OPINI PUBLIK SEBAGAI EFEK DAN PESAN KOMUNIKASI POLITIK
Opini
publik adalah salah satu bentuk efek dari proses komunikasi politik
berdasarkan paradigma mekanistis,
terutama komunikasi politik yang disalurkan melalui media massa (pers, radio,
dan televisi). Dengan kata lain Opini Publik terdapat pada khalayak (audience).
Justru itu khalayak harus menjadi sasaran penting dalam Opini Publik.
Anwar
Arifin (1983:17) menulis bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang
ditujukan kepada massa, isinya bersifat umum dan aktual, yang disalurkan
melalui pidato (retorika) atau melalui media massa (surat kabar, radio, film
dan televisi).
Khalayak
yang luas dapat diartikan sebagai massa. Sejumlah ahli sosiologi menyamakan
massa dengan crowd (kerumunan) yaitu
sekumpulan orang yang terhimpun pada suatu tempat tertentu, disebabkan karena
adanya kepentingan dan tujuan yang sama, sehingga satu sama lainnya saling
terpengaruh dalam waktu tertentu. Sebaliknya Mayor Polak (1947:187) menyebut
massa tidak sama dengan crowd, melainkan orang banyak yang menjadi sasaran
media modern (surat kabar, film, radio, dalam televisi). Justru itu
individu-individu-individu dalam massa tidak selamanya harus berada dalam satu
tempat, melainkan dapat berada ditempatnya masing-masing dan terpencar-pencar
Selanjutnya
dalam massa terdapat individu-individu yang mengelompok secara spontan, karena
tertarik oleh masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum, terutama yang
dilontarkan oleh media massa. Dengan kata lain, bagian-bagian dari media massa
yang tertarik oleh masalah-masalah sosial dan politik yang disalurkan melalui
pers, radio dan televisi, secara spontan mempersatukan diri secara informal
dalam kelompok-kelompok yang dinamakan publik politik atau masysrakat politik.
Publik-publik yang tersebar itu dapat dinamakan sebagai umum atau masyarakat
dan pendapatnya disebut pendapat umum atau Opini Publik.
Publik
memiliki karakteristik atau ciri khas, yaitu sekelompok orang yang memiliki
keahlian atau spesialisai tertentu, penalaran yang tinggi, daya kritis dan
analisis yang tajam. Dalam proses komunikasi politik, publik terbentuk dimulai
oleh adanya pesan politik yang aktual (baru menyangkut kepentingan publik, dan
kontroversial) melalui media massa, diterima dan dibahas (didiskusikan) oleh
kelompok-kelompok di berbagai tempat yang memiliki perhatian, kepentingan
politik, pengetahuan politik, penalaran dan daya kritis serta analisis yang
tajam untuk mencari solusi atau pengambilan keputusan politik.
Lebih
jauh Rosenau (1961) menjelaskan bahwa publik itu memiliki tiga level atau
lapisan publik yang kemampuan dan kapasitasnya berbeda satu dengan lainnya.
Level pertama ialah lapisan atas yang disebut opinion making public (pembuat
Opini Publik), yaitu mereka tidak hanya mampu mengemukakan opininya secara
terbuka, tetapi juga mampu mempengaruhi opini orang lain, terutama memobilisasi
dukungan terhadap opininya atau opini orang lain yang didukungnya. Level kedua
adalah lapisan menengah yang disebut attentive public, yaitu mereka yang amat
tertarik, berminat dan aktif m\mengamati kecenderungan Opini Publik, misalnya
dengan cermat mengikuti perkembangan informasi yang disebarkan oleh media
massa. Level ketiga adalah lapisan bawah yang dinamakan mass public yaitu
mereka yang daya antisipasinya sedikit atau tipis sekali. Keterlibatan mereka
dalam dinamika dan “pasaran” Opini Publik lebih dimotivasi oleh hubungan
emosional, dan kurang memperhatikan pertimbangan rasional atau akal sehat (Astrid,
1975:104-105).
Kesimpulan
terakhir pada umumnya terletak pada diri individu-individu. Perlu diingat bahwa
publik politik sebagai khalayak politik, pada awal dan akhirnya adalah
individu-individu dengan berbagai macam kapasitas, yang secara bersama-sama
membangun suatu opini (konsensus) yang dikenal sebagai Opini Publik.
Dapat
dijelaskan bahwa proses terbentuknya Opini Publik, bukan hanya berlangsung
melalui proses komunikasi massa, melainkan juga berlangsung dalam proses
komunikasi antarpribadi. Dengan demikian Opini Publik yang menyangkut
kepentingan politik itu, merupakan efek komunikasi politik yang berlangsung
melalui media massa dan komunikasi antarpribadi secara simultan. Bentuk konkrit
dari efek dalam komunikasi politik itu adalah terjadinya perubahan citra,
sikap, dan Opini Publik serta perubahan perilaku publik akibat pesan yang
menyentuhnya. Dengan demikian Opini Publik dalam perspektif komunikasi politik,
bukan saja merupakan efek, tetapi sebaliknya merupakan juga pesan dari publik
kepada politikus sebagai komunikator politik. Hal ini sering dinamakan sebagai
model timbal balik dalam komunikasi politik. Opini publik sering disebut
sebagai kekuatan politik dan menjadi dasar negara demokrasi.
Paradigma
mekanistis sangat berguna menciptakan efektivitas komunikasi politik yang
menggunakan proses komunikasi massa dengan menerapakn “teori peluru” atau
“teori jarum hipodermik”. Sedangkan paradigma psikologis sangat penting
diimplementasikan dalam mengatur strategi komunikasi politik dengan memahami
adanya daya penangkal pada diri khalayak (teori khalayak kepala batu dengan
menggunakan metode persuasif), khususnya publik dan lebih lagi para individu
yang membentuk publik (kelompok kepentingan).
Demikian
juga paradigma atau perspektif interaksional akan sangat berguna dalam mencapai
efektivitas komunikasi politik dengan menggunakan teori empati dan homofili
dalam lobi politik serta diskusi-diskusi publik yang tersebar diberbagai
wilayah. Akhirnya paradigma pragmatis akan sangat berguna dalam menetapkan
strategi komunikasi politik yang efektif terutama dalam proses pengambilan
keputusan politik dengan menerapkan teori komunikasi nonverbal dan teori
informas dalam semua level komunikasi politik.
PROSES TERJADINYA OPINI PUBLIK
Setiap
pesan atau pembicaraan politik yang menyentuh individu itu dapat ditolak atau diterima,
pada umumnya melalui proses terbentuknya pengertian dan pengetahuan (knowledge)
dan proses terbentuknya sikap dan pendapat menyetujui atau tidak menyetujui
(attitude and opinion) serta proses terjadinya gerak pelaksanaan (practice).
Ketiga
proses itu menurut E.Rogers dan Shoumakers (1971) pada dasarnya melalui lima
tahap, yaitu (1) kesadarn; (2) perhatian; (3) evaluasi; (4) coba-coba; (5)
adopsi. Kelima tahap ini dirumuskannya dalam kerangka komunikasi inovasi atau
komunikasi pembaharuan.
Perhatian
menurut Kenneth E. Anderson (1972), adalah sebagai perasaan mental ketika pesan
(stimuli) dan rangkaian pesan menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat pesan
lainnya melemah. Pesan diperhatikan karena sifatnya yang menonjol antara lain
gerakan intensitas pesan, kebaruan dan pengulangan.
Pengertian
dan pengetahuan itu pada dasarnya adalah salah satu manisfestasi dari proses
berfikir. Ia berisi pengetahuan tentang sesuatu atau ciri-ciri sesuatu, yang
bersumber dari pengamatan atau penangkapan alat indra, setelah melalui proses
kerja pikiran. Mengerti pada dasarnya ialah seseorang dapat meneranngkan
keapaan (quiditas) secara teratur, ialah dengan memberi jawab atas pertanyaan;
“apa, mengapa, bagaimana dan untuk apa?”. Pembentukan pengertian itu melalui
tiga fase. Ketiga fase itu adalah (1) fase analisis yaitu menguraikan totalitas
menjadi ciri-ciri; (2) fase komparasi yaitu membandingkan satu dengan lain
ciri-ciri yang diperoleh; (3) fase abstraksi adalah menyampaikan ciri-ciri yang
kebetulan berbeda atau memisahkannya dari ciri-ciri yang khas menjadi sebuah
pengertian.
Hasil
proses berpikir selanjutnya ialah keputusan, yaitu membentuk opini atau
pendapat dan kesimpulan yaitu menyusun opini atau pendapat. Sebuah pesan
politik atau pembicaraan politik yang dikomunikasikan kepada khalayak untuk
dapat efektif, haruslah mengandung dua aspek. Kedua aspek itu ialah (1) pesan
politik itu harus dapat ditangkap oleh panca indra; dan (2) pesan politik itu
harus memiliki makna bagi khalayak. Kedua hal ini sangat berkaitan dengan
persepsi publik atau khalayak.
Secara
sederhana diartikan sebagai proses bagi seseorang mengenal lingkungan terdekat.
Kini jelas bahwa penerimaan suatu pesan politik sangat tergantung kepada aspek
panca indera dan aspek pikiran dan ingatan. Kedua aspek itu juga dipengaruhi
oelh banyak faktor yang merupakan unsur penting dalam keseluruhan proses
berfikir menuju penentuan sikap dan opini publik sebagai efek dari proses
komunikasi politik.
Jika
konsensus itu berhasil dicapai oleh publik-publik yang ada dalam massa maka
terjadilah Opini Publik setelah diekspresikan atau dinyatakan secara terbuka
kepada umum. Dengan kata lain konsensus yang belum dinyatakan secara terbuka,
belum dapat disebut Opini Publik. Dengan demikian Opini Publik itu masuk dalam
proses komunikasi politik, sebagai pesan dari publik itu masuk dalam proses
komunikasi politik, sebagai pesan dari publik (khalayak politik) kepada
politikus (komunikator politik) melalui media massa. Hal ini telah disinggung
di muka bahwa Opini Publik harus memenuhi syarat seperti disebutkan oleh Ithel
de Sola (1973:783) bahwa Opini Publik memiliki sekurang-kurangnya satu atau
semau keharusan, yaitu (1) diekspresikan (dinyatakan) kepada umum; (2)
menyangkut kepentingan umum; dan (3) dimiliki oleh orang banyak. Namun Irish
dan Prothoro (1965) menyatakan bahwa Opini Publik harus memiliki tiga syarat
yang harus semuanya dipenuhi. Yaitu (1) dinyatakan; (2) sikap; dan (3) masalah
masyarakat.
Syarat
bahwa Opini Publik itu harusnya dinyatakan secara umum dan terbuka agar dapat
berfungsi sebagai kekuatan politik, karena Opini Publik itu adalah milik orang
banyak dan menyangkut kepentingan umum. Iris dan Prothro menambahkan bahwa
konsensus publik yang telah mengalami proses komunikasi disebut opini sedangkan
bial perasaan ataupun pemikiran atau konsensus dalam publik belum dinyatakan
secara umum dan terbuka, amka masih merupakan sikap.
Astrid
(1975:107) dengan mengacu kepada pendapat Cutlip dan Center, menyatakan bahwa
pembentukan Opini Publik terjadi karena:
1. Sejumlah
orang menyadari suatu situasi dan masalah yang dianggap perlu dipecahkan.
2. Beberapa
alternatif lain sebagai saran pemecahan masalahnya diketemukan, sehingga
terjadilah diskusi tentang kemungkinan penerimaan salah satu atau beberapa
alternatif.
3. Pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan pilihan terhadap salah satu atau beberapa
alternatif yang disetujui bersama melalui pelaksanaan keputusan yang telah
diambil, terbentuklah suatu pengelompokan baru dan dipupuklah kesadaran
kelompok.
4. Berdasarakan
keputusan dirumuskanlah suatu perincian pelaksanaan dan tindakan dalam bentuk
program sebagai konsep kerja yang mencari dukungannya lebih luas, bukan saja
dalam kelompok yang telah menerimanya, akan tetapi juga di luarnya sehingga
terjadilah diskusi menjalar di kelompok-kelompok lain.
Kini
dapat dijelaskan bahwa terbentuknta Opini Publik itu sebagai efek dari
komunikasi politik itu sebagai efek dari komunikasi politik, adalah merupakan
hasil perpaduan dari sejumlah kekuatan yang bekerja dalam masyarakat.
No comments:
Post a Comment
Silahkan baca dan share