BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Sejarah menunjukan bahwa manusia mengenal
partai politik sudah ada sejak saat era sepeninggal Nabi Muhammad SAW 14 abad
yang lalu, karena Nabi selain sebagai Rasul juga berhasil mendirikan pemerintahan
Islam di Saudi Arabia yang terbagi atas 4 (empat) golongan, yaitu : pertama,
Partai Bangsawan Quraisy Makkah (sebagai kelompok pendatang). Kedua,
partai Yahudi (kelompok minoritas). Ketiga, partai Bangsawan
Madina (kelompok pribumi) dan terakhir, partai keluarga Nabi.
Melalui partai-partai tersebut diadakan
Pemilihan Umum, dan itulah sebabnya sampai saat sekarang Negara-negara
mayoritas yang berpenduduk Islam membanggakan bahwa pemilihan umum pertama
secara demokratis diselenggarakan di Saqifah Sa’idah dikemudian hari, yang
sampai saat ini juga diikuti dan dicontoh oleh negara-negara Islam seperti
Indonesia, Malaysia, dan lain sebagainya, bahkan juga sudah diikuti oleh
Negara-negara di benua lainnya. [1]
1.2.3 Bagaimana peran partai politik di Indonesia, sejak awal
kemerdekaan, orde lama, orde baru dan era reformasi?
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1.3.1 Untuk mengetahui peran atau fungsi dari partai
politik di Indonesia
1.3.2 Untuk mengetahui keberadaan partai politik serta
pengaruhnya
terhadap sistem politik di Indonesia
1.3.3 Untuk mengetahui peran partai politik di Indonesia, sejak awal kemerdekaan, orde
lama, orde baru dan era reformasi?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Partai Politik Menurut UU NO.2 tahun 2008
Dalam undang-undang
No. 31 tahun 2002 tertuang dalam BAB V tentang partai politik. yaitu :
BAB
V
TUJUAN
DAN FUNGSI
Pasal
10
(1)
Tujuan umum Partai Politik adalah:
a. Mewujudkan cita-cita
nasional bartgsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menjaga dan memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. mengembangkan
kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
d. mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2)
Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. meningkatkan partisipasi
politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan
politik dan pemerintahan;
b. memperjuangkan cita-cita Partai
Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. membangun etika dan budaya
politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.
Pasal
11
(1)
Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
a. pendidikan politik
bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang
kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun,
dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan
negara;
d. partisipasi politik warga
negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik
dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan
memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
(2) Fungsi Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan secara konstitusional.
2.2 Pengertian dan Fungsi Partai Poltik
Masyarakat Indonesia pada umumnya sejak
kemerdekaan sudah tidak asing lagi mendengar atau melihat lembaga-lembaga
partai politik, apalagi sejak era otonomi daerah kita sering menjumpai di
daerah-daerah bahkan sampai pelosok adanya partai-partai politik, kaerena sejak
era otonomi daerah partai politik sudah banyak, mulai dari partai besar sampai
partai kecil ditambah lagi ditandai dengan adanya symbol atau baliho parpol
yang dipasang mulai dari gedung tinggi, rumah-rumah, jalan dan pohon-pohon kayu
yang pada umumnya yang ada keramaian.
Memang secara teori partai politik pertamanya
lahir di Negara-negara Eropa Barat, yang diakibatkan dengan meluasnya gagasan bahwa
rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta keiikutsertaan dalam
proses politik, maka itulah banyak pada saat sekarang ini partai politik lahir
secara spontan dan berkembang penghubung antara rakyat dengan pemerintah,
artinya partai politik menjadi perpanjangan tangan rakyat untuk menyampaikan
aspirasinya kepada Pemerintah.
Secara harfiah, politik dalam bahasa Arabnya
disebut “siyasyah” yang artinya siasat dan dalam bahasa Inggrisnya “Politics”.
Politik memang artinya strategi, cerdik dan bijaksana yang dalam kehidupan
sehari-hari mengartikan sebagai suatu cara untuk melakukan sesuatu didalam
mencapai tujuan. Melihat pengertian ini, sebenarnya setiap manusia sudah
berpolitik, apakah seorang pedagang, yang mempunyai pola pikir bagaiman
dagangannya bisa laku dan mempunyai untung yang besar, tentu yang dipakai
adalah siasat, kemudian seorang sopir, mempunyai pemikiran bagaimana supaya
dapat cepat sampai ditujuan dengan waktu yang cepat pula dan lain sebagainya.
Asal mula kata politik itu sendiri
berasal dari kata “polis” yang berarti Negara kota, dengan politik berarti ada
hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul
akan timbul aturan-aturan dan akhirnya adalah apa yang disebut dengan
kekuasaan. Kemudian kalau kita kaitkan dengan partai politik, adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik (biasanya dengan cara konstitusional)
untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Berikuti ini penyusun mencoba memberikan
pengertian-pengertian partai politik dari beberapa pendapat, antara lain :
Carl J Friedrich, bahwa
partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi
pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat idiil dan materiil.
Kemudian RH Soltou, mengatakan, bahwa partai politik merupakan sekelompok warga Negara yang
sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan
yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih dan bertujuan untuk
menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
Selanjutnya Sigmund Neumann, menyebutkan partai politik merupakan organisasi dari aktivitis-aktivis
politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut
dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau
golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Dengan melihat beberapa pengertian
diatas, jelas bahwa memang partai politik merupakan sarana, alat atau wadah
bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Masyarakat bebas memilih partai
politik mana yang dianggap bisa menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah, dan
partai politik juga berlomba-lomba juga untuk menarik simpatisan/masyarakat
untuk dijadikan warga partai, karena semakin banyak jumlah anggota partainya
maka semakin besar pula keberadaan partai tersebut, yang ditandai dengan jumlah
keterwakilan di lembaga perwakilan rakyat, mulai dari DPRD Kabupaten/Kota, DPRD
Provinsi dan DPR RI[2]
Sebelum menginjak pada
pembahasan tentang peran partai politik dalam proses pembuatan dan penerapan
kebijakan di Indonesia, alangkah lebih baiknya jika kita menilik kembali
sebenarnya apa arti dan fungsi dasar partai politik tersebut. Partai politik
sendiri telah menjadi ciri penting dalam sebuah politik modern (Budi Winarno,
2008 : 98). Hampir dapat dipastikan bahwa partai-partai politik telah menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari sebuah sistem politik, baik itu sebuah sistem
politik yang demokratis maupun sistem politik yang otoriter sekalipun. Sigmund
Neumann mengartikan partai politik sebagai organisasi artikulatif yang terdiri
dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang
memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang
bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian, partai politik
merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan
ideology-ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan
yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih
luas (Sigmund Neumann, 1963 : 352).
Dalam Negara demokratis, partai politik menyelenggarakan beberapa
fungsi; salah satu fungsi ialah sebagai sarana komunikasi politik. Arus
informasi dalam suatu Negara bersifat dua arah., artinya berjalan dari atas ke
bawah dan dari bawah ke atas. Kedudukan partai dalam arus ini adalah sebagai
jembatan antara “mereka yang memerintah” dan “mereka yang diperintah” (Miriam
Budiardjo, 1982 : 14) Namun secara garis besar, fungsi-fungsi partai politik
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi artikulasi kepentingan
Artikulasi kepentingan adalah suatu proses peng-input-an sebagai
kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk
dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya
dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan public. Pemerintah
dalam mengeluarkan keputusan dapat bersifat menolong masyarakat dan bisa pula
dinilai sebagai kebijakan yang justru menyulitkan masyarakat (Koirudin, 2004 :
86).
2. Fungsi agregasi kepentingan
Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan
yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi
alternative-alternatif pembuatan kebijakan public. Agregasi kepentingan
dijalankan dalam “sistem politik yang tidak memperbolehkan persaingan partai
secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di tingkat atas, mampu dalam
birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai kebutuhan dari rakyat dan
konsumen” ( Koirudin, 2004 : 92).
3. Fungsi sosialisasi politik
Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan
nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang
dianut oleh suatu Negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau dengan kata lain
untuk membentuk suatu sikap dan keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang
melalui proses yang berlangsung tanpa henti (Koirudin, 2004 : 94).
4. Fungsi rekrutmen politik
Tujuan partai politik dimanapun mereka berada adalah dalam rangka
meraih kekuasaan. Untuk itu, mereka perlu melakukan rekruitmen terhadap
pemimpin-pemimpin politik yang mampu menopang kekuasaan yang mereka raih (Budi
Winarno, 2008 : 98). Partai politik pastinya akan menempatkan anggotanya untuk
menduduki jabatan-jabatan strategis di pemerintahan.
5. Sebagai sarana kontrol pemerintah
(Firmanzah, 2008 : 73)
Terdapat dua mekanisme partai politik dalam menyalurkan sikap
kritis terhadap pemerintah. Pertama, sikap kritis disalurkan dan dicerminkan
oleh wakil-wakil partai politik yang terdapat dalam lembaga legislative.
Lembaga legislative ini mempunyai beberapa fungsi, bisa sebagai partner
pemerintah, dan sekaligus mengusulkan rancangan undang-undang yang akan
diimplemantasikan pemerintah. Ketika partai politik melihat ketidakberesan
dalam situasi dan kondisi sosial masyarakat, mereka dapat mengusulkan rancangan
undang-undang yang dapat mengubahnya. Pada kenyataannya, hal ini tidak mudah
dan otomatis dapat dilakukan, mengingat pola pengambilan keputusan yang sangat
kompleks dan kerap terjadi negosiasi politik antarfraksi. Kedua, partai politik
dapat menyuarakan analisis dan sikap kritisnya melalui jalur non parlementer,
misalnya dengan jalan diskusi dan debat public tentang kebijakan pemerintah.
Bisa juga dilakukan dialog dengan media massa untuk pembentukan opini public
sehingga mendapatkan dukungan politis publik.
2.3. Peran Partai Politik dalam Komunikasi
Politik di Indonesia
Peranan partai politik
yang secara sederhana dapat diartikan sebagai representation of idea, yaitu
bertindak untuk mewakili kepentingan-kepentingan warga, memberikan jalan
kompromi bagi pendapat/tuntutan yang saling bersaing, serta menyediakan sarana
kompromi bagi suksesi kepemimpinan politik secara damai dan legitimate.
(Budiharjo, 2007)
Dalam konteks parpol
sebagai “jembatan” komunikasi antara rakyat dan pemerintah (yang berkuasa),
maka partai politik melalui jajaran struktural partai pada berbagai tingkatan
administratif harus secara aktif menjadi bagian dalam kehidupan sosial dan
politik dalam suatu entitas masyarakat tertentu.
Sebagai salah satu
institusi demokrasi yang memegang peranan penting dalam proses demokrasi, maka
partai politik harus dapat menempatkan posisinya secara aktif dan kreatif dalam
rangka menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai representation of idea. Partai
politik, bersama-sama dengan institusi demokrasi lainnya seperti lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers, harus secara konsisten melaksanakan
tugas dan fungsi-fungsinya baik pada masa persiapan pemilihan umum (pre
election) maupun pada masa setelah pemilihan umum (post election).
Pada masa sebelum
pemilihan umum sampai dengan pelaksanaan pemilihan umum partai politik bertugas
untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya untuk memperoleh jumlah kursi yang
banyak di lembaga legislatif pada semua tingkatan, mulai dari DPR RI, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan pada masa pasca pemilihan umum
sampai dengan pelaksanaannya di periode selanjutnya, partai politik idealnya
tetap harus melakukan kegiatan-kegiatan yang diarahkan pada tujuan organisasi
dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pemilihan umum di periode selanjutnya.
Dengan demikian partai politik memiliki peranan dan kekuatan politik yang besar
dalam system pemerimtahan demokrasi.
1. Awal kemerdekaan
Pada
awal kemerdekaan, partai politik belum berperan secara optimal sebagai wadah
menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya gejolak
dan ketidakpuasan sekelompok masyarakat yang merassa aspirasinya tidak
terwadahi dalam bentuk gerakan-gerakan separatis seperti proklamasi Negara
islam Indonesia oleh kartosuwiryo tahun 1949. Dari peristiwa tersebut dapat
disimpulkan bahwa partai politik sebagai sarana penyalur aspirasi masih memiliki kekuatan politik yang lemah.
Sejak proklamasi
kemerdekaan indonesia tanggal 17 Agustus 1945
ruang demokrasi yang luas untuk kepartaian terbuka lebar akan tetapi
pada saat PPKI sebagai dewan konstituante
memutuskan membentuk satu partai tunggal dengan pertimbangan bahwa
sistem multi partai akan memecah belah rakyat dan akan menimbulkan kekacauan
dengan demikian di bentuklah Partai Nasional Indonesia.Tujuan utama pendirian
partai ini adalah untuk memperkuat persatuan bangsa dan negara serta membela
republik indonesia yang berdaulat, adil dan makmur .Inilah kebutuhan di
dirikannya Partai Nasional Indonesia akan tetapi ketika terjadi protes rakyat dan elit politik yang tidak setuju
dengan satu partai tunggal maka pemerintah melalui wakil presiden M. Hatta
mengeluarkan maklumat yang pada intinya berisi memberikan kesempatan kepada
rakyat untuk mendirikan partai politik. Maklumat itu kemudian dikenal dengan
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Partai politik yang muncul setelah
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 dikeluarkan antara lain Masyumi,
Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat
Jelata, Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik,
Permai, dan PNI serta partai - partai kecil lainnya.
Dari terbukanya ruang
demokrasi ini pemilu di anggap satu-satunya solusi untuk memilih pemimpin atau
mengatur berbagai kebijakan negara dalam mengurus serta membagi kewenangan
pemerintahan.
Di masa awal
kemerdekaan ini partai politik belum berperan secara optimal sebagai wadah
untuk menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya
berbagai gejolak dan ketidak puasan di sekelompok masyarakat yang merasa
aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk gerakan-gerakan separatis seperti
proklamasi Negara Islam oleh Kartosuwiryo tahun 1949, terbentuknya
negara-negara koloni baru belanda yang bernuansa kedaerahan.Negara-negara baru
ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan.
Namun mengapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh rakyat di wilayah
itu? Jawabannya adalah bahwa aspirasi rakyat berbelok arah mengikuti
aspirasi penjajah, Karena tersumbatnya saluran aspirasi yang disebabkan
kapasitas sistem politik. Negara baru buatan belanda ini sesungguhnya merupakan politik “devide at impera” Belanda.
Belum cukup memadai untuk mewadahi berbagai aspirasi yang berkembang. Di sini
boleh dikatakan bahwa rendahnya kapasitas sistem politik, lebih disebabkan oleh
karena sistem politik masih berada pada tahap awal perkembangannya.Artinya
kondisi ini bisa di maklumi
2. Era orde lama
Di zaman pemerintahan
orde lama peran partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat masih belum
terlaksana sesuai yang diharapkan. Partai politik cenderung terperangkap oleh
kepentingan partai dan kelompoknya masing-masing dan bukan kepentingan rakyat
secara keseluruhan. Sebagai akibatnya adalah terjadinya ketidak stabilan system
kehidupan politik dam kemasyarakatan
yang ditandai dengan ketidakstabilan system politik. Namun di awal era
ini atau pada masa demokrasi terpimpin partai politik memiliki kekuatan yang
sangat besar dalam system pemerintahan, karena pada massa itu presiden sukarno
menjadikan politik sebagai panglima, sering terjadinya pergantian cabinet pada
masa demokrasi liberal 1950-1959 menunjukkan bahwa partai politik sangat
memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan.
Namun pada masa demokrasi terpimpin tahun 1959
pasca dekrit presiden kekuatan partai politik mengalami penurunan karena
keputusan politik pada masa itu banyak ditentukan oleh presiden. Berdasarkan
penpers no. 7 tahun 1959 tanggal 31 desember 1959, kehidupan partai politik
ditata ulang dengan menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai
politik, partai politik yang tidak memenuhi syarat dibubarkan. Dengan
dikeluarkanya penpers itu, maka parttai politik yang masig dapat bertahan
anatara lain, PNI, Masyumi, Partai NU, PKI, Partai katolik, PARKINDO, PSI,
Partai Murba, Partai IPKI, PSII, dan Partai Perti. Dalam keadaan seperti itu,
kekuatan politik yang ada pada waktu itu adalah presiden dan ABRI, serta
beberapa partai terutama PKI (Badrika, 2006).
3. Era orde baru
Di zaman orde baru
peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mencoba ditata
melalui UU no. tahun 1973, partai politik yang jumlahnya cukup banyak ditata
menjadi 3 kekuatan politik yang terdiri dari 2 parta politik yaitu PPP dan PDI
serta 1 Golkar. (Badrika, 2006). Namun penataan partai politik tersebut tidak
membuat semakin berperanya partai politik sebagai sarana aspirasi politik
rakyat dalam pembuatan keputusan. Partai politik yang diharapakan dapat
mewadahi aspirasi politik yang natinya akan menjadi kebijakan public tidak
terwujud. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kebijakan politik yang dihasilkan
pada pemerintahan orde baru ternyata kurang memeperhatikan aspirasi politik
rakyat dan cenderung merupakan sarana legitimasi penguasa dan kelompok tertentu.
Pada masa ini partai
politik hampi tidak memiliki peranan berarti, politik sama sekali tidak
ditempatkan sebagai kekuatan politik namun lebih pada mesin politik pemerintah
dan sebagai asseoris demokrasi.
4 . Era reformasi
Di masa inilah partai politik,mendapatkan
ruang yang luas untuk mewujudkan wujud
diri sebagai organisasi yang memiliki peran dan fungsi memobilisasi rakyat atas
nama kepentingan-kepentingan politik sekaligus memberi legitimasi pada proses-proses
politik, di antaranya adalah tentang “suksesi” kepemimpinan nasional. Namun
harapan ini membentur pada konflik antara partai politik dimana dalam pemilu 1999, terjadi penolakan terhadap Habibie juga
Megawati Soekarnoputri dari satu kelompok terhadap kelompok yang lainnya.Ini
artinya partai politik menyuarakan kepentingan rakyat akan tetapi secara dalam
hubungan dengan partai berada dalam masaha ketidak profesionalan. Penolakan
terhadap Habibie sebagai representasi penolakan terhadap “Orde Baru”, yang
memiliki kaitan kuat dengan Soeharto. Sementara terhadap Megawati, penolakan
dilakukan oleh partai-partai Islam beserta Golkar yang memanfaatkan isue
“haram” presiden wanita. Gerakan “asal bukan” Habibie atau Megawati yang
akhirnya melahirkan bangunan aliansi partai-partai Islam (PAN,PPP,PBB, dan
Partai Keadilan) yang dikenal kala itu sebagai kelompok “Poros Tengah”.
Bangunan aliansi yang
dilakukan poros tengah yang kemudian menyeret PKB untuk menghianati PDI
Perjuangan dan mengusung K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden
Republik Indonesia setelah Habibie. Namun dalam perjalanannya, keakraban Amien
Rais (sebagai pemimpin poros tengah) dan Gus Dur terberai kembali akibat dari
perbedaaan-perbedaan kepentingan politik yang dilakukan masing-masing.
Pada keterberaian ini
pula yang meruntuhkan legitimasi politik Gus Dur sebagai Presiden, walaupun
disisi lain, terdapat berbagai kepentingan politik yang ikut meramaikannya
seperti kepentingan politik militer, PDI Perjuangan, kelompok penguasa
“korporatisme” nasional yang dihegemoni Soeharto atau Orde Baru, termasuk
kepentingan modal asing atau Negara lain (seperti Amerika Serikat, Uni Eropa)
yang terusik atas beberapa kebijakan ekonomi nasional yang dilakukan Kabinet
Gus Dur serta dari kelompok kepentingan ideologis yang radikal untuk mengubah
konsepsi Indonesia menjadi berkarakter politik Islam atau demokrasi Liberal.
Dari tarikan
kepentingan kekuasaan “suksesi” nasional yang dilakukan para elite, yang
selanjutnya membangun perspektif tersendiri dalam konflik-konflik konstitusi di
Indonesia . Seperti dalam kejatuhan K.H. Abdurrahman Wahid memperkuat perlunya
tindakan “amandemen” atas UUD 1945, karena konstitusi tersebut membuka
perseteruan “interpretasi” dan dianggap menjadi sumber kekacauan ketatanegaraan
di Indonesia. Terlebih pada perdebatan sistem politik Indonesia , apakah
presidensil atau parlementer? Dalam kasus Gus Dur, sistem presidensil versi UUD
1945 terbukti rentan, dan bisa terdeviasi pada sistem parlementer.
Maka dari sistem yang
mendua, MPR periode 1999-2004 melakukan perubahan terhadap UUD 1945 dalam kekuasaan politik Soeharto tindakan
amandemen merupakan tindakan yang diharamkan walau terdapat beberapa amandemen
yang ditengarai tidak sejalan dengan keinginan rakyat terutama mengenai pasal-pasal
politik yang krusial, bahkan beberapa pasal-pasal yang diamandemen meletakan
pada bentuk “konspirasi” demi kepentingan dan penyelamatan terhadap
kelompok-kelompok tertentu. Dan tidaklah menjadi aneh jika dimasa Megawati
(pasca Gus Dur) dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus 2001 mengusung “komisi
konstitusi”, yang berkembang di Sidang Tahunan MPR 2001 dan memunculkan
perbedaan tajam antara sikap “konservatisme” di majelis karena kegagalannya
membentuk komisi dan tidak mampu melakukan perubahan-perubahan atas pasal-pasal
krusial. Padahal tanpa komisi konstitusi independent akan menjadi kesulitan
untuk dapat menghasilkan dasar-dasar berbangsa dan bernegara yang lebih
demokratis serta mencerminkan kepentingan rakyat.
Kemudian dalam
kepemimipinan Megawati Soekarno purti kekuatan kepartaian terus menguat
terutama persaingan politik antara aliran politik nasionalis dan aliran politik
agamis. Golongan Karya bagaimanapun juga mempunya hubugan historis yang tidak
perna berbarengan degan PDI - Perjuangan.Kekuatan nasionalis terpecah menjadi
dua bagian.Peluang ini di manfaatkan kelopok nasionalis lainnya untuk menaikan
citra politik masanya dengan melakukan pembusukan dari luar terhadap
partai-partai lama yang berkuasa .Dalam pemilihan Umum 2004 Partai Nasionalis
aliran nasionalis – religus yakni demokrat memenagkan pemilihan presiden secara
langsung. SBY – JK Golkar memainkan JK sebagai calon dari partai Golkar dan
kolaborasi yang menarik mernjadi kekuatan yang cukup sepurna dan Persoalan lain
adalah degan adanya partai politik yang terlalu banyak dalam pemilu setelah
selesai pemilihan umum presiden dan legislatif dan eksekutif di puat daerah
propinsi,kabupaten/kota mengalami masalah yang berkebanjangan yang kemudian
berdampak pada tindakan-tindakan kekerasan yang terjadi hamper di seluruh
Indonesia.Dengan sejumlah masalah yang banyak dalam dalam pemilihan-pemilihan
umum partai politik di Indonesia mendapat riuang yang besar dan menda[patkan
pemasukan dari para kandidikat yang maju menjadi calon di legislattif maupun di
eksekutif.Peran partai politik semakin kuat
dabn semakin tidak terkontrol dalam pemilihan umum 2009 Partai politk
tetap menjadi lembaga yang sakral untuk menentukan karir politik para politisi
yang hendak mencalonkan diri.Karena partai politik sudah menjadi lembaga yang
moderat di pemilihan umum 2009 untuk pemilihan presiden SBY merangkul orang
netral dan sebagai ekonom dan itu adalah suatu strategi yang menarik sehingga
dalam pemilihan umum 2009 SBY - Boediyono menang dalam pemilihan umum 2009 dan
yang menjadi pertanyaan hingga hari ini partai demokrat menang dalam pemilihan
umum 2009 dari mana kemenagan itu dan bagaimana kemenagan itu sampai hari ini
pertanyaan itu menjadi misterius dan belum ada jawabannya.Kasus Cikias di
angkat dalam rangkaian menjawab pertanyaan itu akan tetapi kasus cikias
menghilang begitu saja.Kasus Ceanturypun demikian ,Kasus Mafia Pajakpun
demikian dan berbagai kasus korupsi di masa kepemimpina SBY-JK dan
SBY-Boediyono saat ini.
Partai politik menjadi
kendaraan politik yang mempunyai legitimasi yang kuat akan tetapi kepentingan
rakyat sudah tidak lagi terlihat secara nyata oleh karena partai politik
menjadi alat elit politik.
2.4. Perbandingan peran partai poitik di era,
kemerdekaan, orde lama, orde baru dan era baru
Melihat peranan partai
politik yang sangat signifikan dalam sisitem demokrasi di Indonesia, perlu
adanya perbaikan dalam tubuh partai politik Indonesia. Peran yang sedemikian
besar dalam demokrasi di Indonesia
justru berbanding terbalik dengan kinerja partai politik saat ini, yang hanya
focus pada perebutan kekuasaan dan kepentingan kelompok yang hanya bekerja pada
saat menjeang pemiihan umum serta mengabaikan fungsi utama partai politik. Oleh
karena itu diharapakan partai politik mampu menjalankan fungsi sebagai sarana
komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, serta rekuitmen politik.
Sebagai sarana
komunikasi politik, kader-kader partai politik yang ada legisatif harus selalu
intensive dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat yang diwakilinya, mereka
harus melakukan pertemuan rutin dengan para konstituen sehingga wakil rakyat
yang ada di legislative benar-benar mewakili
suara rakyat. Dalam hal ini partai politik memiiki peran untuk
mengontrol kader-kadernya sehingga peran partai poitik sebagai jembatan atau
sarana komunikasi antar rakyat dan pemerintah berjalan dengan baik.
Sedangkan sebagai
sarana sosialisasi politik, partai politik harus selau aktif memberikan
sosialisasi terhadap masyarakat akan kepedulian dan kesadaran politik, dalam
hal ini partai politik tidak hanya bekerja ketika tahun-tahun menjelang pemilu
saja, tapi partai politik juga terus bekerja sepanjang tahun karna partai
politik bertanggung jawab dalam melakukan pendidikan politik terhadap seluruh
warga negara demi kemajuan sistem demokrasi yang ada.
Sebagai sarana rekuitmen
politik, ini merupakan fungsi partai
politik yang paling penting dalam sistem demokrasi, baik buruknya suatu
pemerintahan tergantung actor-aktor yang menjalankanya. Oleh karena itu partai
politik harus selektif dalam melakukan rekuitmen, tidak hanya melakukan hal
pragmatis demi kepentingan kelompok saja. Diharapkan partai politik mampu
menyeleksi dan mendidik kader-kader yang militan yang siap untuk mengabdikan
dirinya terhadap pemerintahan sehingga pemerintahan yang ada benar-benar
dikendalikan oleh orang-orang yang berkualitas bukan orang-orang karbitan.
Jika partai politik
mampu menjalankan fungsinya dengan baik maka cita-cita yang ada dalam pembukaan
dalam undang-undang dasar dan niai-nilai dalam pancasila bukan hanya sekedar
harapan, bukan hanya sekedar hanyalan tapi akan benar-benar dapat dirasakan.
2.5. Peran Partai Politik Dalam Proses Pembuatan
dan Penerapan Kebijakan di Indonesia
Seperti kita ketahui bahwa dalam teori sistem menurut David
Easton, terdapat tiga proses yang menjadi saluran bagi terselenggaranya sebuah
sistem, yaitu input, process dan output. Input terdiri dari tuntutan dan
dukungan yang datang dari masyarakat, process yang tidak lain adalah proses
pembuatan kebijakan, dan output yang berhubungan dengan proses pelaksanaan kebijakan.
Seperti kita ketahui, Gabriel Almond dalam teori sistemnya
menjelaskan bahwa ada unsur-unsur yang melingkupinya, yaitu adanya kelompok
kepentingan (interest group), partai politik, badan legislative, badan
eksekutif, brokrasi dan badan yudikatif. Unsur-unsur tersebut melekat pada
fungsi input dan output. Fungsi input dalam sistem ini meliputi berbagai hal,
seperti artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi politik,
komunikasi politik, dan rekruitmen politik. Sedangkan pada fungsi output,
terdapat unsur-unsur seperti pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan
ajudikasi kebijakan.
Jika kita mencermati lebih lanjut, hal-hal yang terdapat
pada fungsi input, seperti artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan,
sosialisasi politik, komunikasi politik, dan rekruitmen politik, hal-hal
demikian juga melekat pada fungsi utama partai politik.
Hal itulah yang membuat partai politik merupakan elemen yang
begitu penting dalam berjalannya suatu sistem politik di suatu Negara, tak
terkecuali Indonesia. Lebih lanjut lagi, Gabriel Almond juga mengemukakan bahwa
ada dua elemen penting dalam proses pembuatan dan penerapan kebijakan, yaitu
kelompok kepentingan dan partai politik. Hal itu semakin mempertegas akan
besarnya peranan partai politik dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan di Indonesia yang dijelaskan sebagai berikut:
a.
Dalam proses pembuatan kebijakan
Dalam proses pembuatan kebijakan, partai
politik tentu memegang peranan yang sangat besar. Seperti kita ketahui,
presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara di Indonesia pada saat
ini dipilih secara langsung oleh rakyat dan pastinya diusung oleh suatu partai
politik. Oleh sebab itu pastilah presiden dalam menjalankan perintahnya sedikit
atau banyak dipengaruhi oleh kebijakan partai politik yang mengusungnya, karena
dalam hal ini eksekutif adalah implementasi dari partai politik yang
mengusungnya. Di Indonesia sendiri seperti yang tertuang pada Undang-undang
Dasar tahun 1945 pasal 5 ayat 1, diatur bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan
undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan dalam pasal 20 ayat 4
disebutkan Presiden mengesah rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang. Hal itulah yang secara tidak langsung
membuat partai politik dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan melalui
badan eksekutif.
Melalui badan
legislatif, partai politik juga dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.
Hampir sama seperti penjelasan sebelumnya, orang-orang yang duduk dalam
parlemen pastilah juga diusung oleh partai politik pada saat pemilihan umum
berlangsung. Seperti halnya presiden, legislatif yang ada di Indonesia yaitu
DPR juga mempunyai pengaruh dalam proses pembuatan kebijakan, hal ini diatur
dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 amandemen pertama dalam pasal 20 ayat 1
yang menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
undang-undang. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa proses pembuatan
kebijakan yang dilakukan DPR kaitannya dengan pembentukan undang-undang
dikuasai penuh oleh DPR yang didalamnya adalah partai politik.
Selain melalui badan
eksekutif dan legislatif seperti pada dua penjelasan sebelumnya, partai politik
juga dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan dengan melalui mekanisme
yang ada pada tubuh partai politik itu sendiri, yaitu menyampaikan
aspirasi-aspirasinya kepada pihak yang berwenang dengan cara “lobby”.
b.
Dalam proses penerapan kebijakan
Partai politik pada
dasarnya merupakan sarana penghubung (intermediary) antara masyarakat dan
Negara. Sehingga, apabila ada hal yang menjadi pertentangan atau kesalahpahaman
antara masyarakat dan negara seharusnya dapat dijembatani oleh partai politik.
Di negara-negara
demokrasi, terdapat kebebasan untuk mengemukakan peendapat bagi warga
negaranya, termasuk dalam hal ini boleh menyampaikan kritik kepada rezim yang
berkuasa. Kebijakan yang diambil oleh Negara mungkin saja tidak sesuai dengan
kehendak dari rakyat. Oleh karena itu, partai politik dalam hal ini mulai
memainkan salah satu perannya, yaitu fungsi kontrol terhadap pemerintah, baik
melalui orang-orangnya yang duduk di parlemen atau yang berada di luar
parlemen. Anggota partai politik yang berada di dalam parlemen sangat berperan
dalam pembuatan kebijakan, seperti yang dibicarakan di bagian sebelumnya.
Kebijakan yang dihasilkan pemerintah harus diluruskan atau diperbaiki jika
tidak berpihak pada rakyat.
Fungsi partai politik
sebagai sarana untuk mengkritik rezim yang berkuasa sebenarnya mempunyai kaitan
yang erat dengan fungsi partai politik sebagai sarana pembuatan kebijakan.
Apabila suatu ketika partai politik memegang tampuk pemerintahan dan menduduki
badan perwakilan rakyat secara mayoritas, maka dapat dinyatakan bahwa partai
politik tersebut dapat melaksanakan fungsi sebagai sarana pembuatan kebijakan
(Haryanto, 1984 : 41).
2.6. Dinamika
Proses Pembuatan dan Penerapan Kebijakan di Indonesia
a.
Orde Lama
Pada periode ini,
seperti kita ketahui bahwa pada dasarnya sistem politik berjalan cukup baik,
namun tidak semua berjalan dengan baik, karena ada hal politis dibalik proses
pembuatan dan penerapan kebijakannya. Pada masa ini, Soekarno mendominasi dalam
pemerintahan. Sebenarnya fungsi input (sosialisasi dan rekruitmen politik) pada
masa ini berjalan dengan baik, karena adanya sistem multipartai yang pada masa
ini partai-partai yang ada sedang sibuk dengan penonjolan identitas berupa
ideology masing-masing. Pada masa ini ada pula badan legislative berupa KNIP
(Komite nasional Indonesia Pusat) yang berfungsi sebagai pengolah tuntutan dari
masyarakat.
b.
Orde Baru
Tidak jauh berbeda
dengan masa orde lama, pada masa ini ada tiga actor yang menonjol, yaitu:
1.
Presiden : Presiden Suharto berkuasa atas segalanya, DPR tidak berarti
apa-apa.
2.
Wakil Presiden : bertindak sebagai cadangan presiden.
3.
Kabinet : terdiri dari para menteri, berfungsi sebagai pembentuk agenda
karena mempunyai departemen sendiri, ikut kemana presiden pergi.
c.
Masa Reformasi
Pada masa ini terjadi
perubahan sistemik dalam demokrasi, yaitu penghapusan kepemimpinan yang
otoriter. Pada masa ini dimungkinkan terjadinya checks and balances jika output
tidak sama dengan input.
2.7.
Pergeseran Fungsi Partai Politik di Indonesia
Partai politik yang diharapkan bisa bertindak
optimal dalam menjalankan perannya sebagai intermediary atau bisa disebut
sebagai jembatan antara pemerintah dengan rakyatnya nampaknya mulai menampakkan
tanda-tanda pergeseran fungsinya. Di Indonesia sendiri, partai yang seharusnya
bisa membawa suara rakyat kepada pemerintah berkuasa malahan bergeser fungsi
menjadi suatu kendaraan politik yang bertujuan semata-mata untuk bisa
memperkaya orang-orang didalamnya saja atau dimanfaatkan sebagian oknum agar
bisa menduduki jabatan-jabatan public semata. Padahal masyarakat (modern) lebih
melihat politik sebagai proses aktualisasi diri dan kepentingan mereka yang
akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan publik (Michael Howlett, 1998 : 3). Hal
ini tentu berdampak besar pada sistem politik di Negara tersebut, fungsi input
yang melekat pada partai politik hanya dianggap sebagai wacana yang tidak wajib
untuk dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut.
Akibatnya rakyat harus menanggung dengan mengikuti kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah yang isinya sangat tidak sesuai dengan kepentingan dan harapan
mereka sebagai rakyat. Hingga pada akhirnya rakyatnya tidak sejahtera, semakin
terpuruk, namun malah politisi-politisi kita yang berada di pemerintah, yang
diusung oleh partai politik itu menjadi semakin sejahtera bermandikan harta
akibat membuat keputusan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.
BAB
3
KESIMPULAN
Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat
penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang
sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan
banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan
demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942), “Political parties created democracy”. Karena itu, partai merupakan
pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization)
dalam setiap sistem politik yang demokratis.
Secara harfiah,
politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” yang artinya siasat dan dalam
bahasa Inggrisnya “Politics”. Politik memang artinya strategi, cerdik dan
bijaksana yang dalam kehidupan sehari-hari mengartikan sebagai suatu cara untuk
melakukan sesuatu didalam mencapai tujuan. Asal mula kata politik itu sendiri
berasal dari kata “polis” yang berarti Negara kota, dengan politik berarti ada
hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul
akan timbul aturan-aturan dan akhirnya adalah apa yang disebut dengan
kekuasaan.
Dengan melihat
beberapa pengertian diatas, jelas bahwa memang partai politik merupakan sarana,
alat atau wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Masyarakat
bebas memilih partai politik mana yang dianggap bisa menyampaikan aspirasinya
kepada Pemerintah, dan partai politik juga berlomba-lomba juga untuk menarik
simpatisan/masyarakat untuk dijadikan warga partai.
Pada umumnya, para ilmuwan politik
biasa menggambarkan adanya 4 (empat) fungsi partai politik. Fungsi partai
politik itu menurut Miriam Budiardjo, yaitu meliputi sebagai sarana. Yaitu sarana
komunikasi politik, sosialisasi politik, dan rekruitmen politik. Namun, Dalam
istilah Yves Meny dan Andrew Knapp , fungsi partai politik itu mencakup fungsi
(i) mobilisasi dan integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap
perilaku memilih (voting patterns); (iii) sarana rekruitmen politik; dan (iv)
sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan. Keempat fungsi tersebut sama-sama
terkait satu dengan yang lainnya.
1.
Sarana
komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya
mengartikulasikan (menyambungkan) kepentingan (interests articulation) atau
“political interests” yang terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam
masyarakat.
2.
Sarana
sosialisasi politik, untuk dapat menjadi pemenang didalam Pemilihan Umum
(Pemilu) serta menguasai pemerintah (dalam artian menjadi KEPALA DAERAH,
PRESIDEN ataupun pimpinan lainnya), partai politik harus bisa mensosialisasikan
dan mendapatkan dukungan masyarakat sebanyak mungkin, dengan mengedepankan
bahwa partai politik berjuang untuk masyarakat dan kepentingan umum.
3.
Sarana rekruitmen politik
(political recruitment) Partai
politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk
turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political
recruitment), dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi
politik.
4.
Sebagai
pengatur atau pengelola konflik (conflict management) partai berperan sebagai
sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan ragam
kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai.
Berdasarkan
paparan diatas, dapat diketahui bahwa partai politik merupakan salah satu
elemen penting dalam system politik di suatu Negara. Terlebih pada proses
pembuatan dan penerapan kebijakan. Dalam proses pembuatan kebijakan, partai
politik berperan sangat besar, mengingat adanya keterlibatan partai politik di
dalam eksekutif, legislative, dan dalam mekanismenya sendiri, yaitu melalui
lobby-lobby politik. Dalam proses penerapan kebijakan, partai politik juga
mempunyai andil berupa control atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Tapi peran partai politik di Indonesia pada saat ini telah bergeser menjadi
kendaraan politik yang dikemudikan oknum-oknum tertentu yang hanya mementingkan
kepentingan pribadi atau partainya semata, bukan kepentingan rakyat, sehingga
tak pelak, system politik di dalam Negara tersebut juga mengalami suatu
pergeseran sehingga system tersebut tidak berjalan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Dinamika
Partai Politik dan Demokrasi.
Budiardjo, Miriam. 2000. Pengantar
Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Budi
Winarno. 2008. Sistem Politik Indonesia era Reformasi. Jakarta: Medpress
Firmanzah.
2008. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Haryanto,
Drs. 1984. Partai Politik: Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Liberty
Koirudin. 2004. Partai Politik dan
Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Michael Howlett. 1998. Policy
Subsystem Configurations and Policy Change: Operationalizing the
Post-positivist Analysis of the Politics of the Policy Process. Policy Studies
Journal. Vol 26
Miriam Budiardjo. 1982. Partisipasi dan Partai Politik: Suatu
Pengantar. Jakarta: Gramedia
Sigmund Neumann. 1963. “Modern
Political Parties”, Comparative Politics: A Reader, diedit oleh Harry E.
Eckstein dan David E. Apter. London: the Free Press of Glencoe
Yves
Meny and Andrew Knapp. 1998. Government and Politics in Western Europe:
Britain, France, Italy, Germany, third edition. Oxford University Press.
Internet
[1]
www.sumbarprov.go.id:
Tauhid, H.M, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan,
dipublikasi, 2013, diakses 1 April 2015 (http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/290-teras-sumbar/artikel/1481-peranan-partai-politik-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan.html).
LAMPIRAN
4. fungsi penerapan kebijakan. mengalami pergeseran,
lebih mementingkan elite partai daripada masyarakat. bagaimana proses
menjalankan fungsi jika tidak pro masyarakat.
5. peran parpol dalam pembuatan kebijakan ada kendala.
proses penerapan ada kaitan dengan pembuatan kebijakan tidak. pergeseran parpol
seperti apa.
6. ketika dijalankan oleh elit partai ketika orba dan
awal kemerdekaan, sekarang apakah sama? pembuatan dan penerapan. perbandingan
parpol di pembuatan dan penerapan di setiap era. fungsi dan peran parpol di
semua era berjalan atau tidak?
7. lebih bagus mana jaman awal kemerdekaan dengan era
reformasi
8. peran dan fungsi parpol, menciptakan situasi
kondusif apakah berjalan?
1. keaktifan partai di jaman dulu tidak aktif sekarang
aktif, kebijakan pemerintah tidak menguntungkan rakyat. ideologi partai dan
ideologi negara tidak sejalan apakah terjadi disfungsi politik. pendapat
mengenai peran parpol di jaman sekarang.
2. parpol sekarang apakah sudah berperan sesuai UUD.
fungsi agregasi kepentingan parpol.
[1] www.sumbarprov.go.id: H.M
Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi,
2013.
[2] www.sumbarprov.go.id: H.M
Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi,
2013.
[3] Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2000, hal.
163-164.
[4] Yves Meny and Andrew Knapp,
Government and Politics in Western Europe: Britain, France, Italy, Germany,
third edition, Oxford University Press, 1998.
[5] www.sumbarprov.go.id: H.M
Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi,
2013.
[6] www.sumbarprov.go.id: H.M
Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi,
2013.
[7] Jimly Asshiddiqie, Dinamika Partai
Politik dan Demokrasi,
[8] www.sumbarprov.go.id: H.M
Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi,
2013.
[9] Jimly Asshiddiqie, Dinamika
Partai Politik dan Demokrasi, ???
[10] www.sumbarprov.go.id: H.M
Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi,
2013.
[11] www.sumbarprov.go.id: H.M
Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi,
2013.
No comments:
Post a Comment
Silahkan baca dan share