barel bahkan melewati 110 US $ per barel sampai akhir kuartal pertama 2008. Kenaikan ini tentunya berpengaruh terhadap asumsi APBN tahun 2008 sehingga pemerintah mau tidak mau dihadapkan pada pilihan sulit antara tetap mempertahankan subsidi BBM dengan harga yang ada atau menaikkan harga BBM untuk mengurangi defisit APBN yang terlalu berat. Selain itu dari sektor perbankan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan menurunkan BI rate menjadi 8% per Januari 2008. (2) Dengan dikeluarkan kebijakan ini memberikan peluang bagi sektor properti untuk bisa berkembang. Namun dari bidang politik kemungkinan-kemungkinan negatif bisa terjadi mengingat kondisi tahun 2008 masih rawan karena semua partai politik akan bekerja keras untuk meraih dukungan massa, gesekan-gesekan politik kemungkinan akan mudah terjadi. Tentunya kondisi serupa dihadapi oleh para pebisnis, sulit sekali untuk secara akurat memprediksi kondisi ekonomi. Hal ini antara lain juga dampak globalisasi yang menyebabkan kondisi ekonomi di suatu negara dapat berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi negara lainnya. Bahkan ketika ramalan tentang kondisi ekonomi akurat, masih belum jelas dampak ekonomi terhadap industri tertentu. Sebagai contoh nyata, seperti yang telah diketahui bersama saat ini beberapa sektor industri sedang digoncang krisis akibat pengaruh krisis global yang tengah melanda dunia. Beberapa perusahaan telah berencana merumahkan bahkan memPHK karyawan-karyawannya.
Dalam sektor perbankan, kalangan perbankan mengkhawatirkan gejolak ekonomi global akan menggerus kinerja perbankan di tengah situasi politik yang mulai menghangat menjelang pemilihan umum 2009. Di sisi lain, Bank Indonesia meyakini fundamental industri perbankan dalam negeri cukup kuat, sehingga bank sentral meminta sejumlah kalangan agar tetap optimistis. Direktur Bank NISP Rudy Hamdani menyatakan pihaknya mulai 'mencium' gelagat dampak dari gejolak perekonomian dunia terhadap perekonomian dalam negeri, disusul peningkatan suhu politik menjelang 2009. Akan tetapi di sisi lain, di tengah indikator ekonomi akabibat kenaikan harga bahan bakar minyak, yang berpengaruh besar dan cenderung negatif terhadap perilaku bisnis, kalangan perbankan merasa optimis dapat meningkatkan pertumbuhan kredit. Suhu politik Pemilu 2009 yang sudah mulai terasa, diharapkan dapat mendorong gairah perekonomian. Dana-dana politik dan perputaran uang untuk tujuan politik dan kampanye semakin lancar sehingga diharapakan terjadi pertumbuhan dana ekonomi pihak ketiga dan pertumbuhan bisnis yang berkaitan dengan politik, sebagai contoh bisnis percetakan dan bisnis sablon bendera dan sebagainya.
Proyeksi semua sektor ekonomi pada tahun 2008 selalu dikaitkan dengan variabel politik. Hal ini disebabkan suhu politik di tahun 2008 diprediksi akan meningkat karena persiapan Pemilu 2009. Faktor politik pasti berdampak pada perekonomian, terutama pada investasi. Situasi politik menjelang pemilu dan Sidang Umum MPR, melahirkan iklim ketidakpastian bagi investor, terutama investor asing. Adapun pengaruh politik menjelang Pemilihan Presiden 2009 diyakini akan memengaruhi uang beredar. Di satu sisi, aktivitas ekonomi akan menurun seiring dengan keterlibatan pelaku ekonomi dalam pemilu.
Hubungan sektor bisnis dengan politik lebih mengacu pada konteks ekonomi yang dipengaruhi oleh kebijakan politik, apabila kondisi politik tidak menentu atau mengalami kekacauan (chaos) akan berdampak kepada perekonomian terutama menyangkut sektor industri; permintaan dan penawaran tidak seimbang dan distribusi barang akan terganggu. Apabila ini berlanjut maka akan terjadi inflasi tinggi yang ditandai dengan kenaikan harga akibat permintaan yang menurun drastis atau bajhkan tidak adanya permintaan. Di sisi lain,pengaruh gejolak politik pada kegiatan ekonomi, tidak dapat diukur dengan eksak dan laporan angka-angka. Para pengamat hanya dapat menganalisa kualitas dampaknya.
Pengaruh lingkungan internasional atau secara teori disebut extrasocietal diyakini memiliki dampak yang juga signifikan bagi keberlangsungan suatu sistem politik. Dampak ini jadi semakin mengemuka di suatu era yang umum disebut globalisasi. Dalam globalisasi, suatu kejadian di level internasional secara mudah langsung memberi dampak di tingkat sistem politik suatu negara.
Lingkungan extrasocietal terdiri atas sistem politik internasional, sistem ekologi internasional, dan sistem sosial internasional. Sistem politik internasional adalah kondisi terbaginya pusat-pusat kekuasaan politik dunia. Sistem ekologi internasional adalah kondisi geografis persebaran negara yang menciptakan suatu isu. Sistem sosial international adalah kondisi struktur sosial di tingkat internasional yang berakibat pada terpengaruhnya kinerja sistem politik suatu negara.





BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kesimpulannya adalah, yang pertama Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Historis dimulai dari masa orde lama. Orde lama adalah sebutan bagi orde pemerintahan sebelum orde baru yang dianggap tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang ditandai dengan diterapkannya Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Soekarno. Presiden Soekarno sebagai tokoh sentral orde lama adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, bahkan ia bertindak sebagai pemimpin besar revolusi.
Selanjutnya Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Struktural Fungsional menurut Easton, politik sebagai organisme, memperlakukannya sebagai mahluk hidup. Teori Easton berisi pernyataan tentang apa yang membuat sistem politik beradaptasi, bertahan dan bereproduksi, dan terutama berubah. Easton mengungkapkan bahwa memahami sistem politik sama seperti halnya memahami sistem lain seperti ekonomi, yang kesemuanya merupakan subsistem dari sistem yang lebih besar. Namun demikian, sistem politik menurut pandangan Easton bersifat khusus, karena memiliki kekuatan membuat keputusan yang mengikat semua anggota dalam sistem. Lalu Budaya politik, di Indonesia merupakan perwujudan nilai nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan polituk kenegaraan.
Setelah era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru aetika . perlu diketahui ketika era orde baru Demokrasi dikekang. Segala bentuk media dikontrol/diawasi oleh pemerintah lewat Departemen Penerangan supaya tidak mempublikasikan kebobrokan pemerintah. Yang terakhir yaitu bisnis politik. Bisnis dan politik adalah dua kegiatan yang saling berkaitan. Bisnis dapat menunjang politik, demikian juga sebaliknya. Aktivitas bisnis dapat dimudahkan karena adanya kegiatan politik pada tingkatan negara. Sebaiknya, politik dapat dipermudah karena adanya kegiatan bisnis.Tanpa adanya kegiatan bisnis, domestik dan internasional, politik kenegaraan tidak akan mungkin dapat berjalan. Sebaliknya, kegiatan bisnis juga berjalan baik jika kondisi politik domestik dan internasional amat kondusif dan mendukung.

3.2  Saran
Saran dari penulis, yaitu bagi penulis selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan makalah dengan materi serupa dan menambah lebih banyak lagi referensi dari buku-buku dan jurnal-jurnal, agar materi ini lebih kaya akan informasi.
       
DAFTAR PUSTAKA



Budiardjo, Miriam. 2003. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Cholisin, dkk. 2006. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: FISE UNY.
Junaidi. 2008. Pergeseran Peran partai Politik Pasca Putusan MK Nomor:22-24/PUU-VI/2008. Jurnal Ilmu Hukum. Vol.2 No.2.
Lesmana, Andi. 2013. Politik Hukum Era Pemerintah Orde Lama. Universitas Syiah Kuala.
Maf’ul, Arsyad M. 2010. Partai Politik Pada Masa Orde baru dan Orde Lama. Supremasi, Vol. V No. 2.
Muhaimin,Yahya A. 1990. Bisnis dan Politik. Jakarta: LP3ES
Sarsito, Totok. 2011. Sistem Politik Indonesia I. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Thaha, Idris. 2004. Pergulatan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
http://elearning.stia-naganraya.ac.id/download.php?id_file=SistemPerpec3964b8e0.pdf&id=15, diakses 29 Maret 2015.
https://www.academia.edu/9504611/MAKALAH, diakses 29 Maret 2015.




No comments:

Post a Comment

Silahkan baca dan share