Home About
JIKA ADA YANG DITANYAKAN ATAU DATA YANG KALIAN BUTUHKAN, SILAHKAN BERKOMENTAR PADA MATERI TERSEBUT...TERIMAKASIH

Saturday, 19 January 2013

Social Judgement Theory (Teori Pertimbangan Sosial)



Pencetus             :  Muzafer Sherif
Isi teori           : Secara ringkas teori ini menyatakan bahwa perubahan sikap seseorang terhadap objek sosial atau isu tertentu merupakan hasil proses pertimbangan yang terjadi dalam diri orang tersebut terhadap pokok persoalan yang dihadapi.

[1]. Proses mempertimbangkan isu atau objek sosial tersebut berpatokan pada kerangka rujukan yang dimiliki seseorang. Kerangka inilah yang menjadi rujukan bagaimana seseorang memposisikan dan menyortir pesan yang diteima dan membandingkannya dengan sudut pandang yang rasional.
[2]. Menurut Muzafer Sherif ada 3 rujukan yang digunakan dalam merespons suatu stimulus yang dihadapi, ketiganya merupakan suatu hal yang terkait yang pertama disebut latitude of acceptance yang terdiri dari pendapat yang masih dapat diterima dan ditoleransi, kedua disebut latitude of rejection yang mencakup gagasan yang ditolak karena tidak rasional dan yang terakhir disebut Latitude of no commitment yang terdiri dari pendapat atau pesan persuasive yang tidak kita tolak dan tidak kita terima.

Di dalam teori ini juga menjelaskan dua macam efek yang timbul akibat proses mempertimbangkan pesan yaitu efek asimilasi dan efek kontras. Efek asimilasi cenderung dapat bisa diterima ketimbang keadaan yang sebenarnya. Masyarakat yang menjadi sasaran persuasi akan menilai pesan atau pernyataan tersebut tampak sejalan dengan patokannya. Sedangkan pernyataan yang berada dalam rentang penolakan akan tampak semakin berbeda karena sebenarnya secara teori kita memperbesar perbedaan dan pada akhirnya pesan dapat ditolak dengan mudah oleh masyarakat.

Asumsi-asumsi pokok dalam social judgement theory (Teori pertimbangan sosial) adalah :
1.      a. Latitude of Acceptance (rentang atau wilayah Penerimaan)
Proses pertimbangan di atas menurut Sherif & Hovland (1961) berlaku baik untuk pertimbangan fisik (misalnya; berat) maupun pengukuran sikap. Walaupun demikian ada 2 perbedaan antara pertimbangan terhadap situasi fisik yang bersifat obyektif dengan sikap. Dalam sikap, individu sudah membawa klasifikasinya sendiri dalam menilai suatu obyek dan ini mempengaruhi penerimaan atau penolakan individu terhadap obyek tersebut. Kedua, pertimbangan sosial (sikap) berbeda-beda dari satu individu ke individu yang lain, padahal dalam pertimbangan fisik tidak terdapat variasi yang terlalu besar. 

Perbedaan-perbedaan atau variasi antara individu ini mendorong timbulnya konsep-konsep tentang garis-garis lintang (latitude), Garis lintang penerimaan (latitude of acceptance) adalah rangkaian posisi sikap diterima atau ditolerir oleh individu. Garis lintang penolakan (latitude of rejection) adalah rangkaian posisi sikap yang tidak dapat diterima oleh individu. Garis lintang ketidakterlibatan (latitude of noncommitment) adalah posisi-posisi yang tidak termasuk dalam dua garis lintang yang pertama. Jadi individu tidak menerima, tetapi juta tidak menolak, acuh tak acuh. 

Interaksi antara garis-garis lintang inilah yang akan menentukan sikap individu terhadap pernyataan-pernyataan tertentu dalam situasi tertentu. Kalau pernyataan itu jatuh pada garis lintang penerimaan, maka individu akan setuju dengan pernyataan itu. Jika pernyataan itu jatuh ke garis lintang penolakan, individu tersebut akan tidak menyetujuinya.

2.      b. Latitute of Rejection (rentang Penolakan)
Jika seseorang individu melibatkan dirinya sendiri dalam situasi yang dinilainya sendiri, maka ia akan menjadikan dirinya sendiri sebagai patokan. Hanya hal-hal yang dekat dengan posisinya mau diterimanya.
Makin terlibat individu itu, maka ambang penerimaannya makin tinggi dan makin sedikit hal-hal yang mau diterimanya. Asimilasi jadi makin kurang. Sebaliknya, ambang penolakan makin rendah, sehingga makin banyak hal-hal yang tidak bisa diterimanya. Hal ini makin terasa jika individu diperbolehkan menggunakan patokan-patokannya sendiri seberapa banyak pun dia anggap perlu. 

3.      c. Latitute of Noncommitment (rentang keterlibatan)
Komunikasi, menurut Sherif & Hovland, bisa mendekatkan sikap individu dengan sikap-sikap orang lain, tetapi bisa juga malah makin menjauhkannya. Hal ini tergantung dari posisi awal individu tersebut terhadap posisi individu-individu lain. Jika posisi awal mereka saling berdekatan, komunikasi akan lebih memperjelas persamaan-persamaan antara mereka dan dekatnya posisi mereka sehinga terjadilah pendekatan-pendekatan. 

Tetapi sebaliknya, jika posisi awal sudah saling berjauhan, maka komunikasi malah akan mempertegas perbedaan dan posisi mereka akan saling menjauh. Dengan perkataan lain, jika seseorang terlibat dalam situasi isu, maka posisinya sendiri akan dijadikannya patokan. Terhadap sikap-sikap yang tidak jauh dari posisinya sendiri ia akan menilai ; cukup beralasan, dapat dimengerti dan sebagainya. 

Dan suatu komunikasi dapat menggeser posisinya mendekati posisi-posisi lain tersebut. Sebaliknya, posisi-posisi yang jauh akan dinilai tidak beralasan, kurang wajar dan sebagainya, sehingga jika dalam hal ini tetap dilakukan komunikasi, maka akan terjadi efek bumerang dari komunikasi itu, yaitu posisi-posisi dari sikap-sikap itu malah akan makin menjauh.




1 comment:

  1. Hallo, ini refensi dari buku apa ya? mohon dijawab ya terimakasih

    ReplyDelete

Silahkan baca dan share