Nama:
Rika Hanifa
NPM:
18811948
Matakuliah:
Metode Penelitian Komuniaksi
FAKULTAS
ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS GUNADARMA
A. KONSEP
Konsep adalah istilah yang
mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan
objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan (Kriyantono 2006
: 17). Bungin (2001 : 73) mengartikan konsep-konsep sebagai generalisasi dari
sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai
fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger (1986:28) menyebut konsep sebagai
abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus. Konsep
semacam gambaran singkat dari realitas sosial, dipakai untuk mewakili suatu
realitas yang kompleks. Konsep adalah bahasa yang dipakai oleh ahli untuk
menggambarkan atau mengabstraksikan suatu gejala. Dengan adanya konsep para
ahli dapat berbicara tentang gejala yang sama, melakukan replikasi penelitian,
memperbarui penelitian yang satu dengan yang lain. Konsep itu tidak hadir dalam
kehidupan yang empiris – ia merupakan suatu simbol atau abstraksi dari fenomena
dan gejala (lihat Frankfort-Nachmias dan Nachmias 1996:26-28).
Konsep-konsep merupakan abstraksi mental,
sehingga merupakan antitesis terhadap empirisme konkret. Konsep-konsep
memainkan peran tersebut melalui teori. Teori merupakan seperangkat ide
(abstraksi) yang saling terkait secara logis mengenai bagaimana dunia atau
suatu proses berlangsung, pondasi teori adalah konsep-konsp. Teori yang berbeda
menuntut konsep yang berbeda pula. Sebagai contoh teori fungsionalis-struktural
berusaha menjelaskan dunia sekeliling kita dengan sorotan konsep-konsep seperti
stabilitas sosial, integrasi, konsensus, dan sebagainya. Teori interaksionis simbolik menjelaskan realitas sosial dengan
konsep-konsep seperti interaksi, makna sosial dan negosiasi sosial. (lihat Ruane
2008:73). Contoh beberapa konsep dari
riset komunikasi, misalnya konsep “agenda media” merupakan representasi dari
rangking urutan isu-isu tersebut, konsep “terpaan media” merupakan generalisasi
dari frekuensi dan durasi tayangan atau pemberitaan oleh media tertentu (lihat
Kriyantono 2006:18).
Setelah konsep dilakukan, peneliti
melakukan konseptualisasi, yakni proses memberi arti dari konsep (Neuman,
2003:173). Misalnya dalam penelitian analisis isi peneliti membuat penelitian
mengenai kandungan kekerasan dalam tayangan sinetron. Apa yang disebut dengan
kekerasan? Jawaban atau konstruksi peneliti atas konsep “kekerasan” ini yang
disebut dengan konseptualisasi. Orang dapat mengartikan kekerasan dengan cara
yang berbeda. Konseptualisasi ini dilakukan dengan membuat definisi atas
konsep. Definisi ini dapat diperoleh peneliti dengan melakukan kajian pustaka,
penelusuran bahan dan penelitian yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya.
B.
KATEGORISASI
Kategorisasi adalah suatu proses
kognitif untuk mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa ke dalam
kategori-kategori tertentu yang bermakna (Turner dan Giles, 1985; Branscombe
dkk, 1993). Kategorisasi adalah proses pengelompokan entitas-ntitas karena
memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu (McShane, 1991) .
Kategorisasi
Data
Kategorisasi data adalah pengelompokan
data menurut kriteria tertentu yang dikehendaki oleh peneliti. Pada
kategorisasi besar, data dikelompokkan berdasarkan permasalahan yang telah
dirumuskan. Untuk masing-masing kategori dapat dibagi lagi ke dalam kelompok
yang lebih kecil sesuai dengan kepentingan.
Kategorisasi merupakan tahap yang
penting, karena dapat diketahui tingkat ketercukupan data untuk masing-masing
kelompok. Pada penelitian kuantitatif, ketercukupan data diukur dalam bentuk
prosentase sampel terhadap populasi. Pada penelitian kualitatif, ketercukupan
diukur dengan ketuntasan dan kedalaman kajian. Apabila data yang tersedia tidak
memadai, maka pembahasan saat rekonstruksi akan terjebak pada uraian common sense (akal sehat) yang
menjadikan otentisitasnya diragukan. Selain untuk mengetahui ketercukupan data,
kategorisasi juga dapat menghindarkan peneliti dari pengulangan pembahasan saat
melakukan rekonstruksi. Melalui kategorisasi, peneliti dapat mengetahui materi apa saja yang dibahas untuk
menjawab setiap permasalahan dan sekaligus mengetahui batas-batas pembahasan.
Kategori berhubungan dengan bagaimana
isi (content) kita kategorikan. Sebagai contoh, peneliti
membuat analisis isi mengenai penggambaran terorisme dalam berita televisi.
Salah satu aspek yang ingin diteliti adalah bagaimana pelaku terorisme
diberitakan dalam berita televisi. Aspek isi (content) ini haruslah dikategorisasikan. Misalnya, penggambaran
mengenai pelaku terorisme itu dibagi ke dalam tiga kategori: positif, negatif,
dan netral. Peneliti lain mungkin akan membuat kategori yang berbeda, seperti
dibuat lima kategori yakni: sangat bagus, bagus, netral, buruk, dan sangat
buruk. Terdapat tiga prinsip penting dalam penyusunan kategori. (Lihat Riffe,
et al., 1998: 75-76; Neundorf, 2002: 118-119).
1. Terpisah
Satu Sama Lain (Mutually Exclusive)
Kategori
yang dibuat dapat dibedakan secara jelas antarsatu kategori dengan kategori
lain. Masing-masing kategori berdiri sendiri dan berbeda dengan kategori yang
lain. Jika kita kebingungan menggunakan kategori dan kategori lain, ini
merupakan tanda bahwa kategori tidak terpisah.
2. Lengkap
(Exhaustive)
Kategori
dapat menampung semua kemungkinan yang muncul. Kita harus menyertakan semua
kategori yang ada, sehingga semua kemungkinan tersedia.
3. Reliabel
Kategori
yang dibuat harus reliabel, dipahami secara sama oleh semua orang. Ketika
membaca lembar coding tidak ada beda
penafsiran antara satu orang dan orang lain. Jika masing-masing coder punya penafsiran yang berbeda atas
lembar coding maka dapat dikatakan lembar coding yang dibuat tidak reliabel.
C.
PROPOSISI
Proposisi merupakan salah satu unsur
dari teori yaitu suatu pernyataan mengenai hubungan antar konsep (construct). Suatu proposisi yang dapat
diuji secara empirik disebut hipotesis. Hipotesis dapat disusun dengan dua
pendekatan, yang pertama secara deduktif, dan yang kedua secara induktif.
Penyusunan secara deduktif ditarik dari teori. Suatu teori terdiri atas proposisi-proposisi,
sedangkan proposisi menunjukkan hubungan postulat-postulat yang dari padanya
disusun hipotesis serta menunjukkan hubungan di antara dua konsep. Misalnya,
teori A terdiri atas proposisi-proposisi X-Y, Y-Z, dan X-Z. Dari ketiga
proposisi itu dipilih proposisi yang diminati dan relevan dengan peristiwa
pengamatan, misalnya proposisi X-Y. Konsep-konsep yang terdapat dalam proposisi
diturunkan dalam pengamatan menjadi variabel-variabel sebagaimana ditunjukkan
pada skema di bawah ini.
Contoh:
Proposisi:
Makin cepet perkembangan komunikasi, makin tinggi kecerdasan penduduk.
Dalam
proposisi tersebut ada dua konsep, yaitu X = Komunikasi dan Y = Kecerdasan.
Kemudian kita lihat di suatu pemukiman penduduk (x) terdapat alat komunikasi
apa saja dan bagaimana tingkat pemakaiannya. Misalnya, alat komunikasi yang
ditemukan adalah surat kabar (x1), pesawat radio (x2),
dan pesawat televisi (x3). Pemanfaatan alat-alat komunikasi ini
berbeda-beda pada setiap penduduk, karena itu disebut variabel (bervariasi,
beragam), yaitu variabel x. Kemudian kita mengamati tingkat pengetahuan umum
mereka, misalnya dalam bidang politik, hukum, dan ekonomi. Variabel ini kita
namakan y, karena berbeda-beda pada setiap penduduk. Karena x beragam, dan y
juga beragam, maka hipotesis dapat disusun: ada hubungan positif antara x dan
y.
Proposisi aposteriori adalah proposisi
yang kebenarannya hanya bisa diketahui dengan merujuk pada pangalaman tertentu.
Contohnya, kerusuhan akhir-akhir ini didalangi oleh pihak ketiga. Kebenarannya
hanya bisa dibuktikan dengan mengajukan pihak ketiga sebagai dalangnya, dengan
berbagai bukti yang dipercaya. Proposisi apriori adalah proposisi yang
kebenarannya bisa diketahui lepas dari pengalaman. Tanpa pengalaman apapun kita
bisa mengetahui proposisi ini. Proposisi ini dapat dibuktikan kekeliruannya
atau dibuktikan sebagai salah hanya dengan mengandalkan akal budi, tanpa harus
menrujuk pada pengalaman apapun.
DAFTAR
PUSTAKA
Keraf, A.S, Dua, Mikhael. (2001). Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis.
Yogyakarta: Kanisius
Eriyanto.
(2011). Analisis Isi. Jakarta:
Kencana
Gulo,
W. (2002). Metode Penelitian. Jakarta:
Grasindo
Kriyantono,
Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Ruane,J.M.
(2013). Metode Penelitian: Panduan Riset Ilmu Sosial. Bandung: Nusamedia
Sumardinata,
J dkk. Sejarah untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta:
Grasindo
No comments:
Post a Comment
Silahkan baca dan share