Cara paling penting dan paling
lazim untuk mendapat informasi adalah mengunakan wawancara dengan
seseorang yang disebut "narasumber." Fakta dapat ditemukan di dokumen
terdahulu, dalam bentuk cetak atau online, namun hampir setiap berita membutuhkan satu sumber primer. Pemberitaan berbasis fakta umumnya lebih credible (terpercaya),
lebih profesional dan lebih penting buat pembaca jika ada bukti berita
dari saksi mata langsung atau dari pihak pertama. Jika reporter tidak
menyaksikan langsung suatu kejadian, maka apakah dia berbicara dengan
saksi mata? ini penting bagi pembaca, dan jurnalis harus memenuhi
keinginan pembaca ini. Wawancara dapat dilakukan secara informal,
seperti bertanya kepada seseorang dikeramaian atau melalui telepon atau
email. Wawancara bisa juga dalam bentuk formal (resmi), dengan
kesepakatan mengenai waktu dan tempat wawancara. Banyak berita
mengkombinasikan beberapa cara wawancara.
Mahasiswa jurnalis harus menyadari bahwa menulis berita adalah berbeda dengan menulis paper atau esai, dimana selalu dibutuhkan sumber sekunder, meski penting, hanya menjadi latang belakang atau kelengkapan informasi untuk suatu berita.
Sebelum wawancara, reporter sebaiknya tidak bertanya spontan, namun perlu riset dan bahkan mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu. Eksplorasi setiap berita dimulai saat rapat staf reporter. Editor, reporter dan yang lainnya mengkaji sumber informasi potensial, termasuk wawancara personal, dan sudut pandang pengembangan cerita. Bahkan sebuah berita yang mungkin dimasukkan sebagai "news brief" - dibatasi satu atau dua paragraf - membutuhkan wawancara panjang dengan setidaknya satu narasumber. Berita yang lebih panjang, dengan banyak fakta dan sudut pandanga pengembangan, biasanya membutuhkan banyak wawancara dan beberapa wawancara personal.
Setelah berita didiskusikan dan terutama jika reporter tahu sedikit atau tidak tahu sama sekali tentang subjek berita, maka dia perlu melakukan riset fakta dasar, jika ada. riset ini akan membantu reporter menyusun kerangka pertanyaan untuk wawancara. Riset itu juga akan membantu selama penulisan setelah wawancara. Selain meriset subjek, reporter bisa melakukan riset tentang orang yang akan diwawancarai, dan ini biasanya amat membantu, terutama apabila orang itu adalah tokoh penting dan banyak koneksi.
Berdasarkan kompleksitas subjek dan perkiraan kedalaman wawancara, reporter menyusun daftar pertanyaan setelah riset awal terhadap subjek dan orang yang diwawancarai. Ini hanya bukan dilakukan oleh reporter pemula; reporter kawakan juga sering melakukan hal seperti ini demi memastikan kesuksesan wawancara. Pertanyaan yang telah disiapkan akan membantu reporter menjalankan wawancara secara lengkap. Rasa cemas dan gugup bisa jadi membuat reporter dan narasumber melupakan bebera atau bahkan semua pertanyaan. Jika pertanyaan itu ditulis dahulu, maka kecil kemungkinan hal itu terjadi; dan reporter boleh jadi nantinya hany aperlu menulis jawaban narasumber.
Daftar itu mesti diawali dengan satu atau beberapa pertanyaan ringan untuk mencairkan suasana dan menjalin rasa percaya antara reporter dan narasumber. Bahkan sebelum diajukan pertanyaan, tidak ada salahnya berbasa-basi atau "ngobrol ringan" sebentar. Reporter bisa mengawali dengan berbicara tentang cuaca atau hal-hal ringan yang menarik pada saat itu.Perbincangan untuk mencairkan suasana ini sering membuat perasaan nyaman. Akan tetapi, beberapa orang penting yang sibuk dan jadwalnya ketat mungkin ingin langsung masuk ke inti wawancara. Jadi reporter harus fleksibel. Reporter juga perlu mengendalikan wawancara; jika narasumber mulai melantur dan informasinya tak berguna, reporter perlu membawa narasumber kembali ke topik utama.
Sumber: Buku Pengantar Jurnalisme Tom. E. Roinicki
No comments:
Post a Comment
Silahkan baca dan share