1. Profil PDI-P
Nama Partai : Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan
Ketua Umum Partai : Megawati Soekarnoputri sejak tahun 1999
Sekretaris
Jenderal : Tjahjo Kumolo
Didirikan : sejak tahun 1999
Kantor Pusat : Lenteng Agung, Jagakarsa,
Jakarta Selatan
Ideologi : Marhaenisme
Kursi di DPR
(2009) : 95/560
Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah sebuah partai politik di Indonesia.
Lahirnya PDI-P dapat dikaitkan dengan peristiwa 27 Juli 1996. Hasil dari
peristiwa ini adalah tampilnya Megawati Soekarnoputri di kancah perpolitikan
nasional. Walaupun sebelum peristiwa ini Megawati tercatat sebagai Ketua Umum
Partai Demokrasi Indonesia dan anggota Komisi I DPR, namun setelah peristiwa
inilah, namanya dikenal di seluruh Indonesia. Setelah dibukanya kehidupan
kepartaian politik oleh Presiden Habibie, untuk menyongsong Pemilu 1999, PDI-P didirikan. Dalam
Pemilu ini, PDI-P memperoleh peringkat pertama untuk suara DPR dengan
memperoleh 151 kursi. Walaupun demikian, PDI-P gagal membawa Megawati ke kursi
kepresidenan, karena kalah voting dalam Sidang Umum MPR 1999 dari Abdurrahman Wahid, dan oleh karenanya Megawati
menduduki kursi wakil presiden. Setelah Abdurrahman Wahid turun dari jabatan
presiden pada tahun 2001, PDI-P berhasil menempatkan Megawati ke kursi
presiden. Dalam Pemilu Legislatif 2004, perolehan suara PDI-P turun ke
peringkat kedua, dengan 109 kursi. Untuk Pemilu Presiden 2004, PDI-P kembali
mencalonkan Megawati sebagai calon presiden, berpasangan dengan KH Hasyim
Muzadi sebagai calon wakil presiden.
2. Visi dan Misi Partai PDI-P
Visi Partai adalah keadaan pada masa depan yang diidamkan
oleh Partai, dan oleh karena itu menjadi arah bagi perjuangan Partai.
Berdasarkan amanat pasal 6
Anggaran Dasar Partai PDI Perjuangan adalah :
1.
Terwujudnya cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Terwujudnya masyarakat Pancasila dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis adil dan makmur
Misi Partai adalah muatan hidup yang diemban oleh partai,
sekaligus menjadi dasar pemikiran atas keberlangsungan eksistensi Partai,
sebagaimana diamanatkan dalam pasal 7,8 dan 9 Anggaran Dasar Partai, yaitu :
1.
Menghimpun dan memperjuangkan aspirasi
rakyat sebagai arah kebijakan politik Partai.
2.
Memperjuangkan kebijakan politik
Partai menjadi kebijakan politik penyelenggaraan Negara.
3.
Menghimpun, membangun dan menggerakkan
kekuatan Rakyat guna membangun masyarakat Pancasila.
4.
Menghimpun, merumuskan dan
memperjuangkan aspirasi Rakyat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan
Negara.
5.
Memperjuangkan kepentingan Rakyat
dibidang ekonomi, social dan budaya secara demokratis.
6.
Berjuang mendapatkan kekuatan politik
secara konstitusional guna mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap
bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia.
7.
Membentuk dan membangun karakter
bangsa.
8.
Mendidik dan mencerdaskan Rakyat agar
bertanggung jawab menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara.
9.
Melakukan komunikasi politik dan
partisipasi politik warga Negara.
10. Mempertahankan
dan mewujudkan cita-cita Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia
11. Melaksanakan,
mempertahankan dan menyebarluaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
12. Mempersiapkan
kader Partai dalam pengisian jabatan politik dan jabatan public melalui
mekanisme demokrasi, dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan jender dan
13. Mempengaruhi
dan mengawasi jalannya penyelenggaraan Negara, agar terwujud pemerintahan yang
bersih dan berwibawa.
14. Seperti
partai politik lainnya, PDIP memiliki sayap-sayap partai untuk dapat
mengakomodasi aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Misalkan Baitul
Muslimin, Relawan Perjuangan Demokrasi (Rapdem), enteng Muda Indonesia (BMI),
Taruna Merah Putih
3. Masa Jaya Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P)
Selama rezim Orde
Baru mencengkeramkan taring kekuasaannya, PDI lebih banyak berperan sebagai
‘boneka politik’ penguasa. Sehingga, tidak ada agenda politik yang sepenuhnya
autentik, yang lahir sebagai platform PDI. Sampai pada puncak eskalasi
kegundahan yang muncul dari para pewaris nasionalisme Soekarno, meletuslah tragedi
27 Juli 1996. Ketika itu kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan orang berkaos
merah yang bermaksud mengambil alih. Tragedi ini juga menjadi momentum
bersejarah yang penting, untuk dijadikan wahana belajar bagi partai pemenang
Pemilu 1999 ini. Peristiwa berdarah tersebut menyebabkan lima orang tewas, 149
orang (sipil maupun aparat) luka-luka, dan 136 orang ditahan. Namun, sampai
saat ini, pengusutan peristiwa berdarah 27 Juli 1996 selalu kandas di tataran
politis DPR. Hal ini disebabkan masih adanya upaya untuk melindungi rezim Orde
Baru (Orba).
Hasil dari tragedi
27 Juli tersebut adalah tampilnya Megawati Soekarnoputri di kancah perpolitikan
nasional. Walaupun sebelum peristiwa ini Megawati tercatat sebagai ketua Umum
PDI dan anggota Komisi I DPR, setelah peristiwa inilah, namanya dikenal di
seluruh Indonesia. PDI Perjuangan pun tidak bisa dilepaskan dari nama Megawati
Soekarnoputri, sebagai public figure
yang mampu menjadi magnet bagi rakyat. Sebagaimana keberadaan Gusdur bagi PKB,
Amien Rais bagi PAN, atau SBY bagi Partai Demokrat. Setelah kejadian tersebut,
namanya pun semakin dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia. Nama PDIP
semakin menggema di negeri ini, terutama ketika menjelang pemilu tahun 1999.
Karena di tahun tersebut, PDI berubah nama menjadi PDI-P dan partai ini pun
siap menghadapi pemilu pertamanya. Hal ini membawa berkah bagi PDI Perjuangan,
dukungan yang begitu besarnya dari masyarakat menjadikannya sebagai pemenang
pemilu dan berhasil menempatkan ratusan kadernya di parlemen. Dalam perjalanannya,
sang ketua umum yakni Megawati sebagai Wakil Presiden mendampingi KH.
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang terpilih di dalam sidang Paripurna MPR
sebagai Presiden RI ke-4.
PDI Perjuangan,
Megawati, dan Soekarno adalah satu ruh yang menyatu, tidak bisa dilepaskan satu
sama lainnya. Di mata bayangan simpatisannya, popularitas Megawati tidak lepas
dari darah dan ideologi Soekarno. Dalam artian, kebesaran PDIP memiliki akar
geneologis dengan Soekarno. Konstituen PDIP adalah kaum nasionalis sekuler, Islam
abangan, serta kaum Marhein yang merindukan kepemimpinan kharismatik gaya
Soekarno.
4. Sejarah Singkat PDI-P
Sejarah PDI
sendiri berawal dari penggabungan atau fusi dari 5 parpol, yakni PNI, Parkindo,
Partai katolik, Murba dan IPKI. Kelimanya memiliki latar belakang, basis
sosial, ideologi dan sejarah perkembangan yang berbeda. Fusi dilakukan ketika
diselenggarakannya Kongres Serindo I di Kediri, 29 Januari - 1 Febuari 1946.
Sumber dukungan pedesaan ini terutama bertumpu pada elit desa (para pamong dan lurah)
dan juga birokrasi pemerintahan. Partai ini adalah partai massa bukan partai
kader atau partai program karenanya massa aksi menjadi salah satu alat politik
penting. Fusi lima parpol berlangsung pada 10 Januari 1973 yang kini dirayakan
sebagai hari ulang tahun PDI Perjuangan. Proses ke arah fusi merupakan
inisiatif presiden yang diwujudkan dalam bentuk rangkaian konsultasi antara
presiden dengan para tokoh parpol. Konsultasi pertama dilakukan secara kolektif
dengan tokoh-tokoh dari 9 parpol pada 7 Januari 1970.
Dalam kesempatan
ini Presiden melontarkan gagasan pengelompokan parpol ke dalam dua kelompok,
masing-masing menekankan pada aspek materiil dan spirituil. Dengannya, akan
terbentuk dua kelompok, materiil-spirituil dan spirituil-materiil. Dalam pertemuan
ini juga terungkap bahwa ide tersebut berkaitan dengan keinginan Presiden untuk
menciptakan stabilitas yang disebutkan sebagai "tanggung-jawab
bersama", terutama untuk meredam konflik menjelang pemilu 1971.
Dan periode
terakhir, dari 1981 hingga 1986, dikenal sebagai masa re-unifikasi. Melalui
periode ketiga inilah, PDI memulai untuk kembali menyatukan unsur-unsur partai
yang selama ini berkonflik sekaligus mulai memantapkan Pancasila sebagai
ideologi partai. Oleh karena itu persatuan internal partai menjadi fokus
penting PDI ketimbang bersikap keras pada pemerintah. PDI bahkan membuat 4
komitmen yang terkesan pro pemerintah,
yaitu komitmen terhadap Orde Baru, pengakuan atas dwifungsi ABRI, penyatuan
diri dengan kepemimpinan nasional, serta partisipasi aktif dalam pembangunan
nasional. Namun akhirnya, reunifikasi parpol kembali menemui kegagalan.
Lagi-lagi hal tersebut disebabkan oleh konflik internal terkait pemberian sikap terhadap politik Orde Baru.
5. Tragedi 27 Juli 1996
Pasca peristiwa 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurusnya masih tetap eksis walaupun dengan berpindah-pindah kantor dan aktivitas yang dilakukan dibawah pantauan Pemerintah. Pada Pemilu 1997 Megawati melalui Pesan Hariannya menyatakan bahwa PDI dibawah pimpinannya tidak ikut kampanye atas nama PDI. Pemilu 1997 diikuti oleh PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil Pemilu menunjukan kuatnya dukungan warga PDI kepada Megawati karena hasil Pemilu PDI merosot tajam dan hanya berhasil meraih 11 kursi DPR.
Seiring perjalanannya PDI terus bongkar pasang dalam struktur pimpinan. Sampai pada suatu kepemimpinan Soerjadi yang saat itu dikecam oleh pemerintah di masa orde baru. Kehendak penguasa untuk mengakhiri karier Soerjadi sudah bulat. Sejumlah "dosa politiknya" terhadap Orba mengharuskan ia dikubur, sama dengan para senior sebelumnya. Kongres Medan dipersiapkan untuk itu. Tapi, Soerjadi memutuskan untuk mencoba melawan. Akibatnya, "aklamasi" bagi kembali berkuasanya Soerjadi dilakukan tubuh ini. Tapi ini melahirkan penentangan luas, apalagi kehendak penguasa memang bergerak ke arah itu. Kontroversi yang terus berlangsung akhirnya ditemukan jalan keluarnya lewat penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Perjalanan KLB Surabaya memunculkan figur baru yang lebih mengancam kelangsungan Orba yakni Megawati Soekarnoputri. Karenanya, segala kemungkinan cara akhirnya ditempuh penguasa untuk menghalangi kemunculan figur ini. Tetapi tekad arus bawah, dukungan publik dan media, serta konsistensi sikap membawa kemenangan de facto bagi Megawati untuk memimpin DPP. Keputusan KLB sudah tentu ditolak penguasa. Kekuatan-kekuatan rezim yang berada dalam parpol terus dimobilisasi untuk menggagalkan hal ini. Tapi hasilnya sangat mengcewakan rezim. Akhirnya, lewat proses Munas di Jakarta, penguasa dengan terpaksa harus mengakui legalitas formal Mega sebagai pimpinan baru.
Tapi ini tidak membuat penguasa berputus asa. Segala jalan tetap ditempuh untuk menyudahi perannya, apalagi tanda-tanda bahwa PDI akan menjadi kekuatan sangat berpengaruh mulai jelas tampak di bawah kepemimpinan Megawati. Mencari figur untuk "mengimbangi" Mega dalam pengaruh di arus bawah bukan pekerjaan mudah. Sejumlah tokoh senior partai seperti Budi Hardjono sudah coba diplot. Tapi hasilnya tetap mengecewakan. Dalam kepanikan inilah figur Soerjadi kembali dilirik.
Soerjadi memiliki keunggulan. Ia sempat membangun jaringan struktur partai yang cukup solid hingga ke daerah-daerah. Kekuatan inilah yang akhirnya dipakai. Dan Soerjadi sepakat pada ide ini. Dalam konteks inilah, sebuah persekongkolan dibangun. Muncul tuntutan dari daerah-daerah untuk menyelenggarakan KLB guna mengakhiri kepemimpinan Mega. Dan ini harus segera karena Pemilu akan digelar. Untuk itu semua jaringan institusi teritorial tentara dan birokrasi daerah diperintahkan untuk sepenuhnya berada di balik gagasan KLB. Teror, intimidasi, iming-iming dan masih banyak lagi langkah disiapkan di daerah-daerah. Sementara di tingkat DPP lebih dari sebagian anggota DPP digarap. Hasilnya adalah KLB. Tapi ini justru melahirkan penentangan lebih luas. Arus bawah, media, pengamat dan berbagai komponen lainnya melakukan perlawanan serentak. Hasil akhirnya adalah DPP kembar.
Di tingkat Jakarta dan daerah, perlawanan kolektif yang melibatkan elemen lebih luas, termasuk LSM, terhadap hasil KLB muncul secara konsisten. Di tengah-tengah keputusasaan ini, cara kekerasan dijadikan pilihan oleh penguasa. Hasilnya adalah Peristiwa 27 Juli 1996 yang memakan korban jiwa dan harta benda yang besar. Peristiwa ini melahirkan kehebohan politik maha besar, bahkan hingga ke dunia internasional. Mega dan PDI dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit. Godaan untuk melakukan perlawanan masif terbuka, apalagi dukungan rakyat demikian kongkrit. Tetapi akhirnya Mega memutuskan untuk menggunakan instrumen legal untuk menyudahi kasus ini. Munculah TPDI yang secara konsisten menguasai dan sekaligus mendikte opini publik.
6. Bangkitnya Megawati dan PDI Perjuangan
Terjunnya sosok Megawati dalam perpolitikan dimulai pada
tahun 1986 ketika ia menjadi wakil ketua PDI cabang Jakarta Pusat. Perjalanan
politik Megawati sendiri terus melesat ketika ia terpilih sebagai Ketua Umum
PDI melalui Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya tahun 1993. Hal ini tentu saja menjadi ancaman bagi pemerintah
Orde Baru.
Adalah Soerjadi, tokoh PDI yang dulunya pernah dibuang oleh
Orde Baru kini dimunculkan kembali untuk menjadi pesaing bagi kedudukan
Megawati. Hingga akhirnya pada tahun 1996, melalui Kongres Luar Biasa PDI di
Medan, Soerjadi terpilih menjadi Ketua Umum PDI. Megawati tidak mengakui adanya Kongres Medan
tersebut. Sehingga lagi-lagi konflik internal partai kembali mencuat. Mega dan
para pendukungnya bersikeras untuk tetap menduduki kantor DPP PDI. Di sisi
lain, Soerjadi yang dilindungi pemerintah Orde Baru terus mengancam pihak Mega
untuk segera meninggalkan kantor tersebut.
Hingga pecahlah peristiwa yang dikenal sebagai Sabtu Kelabu,
tertanggal 27 Juli 1996. Pada saat itu massa pendukung Soerjadi bergerak
menyerang massa pendukung Mega yang bertahan di kantor DPP yang terletak di
Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat. Dari peristiwa ini banyak korban jiwa dan
harta benda yang berjatuhan. Terlebih lagi, peristiwa ini sendiri akhirnya
terus meluas ke daerah-daerah lain.
Menindaklanjuti peristiwa ini Megawati memilih untuk
membawanya ke jalur hukum. Namun jalur hukum sendiri tidak membawa titik terang
bagi penyelesaian peristiwa ini. PDI sendiri kini benar-benar terbelah menjadi
dua. Di satu sisi ada PDI yang diakui oleh pemerintah Orde Baru dengan sosok
Soerjadi sebagai pimpinannya, namun di sisi lain akar rumput PDI sendiri lebih
mengakui Megawati sebagai pemimpinnya.
Memasuki Pemilu 1997, PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi
mengalami kemerosotan suara. Hal ini menandakan keberpihakan massa PDI yang
lebih nyata terhadap Megawati ketimbang Soerjadi. Maka tidak mengherankan
apabila timbul sebutan “PDI Mega” yang ditujukan untuk Mega dan para
pendukungnya. Di sisi lain, tuntutan akan penumbangan Orde Baru semakin
bergejolak. Berbagai peristiwa terjadi, dimulai dari kemerosotan ekonomi hingga
efeknya yang menimbulkan berbagai kerusuhan sosial. Hingga pada akhirnya Orde
Baru benar-benar tumbang di tahun 1998.
Di luar perhitungan penguasa, peristiwa kelabu 27 Juli justru berbalik menjadi titik awal kebangkitan perlawanan masif terhadap Orba. Dan ini dibuktikan dengan jelas dari meluasnya aksi perlawanan terhadap Orba dan hilang totalnya suara PDI Soerjadi dalam Pemilu 1997. Hal ini tidak terlepas dari keluarnya "Perintah Harian Ketua Umum", yang sekalipun sangat terselubung karena hanya menegaskan akan absen dalam menggunakan hak pilihnya merupakan seruan bagi boikot politik yang terbukti sangat efektif. Saat itulah PDI resmi berganti nama menjadi PDI Perjuangan. Simbol partai yang awalnya hanya berlambang kepala banteng di dalam bentuk segi lima berubah menjadi lambang banteng di dalam lingkaran.
Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI dibawah kepemimpinan Megawati. Di tengah besarnya keinginan masyarakat untuk melakukan reformasi politik, PDI dibawah kepemimpinan Megawati kian berkibar. Pasca Lengsernya Soeharto, dukungan terhadap PDI dibawah kepemimpinan Megawati semakin kuat, sorotan kepada PDI bukan hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di Denpasar Bali. Kongres ini berlangsung secara demokratis dan dihadiri oleh para duta besar negara sahabat. Kongres ini disebut dengan "Kongres Rakyat". Karena selama kegiatan Kongres berlangsung dari mulai acara pembukaan yang diselenggarakan di lapangan Kapten Japa, Denpasar sampai acara penutupan Kongres, jalan-jalan selalu ramai dipadati warga masyarakat yang antusias mengikuti jalannya Kongres tersebut. Di dalam Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi. Didalam Kongres tersebut, Megawati diberi kewenangan khusus untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka eksistensi partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di dalam AD-ART PDI. Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta.
Pemilu tahun 1999 membawa berkah bagi PDI Perjuangan, dukungan yang begitu besarnya dari masyarakat menjadikan PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu dan berhasil menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 153 orang. Dalam perjalananya kemudian, Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi KH Abdurahman Wahid yang terpilih didalam Sidang Paripurna MPR sebagai Presiden Republik Indonesia Ke - 4.
7. Kampanye Mega-Bintang di Pemilu 1997
Masih di tahun yang sama, Megawati pernah membantu kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Saat itu ditengah kampanye dialogis yang membosankan, arak-arakan PPP menampilakan aliansi baru yakni "Mega-Bintang". Bentuk dukungan ini bisa dikatakan sebagai simbiosis mutualisme, karena keduanya memiliki keuntungan. Dua wilayah PPP mencalonkan Megawati sebagai calon presiden. Lalu mungkinkah pendukung Megawati menyalurkan suaranya untuk PPP?, dan jawabannya adalah iya.
Dalam kampanye PPP, yang diarak-arak tidak hanya lambang bintang saja tapi juga atribut-atribut bergambar Megawati. Padahal sebelumnya putri dari proklamator ini telah menyatakan tidak ambil bagian dalam kampanye, tapi namanya terus dielu-elukan di panggung kampanye. Suasana kampenye pun semakin panas, bahkan tak jarang dari massa yang tampak memegang kartu pengenal yang bergambar Megawati dan dibaliknya ada logo bintang.
Tidak hanya itu, dari atas truk yang padat sejumlah anak muda berseragam hijau-hijau terus berteriak, "Mega-bintang.... Mega-bintang.... hidup Mega.... hidup bintang". Selain meneriakkan yel-yel dukungan untuk Mega, massa juga membawa dan menempelkan gambar putri Bung Karno itu di mobil-mobil. Kampanye itu seperti menandai kebangkitan PPP di Jakarta. Selain itu, kampanye tersebut juga diramaikan oleh massa yang mengelu-elukan Megawati Soekarno Putri.
Mengapa isu Mega-Bintang muncul? Mungkin ini semacam "sambutan" pihak PDI Pro Megawati yang biasa disebut pers sebagai PDI Perjuangan atas pencalonan Megawati sebagai presiden RI oleh PPP Solo dan Samarinda. Bahkan, PPP Samarinda pada 8 Mei lalu mencalonkan dua tokoh sekaligus sebagai calon presiden RI : Megawati dan Buya Ismail Hasan Metareum. PPP Solo memajukan Megawati sebagai presiden RI pada tanggal 2 Mei 1997 lalu.
Faktor lain munculnya Mega-Bintang tentulah "kesumpekan" para pendukung Megawati terhadap kondisi Partai Banteng yang kini dipimpin Soerjadi. Mereka benar-benar seperti kehilangan arah. Karena, Mega sampai kini belum lagi memberikan semacam "dawuh" tentang apa yang harus dikerjakan pendukungnya.
8. Lambang Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan
Berikut adalah
lambang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berupa gambar banteng hitam
bermoncong putih dengan latar merah di dalam lingkaran bergaris hitam dan
putih. Banteng dengan tanduk yang kekar
melambangkan kekuatan rakyat dan selalu memperjuangkan kepentingan rakyat. Warna dasar merah melambangkan berani
mengambil resiko dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran untuk rakyat. Mata merah dengan pandangan tajam
melambangkan selalu waspada terhadap ancaman dalam berjuang. Moncong putih melambangkan dapat
dipercaya dan berkomitmen dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Lingkaran melambangkan tekad yang bulat
dan perjuangan yang terus menerus tanpa terputus.
9. Kongres II PDI-P
Pada 28 Maret 2005, Kongres II PDI-P dibuka di Sanur, Bali,
di tengah aksi sekelompok kader yang meminta reformasi di dalam tubuh PDI-P dan
terkumpul dalam ‘Gerakan Pembaruan PDI-P’. Kongres ditutup pada 31 Maret, dua
hari lebih cepat dari yang direncanakan, dengan terpilihnya kembali Megawati
Soekarnoputri secara aklamasi oleh sekitar 1.000 utusan PDI Perjuangan dari
seluruh Indonesia sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan
periode 2005-2010 beserta sejumlah pengurus lainnya. Sadar akan tuntutan proses
regenerasi kepemimpinan dalam tubuh Partai, Megawati menunjuk Pramono Anung
Wibowo, seorang politisi muda, sebagai Sekretaris Jenderal. Sedangkan Guruh
Sukarnoputra, adik Megawati, yang sebelumnya ikut dalam bursa calon Ketua Umum,
terpilih sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan.
10. Tonggak-tonggak Muda PDI-P
Megawati adalah sosok penting dalam PDI-P. Keadaan seperti
inilah yang memperlihatkan Megawati dan PDI-P dalam suatu lingkaran penokohan
yang kuat, seakan tanpa adanya regenerasi. Namun hal itu ternyata dapat
dipatahkan ketika PDI-P sekarang memiliki kader-kader kuat seperti Puan
Maharani, Rieke Diah Pitaloka, dan Jokowi. Dengan kata lain, mereka pula lah
yang menjadi tonggak muda PDI-P yang berperan penting untuk keberlangsungan
partai ini nantinya.
1.
Puan Maharani, menjabat sebagai Ketua
Bidang Politik dan dan Hubungan Antar Lembaga PDI-P. Dalam ranah pemerintahan,
ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI-P di DPR RI untuk periode 2009-2014,
serta masuk dalam Komisi VI dengan tugas pengawasan BUMN, Perdagangan,
Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah. Beberapa bulan yang lalu, ia pindah ke
Komisi I yang membawahi Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, serta Komunikasi
dan Informatika
2.
Rieke Diah Pitaloka, mengawali karir
politiknya justru bukan di PDI-P, melainkan di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sekarang ia menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 dalam Komisi IX,
membawahi bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, ia
juga turut bergabung menjadi bagian Panitia Khusus RUU Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), sebagai persiapan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN).
3.
Jokowi, mantan Walikota Solo ini dapat
dikatakan sebagai salah satu aset kebanggaan yang dimiliki oleh PDI-P. Hal ini
terlihat dari sikap berpolitik Jokowi yang terkesan dekat dengan rakyat. Hal
inilah yang mengantarkannya memenangkan kursi Gubernur DKI Jakarta pada PilGub
DKI Jakarta tahun 2012 lalu, dengan mengalahkan incumbent, Fauzi Bowo.
Dengan kemunculan nama-nama di atas menandakan pula adanya
regenerasi yang telah berjalan dalam tubuh PDI-P. DimungkinKan partai ini akan
terus bertahan dengan ideologi kerakyatannya. Tentunya di samping adanya basis
massa tersendiri di akar rumput yang telah dimiliki PDI-P, regenerasi yang baik
juga menjadi faktor penting dalam usaha membesarkan partai ke depannya.
11. Pencapaian pada Pemilu Anggota DPR
2009
PDI-P mendapat 95 kursi (16,96%) di DPR hasil Pemilihan Umum
Anggota DPR 2009, setelah mendapat 14.600.091 suara (14,0%). Dengan hasil ini,
PDI-P menempati posisi ketiga dalam perolehan suara serta kursi di DPR.
12. Susunan Pengurus
Berikut merupakan daftar susunan pengurus PDI-P untuk masa
kerja 2010 – 2015 berdasarkan Kongres III PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand
Bali Beach, Bali, April 2010.
Ketua Umum :
Megawati Soekarnoputri
Ketua Dewan Pimpinan Pusat:
Sekretaris Jenderal :
Tjahjo Kumolo
1.
Wakil Bidang Internal :
Eriko Sotarduga
2.
Wakil Bidang Program : Ahmad Basarah
3.
Wakil Bidang Kesekretariatan :
Hasto Kristianto
Bendahara
1.
Umum : Olly Dondokambey
2.
Wakil Bidang internal :
Rudianto Tjen
3.
Wakil Bidang Program :
Juliari P. Batubara
13. Tema dan Tagline Kampanye PDI-P 2014
Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Boy Bernadi
Sadikin mengungkapkan tagline yang diusung PDI-P dalam pemilihan umum 2014
yakni ‘Indonesia hebat’ merupakan suatu semangat untuk mengoptimalkan potensi
besar yang dimiliki Indonesia. Kehebatan Indonesia sangatlah banyak dan
kehebatan inilah yang melahirkan bangsa Indonesia dan membuat Indonesia sanggup
bertahan terhadap gempuran negara-negara adidaya pada masa revolusi 1945 –
1949. Menurut Ali Sadikin, kehebatan tersebut tidak dioptimalkan pada waktu
mengelola negara merdeka, sejak tun 1949 hingga 2014 kehebatan inilah yang
digunakan optimal jika Garuda Indonesia ingin terbang dengan gagah mengarungi
pasar tunggal ASEAN 2015, pasar global 2020 serta menjadi negara yang mandiri,
adil dan makmur di tahun 2030. Untuk memenuhi takdir Indonesia sebagai Jamrud
Khatulistiwa yang bersinar di antara bangsa-bangsa di dunia. Menurut ketua Umum
PDI-P Megawati Soekarnoputri, masyarakat Indonesia tidak hilang kehebatannya
dari sejak terbentuknya Indonesia.
1.
Masyarakat Indonesia yang hebat
mendukung para pejuang dan founding father dalam melahirkan negara Indonesia.
Masyarakat Indonesia yang hebat bermanunggal dengan TNI selama masa revolusi
melawan para negara adidaya
2.
Masyarakat yang hebat menjaga agar
perubahan rezim bisa dilakukan secara konstitutional pada tahun 1999.
3.
Masyarakat Indonesia yang hebat
menghukum para pemimpin reformasi yang melenceng atau tidak mampu menjalankan
amanah melalui sarana pemiu sejak tahun 1999, 2004, dan 2009.
4.
Masyarakat Indonesia yang hebat
mendambakan lahirnya pemimpin yang hebat pula pada tahun 2014.
14. Analisis POAC
1.
Fungsi Perencanaan (Planing)
Adalah proses yang menyangkut upaya
yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan
penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan
organisasi. Adapun kegiatan dalam fungsi perencanaan antara lain; menetapkan
pasar sasaran, merumuskan strategi untuk merumuskan pasar sasaran, menentukan
sumber-sumber daya yang diperlukan, menetapkan standar atau indokator
keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan pasar. Strategi dan taktik dalam
fungsi perencanaan dapat ditentukan dengan metode analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, and Threat) adalah metode perencanaan strategis yang
digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
2.
Fungsi Pengorganisasian
Adalah proses yang menyangkut
bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain
dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan
organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan semua pihak dalam organisasi
dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.
Kegiatan fungsi pengorganisasian
antara lain:
a.
Mengalokasikan sumber daya atau sarana
b.
Merumuskan dan menetapkan tugas
c.
Adanya struktur organisasi yang
menunjukkan adanya garis kewenangan dan memiliki tanggung jawab
d.
Kegiatan sumber daya manusia pada
posisi yang paling tepat atau yang dinilai mampu dan layak memiliki pengetahuan
yang cukup dibidangnya.
3.
Fungsi Pengarahan Implementasi
(Actuating)
Adalah proses implementasi program
agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses
memotivasi agar semua pihak semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung
jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.
4.
Fungsi Pengawasan dan Pengendalian
Adalah proses yang dilakukan untuk
memastika seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan,
dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai target yang diharapkan sekalipun
berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.
15. Bentuk-bentuk Kampanye PDI-P
1.
Aksi Galang Dana untuk Satinah
Ribuan kader dan simpatisan PDI-P memenuhi kampanye terbuka
putaran terakhir di Lapangan Sumberagung, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul,
Sabtu 5 April 2014. Kampanye terakhir partai berlambang banteng ini diwarnai
dengan aksi pengumpulan uang sumbangan untuk TKI di Arab Saudi, Satinah yang
terancam bakal dipancung karena kasus pembunuhan. Ganjar dalam kapasitasnya
sebagai Gubernur sebelumnya telah melakukan upaya ekstra untuk menggagas
gerakan penggalangan dana untuk membayar uang diyat yang disyaratkan oleh
Pemerintah Arab Saudi demi bebasnya Satinah. Penggalangan dana yang terjadi di
tengah arena kampanye ini masih dilakukan, padahal telah tersiar kabar bahwa
Pemerintah Indonesia telah membayar semua tuntatan diat yang diwajibkan bagi
Satinah sebesar 7 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar.
2.
Aksi Sweeping Pelajar
Kampanye putaran terakhir PDIP di Klaten, Jawa Tengah, di
Stadion Trikoyo diwarnai aksi sweeping para pelajar yang dilakukan oleh Panitia
Pengawas Pemilu, Sabtu (5/4/2014). Hasilnya hampir semua pelajar yang hadir
adalah kelas sembilan atau kelas satu Sekolah Menengah Atas (SMA). Berumur
sekira 15-16 tahun dan tentunya belum memiliki hak suara sebagai pemilih.
Kehadiran ribuan pelajar dalam ajang kampanye di Stadion Trikoyo Klaten diduga
disengaja dimobilisasi. Mereka diperintah oleh Bupati Klaten Soenarno untuk
mengikuti kampanye terakhir PDIP yang menghadirkan Megawati Soekarnoputri
sebagai jurkamnas. Selain para pelajar, hadir juga para guru yang mendampingi
para pelajar tersebut, juga merupakan pegawai negeri sipil (PNS). Terdapat juga
sejumlah kepala desa dan camat dari wilayah Klaten. Hal tersebut terbukti dari
temuan kartu identitas penduduk yang ditunjukkan, tercatat sebagai PNS guru
aktif. Namun kampanye ini dianggap telah
melanggar pemilu dan akan diproses lebih lanjut terkait keterlibatan siswa di
bawah umur dan PNS dalam kampanye.
3.
Gratis Pijat dan Bonus Jamu
Masa kampanye terbuka Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) di Yogyakarta diwarnai dengan aksi praktek pijat tradisional dan minum
jamu gendong di Pasar Talok, Gondokusuman, Yogyakarta, Sabtu, 22 Maret 2014.
Dalam kegiatan itu, PDIP mengerahkan sekitar 50 tukang pijat dan bakul jamu di
wilayah setempat untuk memberi pelayanan secara cuma-cuma kepada para warga
yang melintas. Kegiatan itu mendapatkan antusiasme dengan banyaknya warga yang
mengantre dipijat gratis dan mendapatkan segelas jamu sesuai selera.
Koordinator aksi yang juga kader PDIP Kota Yogyakarta, Eko
Suwanto, mengatakan kegiatan kampanye dengan cara tersebut dilakukan guna
mengusung program ekonomi kerakyatan yang selama ini telah menjadi jargon
partai banteng bermoncong putih itu, sekaligus memfasilitasi tukang pijat dan
bakul jamu gendong mau merintis terbentuknya koperasi khusus yang belum mereka
miliki. Jika PDIP menjadi pemenang pada pemilu legislatif di Kota Yogyakarta,
Eko berjanji akan terus mengawal proses pemberdayaan bagi komunitas tukang
pijat dan jamu gendong melalui lembaga khusus. "Ada sekitar 500 tukang
pijat tradisional dan seribu bakul jamu di Yogya saat ini yang masih bekerja
tanpa perlindungan dan jaminan," kata anggota Komisi A DPRD Yogyakarta
itu.
16. Kesimpulan
Setelah sempat menurun elektabilitas partai yang dibentuk
dari penggabungan lima papol ini, kini PDI-P kembali naik dan mengungguli
partai-partai lain di bawahnya. Dengan mandat dari Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri yaitu menjadikan sosok Joko Widodo (Jokowi) sebagai Calon
Presiden yang sebelumnya sempat dielu-elukan masyarakat karena kepemimpinannya
sebagai Gubernur Jakarta kini PDI-P kembali naik pamornya serta dianggap dapat
memberikan harapan akan bangkitnya kembali partai bermoncong putih ini.
Dengan mengusung tema kampanye 2014 ‘Indonesia Hebat’ dan
melakukan berbagai aksi kegiatan kampanye peduli wong cilik PDI-P saat ini
berhasil mendapat dukungan dari masyarakat bahkan dengan elektalibilas dua kali
lipat lebih tinggi dibandingkan sebelumnya (sebelum PDIP mencalonkan Joko
Widodo sebagai Presiden).
DAFTAR PUSTAKA
http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/03/31/boy-sadikin-paparkan-arti-tagline-pdip-indonesia-hebat
http://regional.kompas.com/read/2014/04/05/2141152/Kampanye.PDIP.Diwarnai.Aksi.Galang.Dana.untuk.Satinah
http://pemilu.sindonews.com/read/2014/04/05/113/850983/kampanye-pdip-di-klaten-diwarnai-aksi-sweeping-pelajar
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/22/269564484/Kampanye-PDIPi-Gratis-Pijat-dan-Bonus-Jamu
http://politik.kompasiana.com/2013/01/10/empat-puluh-tahun-perjuangan-pdi-p-524152.html#
http://www.ceritamu.com/info/politik/partai-demokrasi-indonesia-perjuangan-pdip#simple2
www.wikipedia.com
No comments:
Post a Comment
Silahkan baca dan share