Home About
JIKA ADA YANG DITANYAKAN ATAU DATA YANG KALIAN BUTUHKAN, SILAHKAN BERKOMENTAR PADA MATERI TERSEBUT...TERIMAKASIH

Tuesday, 17 December 2019

Sistem Politik Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

Berjalannya suatu Negara pasti tak lepas dari sebuah sistem politik. Karena pasti sistem politik-lah yang menjadi tolak ukur kemajuan dalam suatu negara. Negara yang maju dapat dipastikan bahwa sistem politik didalamnya tertata dengan baik. Sistem politik sendiri dapat diartikan sebagai suatu mekanisme dari seperangkat fungsi, dimana fungsi-fungsi tadi melekat pada suatu struktur-struktur politik, dalam rangka pelaksanaan dan pembuatan kebijakan yang mengikat masyarakat. Dalam suatu sistem politik terdapat berbagai unsur, dan salah satu unsur tersebut adalah partai politik.
Partai politik dalam hubungannya dengan sistem sosial politik ini memainkan berbagai fungsi, salah satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi sarana sosialisasi politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi kepentingan, dan artikulasi kepentingan. Lalu apa sajakah sebenarnya fungsi partai politik dalam hubungannya dalam proses pembuatan dan penerapan kebijakan di Indonesia, apabila melihat keadaan sekarang dimana partai politik telah dipandang sebelah mata oleh masyarakat yang merasa bahwa partai politik tidak lagi membawa aspirasi masyarakat melainkan keberadaannya hanya dianggap sebagai kendaraan politik yang dipakai oknum-oknum tertentu untuk menggapai  jabatan-jabatan publik di Indonesia?
Sejarah menunjukan bahwa manusia mengenal partai politik sudah ada sejak saat era sepeninggal Nabi Muhammad SAW 14 abad yang lalu, karena Nabi selain sebagai Rasul juga berhasil mendirikan pemerintahan Islam di Saudi Arabia yang terbagi atas 4 (empat) golongan, yaitu : pertama, Partai Bangsawan Quraisy Makkah (sebagai kelompok pendatang). Kedua, partai Yahudi (kelompok minoritas). Ketiga, partai Bangsawan Madina (kelompok pribumi) dan terakhir, partai keluarga Nabi.
Melalui partai-partai tersebut diadakan Pemilihan Umum, dan itulah sebabnya sampai saat sekarang Negara-negara mayoritas yang berpenduduk Islam membanggakan bahwa pemilihan umum pertama secara demokratis diselenggarakan di Saqifah Sa’idah dikemudian hari, yang sampai saat ini juga diikuti dan dicontoh oleh negara-negara Islam seperti Indonesia, Malaysia, dan lain sebagainya, bahkan juga sudah diikuti oleh Negara-negara di benua lainnya. [1]
Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942), “Political parties created democracy”. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties”.
Namun demikian, banyak juga pandangan kritis dan bahkan skeptis terhadap partai politik. Yang paling serius di antaranya menyatakan bahwa partai politik itu sebenarnya tidak lebih daripada kendaraan politik bagi sekelompok elite yang berkuasa atau berniat memuaskan ‘nafsu birahi’ kekuasaannya sendiri. Partai politik hanya lah berfungsi sebagai alat bagi segelintir orang yang kebetulan beruntung yang berhasil memenangkan suara rakyat yang mudah dikelabui, untuk memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu ‘at the expense of the general will’ (Rousseau, 1762) atau kepentingan umum (Perot, 1992).

1.2 Rumusan Masalah
         Rumusan masalah dari makalah ini yaitu untuk :
1.2.1 Bagaimana peran atau fungsi dari partai politik di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana pengaruh keberadaan partai politik terhadap sistem politik di Indonesia?
1.2.3 Bagaimana peran partai politik di Indonesia, sejak awal kemerdekaan, orde lama, orde baru dan era reformasi?

1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1.3.1 Untuk mengetahui peran atau fungsi dari partai politik di Indonesia
1.3.2 Untuk mengetahui keberadaan partai politik serta pengaruhnya
        terhadap sistem politik di Indonesia
1.3.3 Untuk mengetahui peran partai politik di Indonesia, sejak awal kemerdekaan, orde lama, orde baru dan era reformasi?



                                             




BAB 2
PEMBAHASAN

2.1    Partai Politik Menurut UU NO.2 tahun 2008
            Dalam undang-undang No. 31 tahun 2002 tertuang dalam BAB V tentang partai politik. yaitu :
BAB V
TUJUAN DAN FUNGSI

Pasal 10
(1) Tujuan umum Partai Politik adalah:
a. Mewujudkan cita-cita nasional bartgsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2) Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
b. memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.

Pasal 11
(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan secara konstitusional.

2.2    Pengertian dan Fungsi Partai Poltik
Masyarakat Indonesia pada umumnya sejak kemerdekaan sudah tidak asing lagi mendengar atau melihat lembaga-lembaga partai politik, apalagi sejak era otonomi daerah kita sering menjumpai di daerah-daerah bahkan sampai pelosok adanya partai-partai politik, kaerena sejak era otonomi daerah partai politik sudah banyak, mulai dari partai besar sampai partai kecil ditambah lagi ditandai dengan adanya symbol atau baliho parpol yang dipasang mulai dari gedung tinggi, rumah-rumah, jalan dan pohon-pohon kayu yang pada umumnya yang ada keramaian.
Memang secara teori partai politik pertamanya lahir di Negara-negara Eropa Barat, yang diakibatkan dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta keiikutsertaan dalam proses politik, maka itulah banyak pada saat sekarang ini partai politik lahir secara spontan dan berkembang penghubung antara rakyat dengan pemerintah, artinya partai politik menjadi perpanjangan tangan rakyat untuk menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah.
Secara harfiah, politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” yang artinya siasat dan dalam bahasa Inggrisnya “Politics”. Politik memang artinya strategi, cerdik dan bijaksana yang dalam kehidupan sehari-hari mengartikan sebagai suatu cara untuk melakukan sesuatu didalam mencapai tujuan. Melihat pengertian ini, sebenarnya setiap manusia sudah berpolitik, apakah seorang pedagang, yang mempunyai pola pikir bagaiman dagangannya bisa laku dan mempunyai untung yang besar, tentu yang dipakai adalah siasat, kemudian seorang sopir, mempunyai pemikiran bagaimana supaya dapat cepat sampai ditujuan dengan waktu yang cepat pula dan lain sebagainya.
 Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “polis” yang berarti Negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul akan timbul aturan-aturan dan akhirnya adalah apa yang disebut dengan kekuasaan. Kemudian kalau kita kaitkan dengan partai politik, adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya dengan cara konstitusional) untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Berikuti ini penyusun mencoba memberikan pengertian-pengertian partai politik dari beberapa pendapat, antara lain :
Carl J Friedrich, bahwa partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil dan materiil.
Kemudian RH Soltou, mengatakan, bahwa partai politik merupakan sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih dan bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
Selanjutnya Sigmund Neumann, menyebutkan partai politik merupakan organisasi dari aktivitis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
 Dengan melihat beberapa pengertian diatas, jelas bahwa memang partai politik merupakan sarana, alat atau wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Masyarakat bebas memilih partai politik mana yang dianggap bisa menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah, dan partai politik juga berlomba-lomba juga untuk menarik simpatisan/masyarakat untuk dijadikan warga partai, karena semakin banyak jumlah anggota partainya maka semakin besar pula keberadaan partai tersebut, yang ditandai dengan jumlah keterwakilan di lembaga perwakilan rakyat, mulai dari DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi dan DPR RI[2]
Sebelum menginjak pada pembahasan tentang peran partai politik dalam proses pembuatan dan penerapan kebijakan di Indonesia, alangkah lebih baiknya jika kita menilik kembali sebenarnya apa arti dan fungsi dasar partai politik tersebut. Partai politik sendiri telah menjadi ciri penting dalam sebuah politik modern (Budi Winarno, 2008 : 98). Hampir dapat dipastikan bahwa partai-partai politik telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sebuah sistem politik, baik itu sebuah sistem politik yang demokratis maupun sistem politik yang otoriter sekalipun. Sigmund Neumann mengartikan partai politik sebagai organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian, partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideology-ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas (Sigmund Neumann, 1963 : 352).
   Dalam Negara demokratis, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi; salah satu fungsi ialah sebagai sarana komunikasi politik. Arus informasi dalam suatu Negara bersifat dua arah., artinya berjalan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Kedudukan partai dalam arus ini adalah sebagai jembatan antara “mereka yang memerintah” dan “mereka yang diperintah” (Miriam Budiardjo, 1982 : 14) Namun secara garis besar, fungsi-fungsi partai politik adalah sebagai berikut:
1. Fungsi artikulasi kepentingan
   Artikulasi kepentingan adalah suatu proses peng-input-an sebagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan public. Pemerintah dalam mengeluarkan keputusan dapat bersifat menolong masyarakat dan bisa pula dinilai sebagai kebijakan yang justru menyulitkan masyarakat (Koirudin, 2004 : 86).
2. Fungsi agregasi kepentingan
   Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternative-alternatif pembuatan kebijakan public. Agregasi kepentingan dijalankan dalam “sistem politik yang tidak memperbolehkan persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di tingkat atas, mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai kebutuhan dari rakyat dan konsumen” ( Koirudin, 2004 : 92).
3. Fungsi sosialisasi politik
   Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut oleh suatu Negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau dengan kata lain untuk membentuk suatu sikap dan keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui proses yang berlangsung tanpa henti (Koirudin, 2004 : 94).
4. Fungsi rekrutmen politik
   Tujuan partai politik dimanapun mereka berada adalah dalam rangka meraih kekuasaan. Untuk itu, mereka perlu melakukan rekruitmen terhadap pemimpin-pemimpin politik yang mampu menopang kekuasaan yang mereka raih (Budi Winarno, 2008 : 98). Partai politik pastinya akan menempatkan anggotanya untuk menduduki jabatan-jabatan strategis di pemerintahan.
5. Sebagai sarana kontrol pemerintah (Firmanzah, 2008 : 73)
   Terdapat dua mekanisme partai politik dalam menyalurkan sikap kritis terhadap pemerintah. Pertama, sikap kritis disalurkan dan dicerminkan oleh wakil-wakil partai politik yang terdapat dalam lembaga legislative. Lembaga legislative ini mempunyai beberapa fungsi, bisa sebagai partner pemerintah, dan sekaligus mengusulkan rancangan undang-undang yang akan diimplemantasikan pemerintah. Ketika partai politik melihat ketidakberesan dalam situasi dan kondisi sosial masyarakat, mereka dapat mengusulkan rancangan undang-undang yang dapat mengubahnya. Pada kenyataannya, hal ini tidak mudah dan otomatis dapat dilakukan, mengingat pola pengambilan keputusan yang sangat kompleks dan kerap terjadi negosiasi politik antarfraksi. Kedua, partai politik dapat menyuarakan analisis dan sikap kritisnya melalui jalur non parlementer, misalnya dengan jalan diskusi dan debat public tentang kebijakan pemerintah. Bisa juga dilakukan dialog dengan media massa untuk pembentukan opini public sehingga mendapatkan dukungan politis publik.

Pada umumnya, para ilmuwan politik biasa menggambarkan adanya 4 (empat) fungsi partai politik. Keempat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana[3]: (i) sarana komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization), (iii) sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan (iv) pengatur konflik (conflict management).  Dalam istilah Yves Meny dan Andrew Knapp[4], fungsi partai politik itu mencakup fungsi (i) mobilisasi dan integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns); (iii) sarana rekruitmen politik; dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan. Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya.
1.    Sarana komunikasi politik
Sebagaimana yang telah dikemukakan diawal tadi, bagaimana aspirasi masyarakat ini bisa tersalurkan kepada pemerintah, maka disinilah fungsi dari partai politik yang akan menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa. Oleh Pemerintah Daerah juga harus dapat menampung semua aspirasi masyarakat (asmara) untuk dapat diakomidir yang berasal dari Usul ataupun kebijaksanaan partai dalam anggaran dan diproses sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari musrenbang desa, kecamatan, kab/kota sampai ditingkat pusat dan pada akhirnya merupakan Kebijaksanaan Umum (Public Policy) atau dalam bentuk RPJP/RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Pendek dan Menengah) yang kesemua ini adalah dalam kerangka pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. [5]
Sebaliknya, partai politik juga dapat menyampaikan dan menginformasikan kepada masyarakat, kegiatan atau program-program pemerintah dalam bentuk Kebijaksanaan Umum, dengan demikian kalau hal ini terjadi, maka akan terciptakan komunikasi politik dari bawah ke atas dan sebaliknya dari atas kebawah, dimana partai politik dapat memainkan peranannya sebagai penghubung antara yang memerintah dengan diperintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. Melihat hal diatas, partai politik dalam menjalankan fungsinya sering disebut sebagai broker (perantara) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas) dan bisa juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar dan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara. [6]
Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan (menyambungkan) kepentingan (interests articulation) atau “political interests” yang terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.[7]
Dalam konteks artikulasi kepentingan ini, maka pembahasan di Indonesia tidak bisa lepas dari konteks segmentasi kekuatan politik yang tersebar di masyarakat. Pertama tentu sebagai negara dengan penduduk Islam terbe­sar sedunia, kita tidak dapat melepaskan Islam sebagai kekuatan politik. Selama rezim Soeharto berkuasa telah terjadi perubahan penting di sektor masyarakat. Masyarakat Islam secara gradual (berangsur-angsur), baik yang di desa maupun yang di kota mengalami perubahan sosioekonomi. Sedikit demi sedikit mereka tumbuh, baik di bidang ekonomi, budaya, sosial maupun politik. Tidak heran kalau jumlah masyarakat Islam yang bersekolah semakin banyak. Bahkan peledakan sarjana muslim (S1, S2 dan S3) terjadi selama 10 tahun terakhir. Masuknya mereka dengan deras di sektor non-agama menyebabkan tumbuhnya birokrasi dan negara yang adaptif terhadap nilai keagamaan.         

2.    Sosialisasi politik (political socialization)
Sosialisasi politik mencakup suatu proses oleh masyarakat dengan norma-norma dan etika yang ada dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik, untuk dapat menjadi pemenang didalam Pemilihan Umum (Pemilu) serta menguasai pemerintah (dalam artian menjadi KEPALA DAERAH, PRESIDEN ataupun pimpinan lainnya), partai politik harus bisa mensosialisasikan dan mendapatkan dukungan masyarakat sebanyak mungkin, dengan mengedepankan bahwa partai politik berjuang untuk masyarakat dan kepentingan umum. Banyak cara/siasat yang dilakukan oleh partai politik untuk mensosialisasikan dirinya, prosesnya melalui ceramah-ceramah penerangan, kursus/pembekalan bagi kader-kader politik, penataran, dengar pendapat baik secara langsung ataupun melalui media massa, baliho/poster-poster yang saat sekarang mudah didapat dan murah biayanya dan lain sebagainya. [8]
Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. [9]
Misalnya, dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi, partai dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai tanggungjawab eksklusif untuk memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik yang duduk di dalam jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif mempunyai tanggungjawab yang sama untuk itu. Yang hendak ditekankan disini adalah bahwa peranan partai politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangat lah besar.

3.    Sarana rekruitmen politik (political recruitment)
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment), dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik. Wajar saja apabila ada partai politik berlomba-lomba untuk merekrut seseorang untuk dijadikan anggota atau kader, apalagi seseorang tersebut mempunyai pengaruh yang besar dalam penggalangan massa atau dari segi financial yang dapat membantu jalannya sebuah partai politik, contoh dalam proses pemilihan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi dan Presiden, partai politik sangat bersaing sekali untuk bisa menjagokan calonnya, yang kadang-kadang berasal dari luar partai, hal ini disebabkan oleh pengaruhnya. [10]
Seperti dijelaskan pada paragraf sebelumnya, bahwa fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen politik (political recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak langsung lainnya.
Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula (political appointment).
Untuk menghindarkan terjadinya percampuradukan, perlu dimengerti benar perbedaan antara jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan-jabatan yang bersifat teknis-administratif dan profesional. Di lingkungan kementerian, hanya ada 1 jabatan saja yang bersifat politik, yaitu Menteri. Sedangkan para pembantu Menteri di lingkungan instansi yang dipimpinnya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian.
Jabatan dibedakan antara jabatan negara dan jabatan pegawai negeri. Yang menduduki jabatan negara disebut sebagai pejabat negara. Seharusnya, supaya sederhana, yang menduduki jabatan pegawai negeri disebut pejabat negeri. Dalam jabatan negeri atau jabatan pegawai negeri, khususnya pegawai negeri sipil, dikenal adanya dua jenis jabatan, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jenjang jabatan itu masing-masing telah ditentukan dengan sangat jelas hirarkinya dalam rangka penjenjangan karir. Misalnya, jenjang jabatan struktural tersusun dalam mulai dari eselon 5, 4, 3, 2, sampai ke eselon 1. Untuk jabatan fungsional, jenjang jabatannya ditentukan berdasarkan sifat pekerjaan di masing-masing unit kerja. Misalnya, untuk dosen di perguruan tinggi yang paling tinggi adalah guru besar. Jenjang di bawahnya adalah guru besar madya, lektor kepala, lektor kepala madya, lektor, lektor madya, lektor muda, dan asisten ahli, asisten ahli madya, asisten. Di bidang-bidang lain, baik jenjang maupun nomenklatur yang dipakai berbeda-beda tergantung bidang pekerjaannya.
Untuk pengisian jabatan atau rekruitmen pejabat negara/kenegaraan, baik langsung ataupun tidak langsung, partai politik dapat berperan. Dalam hal ini lah, fungsi partai politik dalam rangka rekruitmen politik (political recruitment) dianggap penting. Sedangkan untuk pengisian jabatan negeri seperti tersebut di atas, partai sudah seharusnya dilarang untuk terlibat dan melibatkan diri.

4.    Pengatur konflik (conflict management)
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain.
Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai. Karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengeloa konflik dapat dikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar, jika terjadinya suatu konflik dalam pemerintahan, maka partai politik berusaha untuk mengatasinya dengan jalan pendekatan ataupun cara-cara yang dilakukan oleh partai, seperti sering mengadakan rapat-rapat mulai dari sifatnya Biasa sampai Luar Biasa, dari yang rapat berskala kecil sampai yang berskala besar ataupun konsolidasi dengan kader-kader partai atau dengan pemerintah.
Dalam praktek politik sering dilihat bahwa kadang-kadang fungsi tersebut tidak dilaksanakan seperti yang diharapkan, misalnya informasi yang diberikan justru menimbulkan kegelisahan dan perpecahan dalam masyarakat, yang diutamakan bukanlah kepentingan daerah atau nasional, tetapi kepentingan partai yang sempit dengan akibat adanya pengkotakan politik atau konflik tidak diselesaikan akan tetapi malam dipertajam, seperti yang kita lihat di media massa, adanya program-program siaran yang berkaitan dengan kisruh politik, muatan malahan berisikan dan mengungkit/mempertajam permasalahan dan bukannya menyelesaikan permasalahan, dan inilah ditonton oleh khalayak ramai (publik). [11]



2.3.      Peran Partai Politik dalam Komunikasi Politik di Indonesia
Peranan partai politik yang secara sederhana dapat diartikan sebagai representation of idea, yaitu bertindak untuk mewakili kepentingan-kepentingan warga, memberikan jalan kompromi bagi pendapat/tuntutan yang saling bersaing, serta menyediakan sarana kompromi bagi suksesi kepemimpinan politik secara damai dan legitimate. (Budiharjo, 2007)
Dalam konteks parpol sebagai “jembatan” komunikasi antara rakyat dan pemerintah (yang berkuasa), maka partai politik melalui jajaran struktural partai pada berbagai tingkatan administratif harus secara aktif menjadi bagian dalam kehidupan sosial dan politik dalam suatu entitas masyarakat tertentu.
Sebagai salah satu institusi demokrasi yang memegang peranan penting dalam proses demokrasi, maka partai politik harus dapat menempatkan posisinya secara aktif dan kreatif dalam rangka menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai representation of idea. Partai politik, bersama-sama dengan institusi demokrasi lainnya seperti lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers, harus secara konsisten melaksanakan tugas dan fungsi-fungsinya baik pada masa persiapan pemilihan umum (pre election) maupun pada masa setelah pemilihan umum (post election).
Pada masa sebelum pemilihan umum sampai dengan pelaksanaan pemilihan umum partai politik bertugas untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya untuk memperoleh jumlah kursi yang banyak di lembaga legislatif pada semua tingkatan, mulai dari DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan pada masa pasca pemilihan umum sampai dengan pelaksanaannya di periode selanjutnya, partai politik idealnya tetap harus melakukan kegiatan-kegiatan yang diarahkan pada tujuan organisasi dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pemilihan umum di periode selanjutnya. Dengan demikian partai politik memiliki peranan dan kekuatan politik yang besar dalam system pemerimtahan demokrasi.
1.    Awal kemerdekaan
            Pada awal kemerdekaan, partai politik belum berperan secara optimal sebagai wadah menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya gejolak dan ketidakpuasan sekelompok masyarakat yang merassa aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk gerakan-gerakan separatis seperti proklamasi Negara islam Indonesia oleh kartosuwiryo tahun 1949. Dari peristiwa tersebut dapat disimpulkan bahwa partai politik sebagai sarana penyalur aspirasi  masih memiliki kekuatan politik yang lemah.
Sejak proklamasi kemerdekaan indonesia tanggal 17 Agustus 1945  ruang demokrasi yang luas untuk kepartaian terbuka lebar akan tetapi pada saat PPKI sebagai dewan konstituante  memutuskan membentuk satu partai tunggal dengan pertimbangan bahwa sistem multi partai akan memecah belah rakyat dan akan menimbulkan kekacauan dengan demikian di bentuklah Partai Nasional Indonesia.Tujuan utama pendirian partai ini adalah untuk memperkuat persatuan bangsa dan negara serta membela republik indonesia yang berdaulat, adil dan makmur .Inilah kebutuhan di dirikannya Partai Nasional Indonesia akan tetapi ketika terjadi protes  rakyat dan elit politik yang tidak setuju dengan satu partai tunggal maka pemerintah melalui wakil presiden M. Hatta mengeluarkan maklumat yang pada intinya berisi memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Maklumat itu kemudian dikenal dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Partai politik yang muncul setelah Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 dikeluarkan antara lain Masyumi, Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat Jelata, Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik, Permai, dan PNI serta partai - partai kecil lainnya.
Dari terbukanya ruang demokrasi ini pemilu di anggap satu-satunya solusi untuk memilih pemimpin atau mengatur berbagai kebijakan negara dalam mengurus serta membagi kewenangan pemerintahan.
Di masa awal kemerdekaan ini partai politik belum berperan secara optimal sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya berbagai gejolak dan ketidak puasan di sekelompok masyarakat yang merasa aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk gerakan-gerakan separatis seperti proklamasi Negara Islam oleh Kartosuwiryo tahun 1949, terbentuknya negara-negara koloni baru belanda yang bernuansa kedaerahan.Negara-negara baru ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan. Namun mengapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh rakyat  di wilayah  itu? Jawabannya adalah bahwa aspirasi rakyat berbelok arah mengikuti aspirasi penjajah, Karena tersumbatnya saluran aspirasi yang disebabkan kapasitas sistem politik. Negara baru buatan belanda ini sesungguhnya  merupakan politik “devide at impera” Belanda. Belum cukup memadai untuk mewadahi berbagai aspirasi yang berkembang. Di sini boleh dikatakan bahwa rendahnya kapasitas sistem politik, lebih disebabkan oleh karena sistem politik masih berada pada tahap awal perkembangannya.Artinya kondisi ini bisa di maklumi
2.    Era orde lama
Di zaman pemerintahan orde lama peran partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat masih belum terlaksana sesuai yang diharapkan. Partai politik cenderung terperangkap oleh kepentingan partai dan kelompoknya masing-masing dan bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Sebagai akibatnya adalah terjadinya ketidak stabilan system kehidupan politik dam kemasyarakatan  yang ditandai dengan ketidakstabilan system politik. Namun di awal era ini atau pada masa demokrasi terpimpin partai politik memiliki kekuatan yang sangat besar dalam system pemerintahan, karena pada massa itu presiden sukarno menjadikan politik sebagai panglima, sering terjadinya pergantian cabinet pada masa demokrasi liberal 1950-1959 menunjukkan bahwa partai politik sangat memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan.
Namun pada masa demokrasi terpimpin tahun 1959 pasca dekrit presiden kekuatan partai politik mengalami penurunan karena keputusan politik pada masa itu banyak ditentukan oleh presiden. Berdasarkan penpers no. 7 tahun 1959 tanggal 31 desember 1959, kehidupan partai politik ditata ulang dengan menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik, partai politik yang tidak memenuhi syarat dibubarkan. Dengan dikeluarkanya penpers itu, maka parttai politik yang masig dapat bertahan anatara lain, PNI, Masyumi, Partai NU, PKI, Partai katolik, PARKINDO, PSI, Partai Murba, Partai IPKI, PSII, dan Partai Perti. Dalam keadaan seperti itu, kekuatan politik yang ada pada waktu itu adalah presiden dan ABRI, serta beberapa partai terutama PKI (Badrika, 2006).
3.   Era orde baru
Di zaman orde baru peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mencoba ditata melalui UU no. tahun 1973, partai politik yang jumlahnya cukup banyak ditata menjadi 3 kekuatan politik yang terdiri dari 2 parta politik yaitu PPP dan PDI serta 1 Golkar. (Badrika, 2006). Namun penataan partai politik tersebut tidak membuat semakin berperanya partai politik sebagai sarana aspirasi politik rakyat dalam pembuatan keputusan. Partai politik yang diharapakan dapat mewadahi aspirasi politik yang natinya akan menjadi kebijakan public tidak terwujud. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kebijakan politik yang dihasilkan pada pemerintahan orde baru ternyata kurang memeperhatikan aspirasi politik rakyat dan cenderung merupakan sarana legitimasi penguasa dan kelompok tertentu.
Pada masa ini partai politik hampi tidak memiliki peranan berarti, politik sama sekali tidak ditempatkan sebagai kekuatan politik namun lebih pada mesin politik pemerintah dan sebagai asseoris demokrasi.
4 .  Era reformasi
Di masa inilah partai politik,mendapatkan ruang yang luas  untuk mewujudkan wujud diri sebagai organisasi yang memiliki peran dan fungsi memobilisasi rakyat atas nama kepentingan-kepentingan politik sekaligus memberi legitimasi pada proses-proses politik, di antaranya adalah tentang “suksesi” kepemimpinan nasional. Namun harapan ini membentur pada konflik antara partai politik  dimana dalam pemilu 1999,  terjadi penolakan terhadap Habibie juga Megawati Soekarnoputri dari satu kelompok terhadap kelompok yang lainnya.Ini artinya partai politik menyuarakan kepentingan rakyat akan tetapi secara dalam hubungan dengan partai berada dalam masaha ketidak profesionalan. Penolakan terhadap Habibie sebagai representasi penolakan terhadap “Orde Baru”, yang memiliki kaitan kuat dengan Soeharto. Sementara terhadap Megawati, penolakan dilakukan oleh partai-partai Islam beserta Golkar yang memanfaatkan isue “haram” presiden wanita. Gerakan “asal bukan” Habibie atau Megawati yang akhirnya melahirkan bangunan aliansi partai-partai Islam (PAN,PPP,PBB, dan Partai Keadilan) yang dikenal kala itu sebagai kelompok “Poros Tengah”.
Bangunan aliansi yang dilakukan poros tengah yang kemudian menyeret PKB untuk menghianati PDI Perjuangan dan mengusung K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden Republik Indonesia setelah Habibie. Namun dalam perjalanannya, keakraban Amien Rais (sebagai pemimpin poros tengah) dan Gus Dur terberai kembali akibat dari perbedaaan-perbedaan kepentingan politik yang dilakukan masing-masing.
Pada keterberaian ini pula yang meruntuhkan legitimasi politik Gus Dur sebagai Presiden, walaupun disisi lain, terdapat berbagai kepentingan politik yang ikut meramaikannya seperti kepentingan politik militer, PDI Perjuangan, kelompok penguasa “korporatisme” nasional yang dihegemoni Soeharto atau Orde Baru, termasuk kepentingan modal asing atau Negara lain (seperti Amerika Serikat, Uni Eropa) yang terusik atas beberapa kebijakan ekonomi nasional yang dilakukan Kabinet Gus Dur serta dari kelompok kepentingan ideologis yang radikal untuk mengubah konsepsi Indonesia menjadi berkarakter politik Islam atau demokrasi Liberal.
Dari tarikan kepentingan kekuasaan “suksesi” nasional yang dilakukan para elite, yang selanjutnya membangun perspektif tersendiri dalam konflik-konflik konstitusi di Indonesia . Seperti dalam kejatuhan K.H. Abdurrahman Wahid memperkuat perlunya tindakan “amandemen” atas UUD 1945, karena konstitusi tersebut membuka perseteruan “interpretasi” dan dianggap menjadi sumber kekacauan ketatanegaraan di Indonesia. Terlebih pada perdebatan sistem politik Indonesia , apakah presidensil atau parlementer? Dalam kasus Gus Dur, sistem presidensil versi UUD 1945 terbukti rentan, dan bisa terdeviasi pada sistem parlementer.
Maka dari sistem yang mendua, MPR periode 1999-2004 melakukan perubahan terhadap UUD 1945  dalam kekuasaan politik Soeharto tindakan amandemen merupakan tindakan yang diharamkan walau terdapat beberapa amandemen yang ditengarai tidak sejalan dengan keinginan rakyat terutama mengenai pasal-pasal politik yang krusial, bahkan beberapa pasal-pasal yang diamandemen meletakan pada bentuk “konspirasi” demi kepentingan dan penyelamatan terhadap kelompok-kelompok tertentu. Dan tidaklah menjadi aneh jika dimasa Megawati (pasca Gus Dur) dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus 2001 mengusung “komisi konstitusi”, yang berkembang di Sidang Tahunan MPR 2001 dan memunculkan perbedaan tajam antara sikap “konservatisme” di majelis karena kegagalannya membentuk komisi dan tidak mampu melakukan perubahan-perubahan atas pasal-pasal krusial. Padahal tanpa komisi konstitusi independent akan menjadi kesulitan untuk dapat menghasilkan dasar-dasar berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis serta mencerminkan kepentingan rakyat.
Kemudian dalam kepemimipinan Megawati Soekarno purti kekuatan kepartaian terus menguat terutama persaingan politik antara aliran politik nasionalis dan aliran politik agamis. Golongan Karya bagaimanapun juga mempunya hubugan historis yang tidak perna berbarengan degan PDI - Perjuangan.Kekuatan nasionalis terpecah menjadi dua bagian.Peluang ini di manfaatkan kelopok nasionalis lainnya untuk menaikan citra politik masanya dengan melakukan pembusukan dari luar terhadap partai-partai lama yang berkuasa .Dalam pemilihan Umum 2004 Partai Nasionalis aliran nasionalis – religus yakni demokrat memenagkan pemilihan presiden secara langsung. SBY – JK Golkar memainkan JK sebagai calon dari partai Golkar dan kolaborasi yang menarik mernjadi kekuatan yang cukup sepurna dan Persoalan lain adalah degan adanya partai politik yang terlalu banyak dalam pemilu setelah selesai pemilihan umum presiden dan legislatif dan eksekutif di puat daerah propinsi,kabupaten/kota mengalami masalah yang berkebanjangan yang kemudian berdampak pada tindakan-tindakan kekerasan yang terjadi hamper di seluruh Indonesia.Dengan sejumlah masalah yang banyak dalam dalam pemilihan-pemilihan umum partai politik di Indonesia mendapat riuang yang besar dan menda[patkan pemasukan dari para kandidikat yang maju menjadi  calon di legislattif maupun di eksekutif.Peran partai politik semakin kuat  dabn semakin tidak terkontrol dalam pemilihan umum 2009 Partai politk tetap menjadi lembaga yang sakral untuk menentukan karir politik para politisi yang hendak mencalonkan diri.Karena partai politik sudah menjadi lembaga yang moderat di pemilihan umum 2009 untuk pemilihan presiden SBY merangkul orang netral dan sebagai ekonom dan itu adalah suatu strategi yang menarik sehingga dalam pemilihan umum 2009 SBY - Boediyono menang dalam pemilihan umum 2009 dan yang menjadi pertanyaan hingga hari ini partai demokrat menang dalam pemilihan umum 2009 dari mana kemenagan itu dan bagaimana kemenagan itu sampai hari ini pertanyaan itu menjadi misterius dan belum ada jawabannya.Kasus Cikias di angkat dalam rangkaian menjawab pertanyaan itu akan tetapi kasus cikias menghilang begitu saja.Kasus Ceanturypun demikian ,Kasus Mafia Pajakpun demikian dan berbagai kasus korupsi di masa kepemimpina SBY-JK dan SBY-Boediyono saat ini.
Partai politik menjadi kendaraan politik yang mempunyai legitimasi yang kuat akan tetapi kepentingan rakyat sudah tidak lagi terlihat secara nyata oleh karena partai politik menjadi alat elit politik.

2.4.    Perbandingan peran partai poitik di era, kemerdekaan, orde lama, orde baru dan era baru
Melihat peranan partai politik yang sangat signifikan dalam sisitem demokrasi di Indonesia, perlu adanya perbaikan dalam tubuh partai politik Indonesia. Peran yang sedemikian besar dalam demokrasi di  Indonesia justru berbanding terbalik dengan kinerja partai politik saat ini, yang hanya focus pada perebutan kekuasaan dan kepentingan kelompok yang hanya bekerja pada saat menjeang pemiihan umum serta mengabaikan fungsi utama partai politik. Oleh karena itu diharapakan partai politik mampu menjalankan fungsi sebagai sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, serta rekuitmen politik.
Sebagai sarana komunikasi politik, kader-kader partai politik yang ada legisatif harus selalu intensive dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat yang diwakilinya, mereka harus melakukan pertemuan rutin dengan para konstituen sehingga wakil rakyat yang ada di legislative benar-benar mewakili  suara rakyat. Dalam hal ini partai politik memiiki peran untuk mengontrol kader-kadernya sehingga peran partai poitik sebagai jembatan atau sarana komunikasi antar rakyat dan pemerintah berjalan dengan baik.
Sedangkan sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik harus selau aktif memberikan sosialisasi terhadap masyarakat akan kepedulian dan kesadaran politik, dalam hal ini partai politik tidak hanya bekerja ketika tahun-tahun menjelang pemilu saja, tapi partai politik juga terus bekerja sepanjang tahun karna partai politik bertanggung jawab dalam melakukan pendidikan politik terhadap seluruh warga negara demi kemajuan sistem demokrasi yang ada.
Sebagai sarana rekuitmen politik, ini merupakan  fungsi partai politik yang paling penting dalam sistem demokrasi, baik buruknya suatu pemerintahan tergantung actor-aktor yang menjalankanya. Oleh karena itu partai politik harus selektif dalam melakukan rekuitmen, tidak hanya melakukan hal pragmatis demi kepentingan kelompok saja. Diharapkan partai politik mampu menyeleksi dan mendidik kader-kader yang militan yang siap untuk mengabdikan dirinya terhadap pemerintahan sehingga pemerintahan yang ada benar-benar dikendalikan oleh orang-orang yang berkualitas bukan orang-orang karbitan.
Jika partai politik mampu menjalankan fungsinya dengan baik maka cita-cita yang ada dalam pembukaan dalam undang-undang dasar dan niai-nilai dalam pancasila bukan hanya sekedar harapan, bukan hanya sekedar hanyalan tapi akan benar-benar dapat dirasakan.

2.5.   Peran Partai Politik Dalam Proses Pembuatan dan Penerapan Kebijakan di Indonesia
         Seperti kita ketahui bahwa dalam teori sistem menurut David Easton, terdapat tiga proses yang menjadi saluran bagi terselenggaranya sebuah sistem, yaitu input, process dan output. Input terdiri dari tuntutan dan dukungan yang datang dari masyarakat, process yang tidak lain adalah proses pembuatan kebijakan, dan output yang berhubungan dengan proses pelaksanaan kebijakan.
         Seperti kita ketahui, Gabriel Almond dalam teori sistemnya menjelaskan bahwa ada unsur-unsur yang melingkupinya, yaitu adanya kelompok kepentingan (interest group), partai politik, badan legislative, badan eksekutif, brokrasi dan badan yudikatif. Unsur-unsur tersebut melekat pada fungsi input dan output. Fungsi input dalam sistem ini meliputi berbagai hal, seperti artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi politik, komunikasi politik, dan rekruitmen politik. Sedangkan pada fungsi output, terdapat unsur-unsur seperti pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan ajudikasi kebijakan.
         Jika kita mencermati lebih lanjut, hal-hal yang terdapat pada fungsi input, seperti artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi politik, komunikasi politik, dan rekruitmen politik, hal-hal demikian juga melekat pada fungsi utama partai politik.
         Hal itulah yang membuat partai politik merupakan elemen yang begitu penting dalam berjalannya suatu sistem politik di suatu Negara, tak terkecuali Indonesia. Lebih lanjut lagi, Gabriel Almond juga mengemukakan bahwa ada dua elemen penting dalam proses pembuatan dan penerapan kebijakan, yaitu kelompok kepentingan dan partai politik. Hal itu semakin mempertegas akan besarnya peranan partai politik dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan di Indonesia yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Dalam proses pembuatan kebijakan
Dalam proses pembuatan kebijakan, partai politik tentu memegang peranan yang sangat besar. Seperti kita ketahui, presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara di Indonesia pada saat ini dipilih secara langsung oleh rakyat dan pastinya diusung oleh suatu partai politik. Oleh sebab itu pastilah presiden dalam menjalankan perintahnya sedikit atau banyak dipengaruhi oleh kebijakan partai politik yang mengusungnya, karena dalam hal ini eksekutif adalah implementasi dari partai politik yang mengusungnya. Di Indonesia sendiri seperti yang tertuang pada Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 5 ayat 1, diatur bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan dalam pasal 20 ayat 4 disebutkan Presiden mengesah rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang. Hal itulah yang secara tidak langsung membuat partai politik dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan melalui badan eksekutif.
Melalui badan legislatif, partai politik juga dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Hampir sama seperti penjelasan sebelumnya, orang-orang yang duduk dalam parlemen pastilah juga diusung oleh partai politik pada saat pemilihan umum berlangsung. Seperti halnya presiden, legislatif yang ada di Indonesia yaitu DPR juga mempunyai pengaruh dalam proses pembuatan kebijakan, hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 amandemen pertama dalam pasal 20 ayat 1 yang menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa proses pembuatan kebijakan yang dilakukan DPR kaitannya dengan pembentukan undang-undang dikuasai penuh oleh DPR yang didalamnya adalah partai politik.
Selain melalui badan eksekutif dan legislatif seperti pada dua penjelasan sebelumnya, partai politik juga dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan dengan melalui mekanisme yang ada pada tubuh partai politik itu sendiri, yaitu menyampaikan aspirasi-aspirasinya kepada pihak yang berwenang dengan cara “lobby”.
b. Dalam proses penerapan kebijakan
Partai politik pada dasarnya merupakan sarana penghubung (intermediary) antara masyarakat dan Negara. Sehingga, apabila ada hal yang menjadi pertentangan atau kesalahpahaman antara masyarakat dan negara seharusnya dapat dijembatani oleh partai politik.
Di negara-negara demokrasi, terdapat kebebasan untuk mengemukakan peendapat bagi warga negaranya, termasuk dalam hal ini boleh menyampaikan kritik kepada rezim yang berkuasa. Kebijakan yang diambil oleh Negara mungkin saja tidak sesuai dengan kehendak dari rakyat. Oleh karena itu, partai politik dalam hal ini mulai memainkan salah satu perannya, yaitu fungsi kontrol terhadap pemerintah, baik melalui orang-orangnya yang duduk di parlemen atau yang berada di luar parlemen. Anggota partai politik yang berada di dalam parlemen sangat berperan dalam pembuatan kebijakan, seperti yang dibicarakan di bagian sebelumnya. Kebijakan yang dihasilkan pemerintah harus diluruskan atau diperbaiki jika tidak berpihak pada rakyat.
Fungsi partai politik sebagai sarana untuk mengkritik rezim yang berkuasa sebenarnya mempunyai kaitan yang erat dengan fungsi partai politik sebagai sarana pembuatan kebijakan. Apabila suatu ketika partai politik memegang tampuk pemerintahan dan menduduki badan perwakilan rakyat secara mayoritas, maka dapat dinyatakan bahwa partai politik tersebut dapat melaksanakan fungsi sebagai sarana pembuatan kebijakan (Haryanto, 1984 : 41).

2.6.  Dinamika Proses Pembuatan dan Penerapan Kebijakan di Indonesia
a. Orde Lama
               Pada periode ini, seperti kita ketahui bahwa pada dasarnya sistem politik berjalan cukup baik, namun tidak semua berjalan dengan baik, karena ada hal politis dibalik proses pembuatan dan penerapan kebijakannya. Pada masa ini, Soekarno mendominasi dalam pemerintahan. Sebenarnya fungsi input (sosialisasi dan rekruitmen politik) pada masa ini berjalan dengan baik, karena adanya sistem multipartai yang pada masa ini partai-partai yang ada sedang sibuk dengan penonjolan identitas berupa ideology masing-masing. Pada masa ini ada pula badan legislative berupa KNIP (Komite nasional Indonesia Pusat) yang berfungsi sebagai pengolah tuntutan dari masyarakat.

b. Orde Baru
               Tidak jauh berbeda dengan masa orde lama, pada masa ini ada tiga actor yang menonjol, yaitu:
1.  Presiden : Presiden Suharto berkuasa atas segalanya, DPR tidak berarti apa-apa.
2.  Wakil Presiden : bertindak sebagai cadangan presiden.
3.  Kabinet : terdiri dari para menteri, berfungsi sebagai pembentuk agenda karena mempunyai departemen sendiri, ikut kemana presiden pergi.

c.  Masa Reformasi
               Pada masa ini terjadi perubahan sistemik dalam demokrasi, yaitu penghapusan kepemimpinan yang otoriter. Pada masa ini dimungkinkan terjadinya checks and balances jika output tidak sama dengan input.

2.7.      Pergeseran Fungsi Partai Politik di Indonesia
Partai politik yang diharapkan bisa bertindak optimal dalam menjalankan perannya sebagai intermediary atau bisa disebut sebagai jembatan antara pemerintah dengan rakyatnya nampaknya mulai menampakkan tanda-tanda pergeseran fungsinya. Di Indonesia sendiri, partai yang seharusnya bisa membawa suara rakyat kepada pemerintah berkuasa malahan bergeser fungsi menjadi suatu kendaraan politik yang bertujuan semata-mata untuk bisa memperkaya orang-orang didalamnya saja atau dimanfaatkan sebagian oknum agar bisa menduduki jabatan-jabatan public semata. Padahal masyarakat (modern) lebih melihat politik sebagai proses aktualisasi diri dan kepentingan mereka yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan publik (Michael Howlett, 1998 : 3). Hal ini tentu berdampak besar pada sistem politik di Negara tersebut, fungsi input yang melekat pada partai politik hanya dianggap sebagai wacana yang tidak wajib untuk dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut. Akibatnya rakyat harus menanggung dengan mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya sangat tidak sesuai dengan kepentingan dan harapan mereka sebagai rakyat. Hingga pada akhirnya rakyatnya tidak sejahtera, semakin terpuruk, namun malah politisi-politisi kita yang berada di pemerintah, yang diusung oleh partai politik itu menjadi semakin sejahtera bermandikan harta akibat membuat keputusan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.







BAB 3
KESIMPULAN
Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942), “Political parties created democracy”. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis.
Secara harfiah, politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” yang artinya siasat dan dalam bahasa Inggrisnya “Politics”. Politik memang artinya strategi, cerdik dan bijaksana yang dalam kehidupan sehari-hari mengartikan sebagai suatu cara untuk melakukan sesuatu didalam mencapai tujuan. Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “polis” yang berarti Negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul akan timbul aturan-aturan dan akhirnya adalah apa yang disebut dengan kekuasaan.
Dengan melihat beberapa pengertian diatas, jelas bahwa memang partai politik merupakan sarana, alat atau wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Masyarakat bebas memilih partai politik mana yang dianggap bisa menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah, dan partai politik juga berlomba-lomba juga untuk menarik simpatisan/masyarakat untuk dijadikan warga partai.
Pada umumnya, para ilmuwan politik biasa menggambarkan adanya 4 (empat) fungsi partai politik. Fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, yaitu meliputi sebagai sarana. Yaitu sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, dan rekruitmen politik. Namun, Dalam istilah Yves Meny dan Andrew Knapp , fungsi partai politik itu mencakup fungsi (i) mobilisasi dan integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns); (iii) sarana rekruitmen politik; dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan. Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya.
1.     Sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan (menyambungkan) kepentingan (interests articulation) atau “political interests” yang terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat.
2.     Sarana sosialisasi politik, untuk dapat menjadi pemenang didalam Pemilihan Umum (Pemilu) serta menguasai pemerintah (dalam artian menjadi KEPALA DAERAH, PRESIDEN ataupun pimpinan lainnya), partai politik harus bisa mensosialisasikan dan mendapatkan dukungan masyarakat sebanyak mungkin, dengan mengedepankan bahwa partai politik berjuang untuk masyarakat dan kepentingan umum.
3.     Sarana rekruitmen politik (political recruitment) Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment), dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik.
4.     Sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai.
Berdasarkan paparan diatas, dapat diketahui bahwa partai politik merupakan salah satu elemen penting dalam system politik di suatu Negara. Terlebih pada proses pembuatan dan penerapan kebijakan. Dalam proses pembuatan kebijakan, partai politik berperan sangat besar, mengingat adanya keterlibatan partai politik di dalam eksekutif, legislative, dan dalam mekanismenya sendiri, yaitu melalui lobby-lobby politik. Dalam proses penerapan kebijakan, partai politik juga mempunyai andil berupa control atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tapi peran partai politik di Indonesia pada saat ini telah bergeser menjadi kendaraan politik yang dikemudikan oknum-oknum tertentu yang hanya mementingkan kepentingan pribadi atau partainya semata, bukan kepentingan rakyat, sehingga tak pelak, system politik di dalam Negara tersebut juga mengalami suatu pergeseran sehingga system tersebut tidak berjalan secara optimal.











DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Dinamika Partai Politik dan Demokrasi.
Budiardjo, Miriam. 2000. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Budi Winarno. 2008. Sistem Politik Indonesia era Reformasi. Jakarta: Medpress
Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Haryanto, Drs. 1984. Partai Politik: Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Liberty
Koirudin. 2004. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Michael Howlett. 1998. Policy Subsystem Configurations and Policy Change: Operationalizing the Post-positivist Analysis of the Politics of the Policy Process. Policy Studies Journal. Vol 26
Miriam Budiardjo. 1982.  Partisipasi dan Partai Politik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia
Sigmund Neumann. 1963. “Modern Political Parties”, Comparative Politics: A Reader, diedit oleh Harry E. Eckstein dan David E. Apter. London: the Free Press of Glencoe
Yves Meny and Andrew Knapp. 1998. Government and Politics in Western Europe: Britain, France, Italy, Germany, third edition. Oxford University Press.

Internet
[1]        www.sumbarprov.go.id: Tauhid, H.M, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi, 2013, diakses 1 April 2015 (http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/290-teras-sumbar/artikel/1481-peranan-partai-politik-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan.html).



LAMPIRAN


4. fungsi penerapan kebijakan. mengalami pergeseran, lebih mementingkan elite partai daripada masyarakat. bagaimana proses menjalankan fungsi jika tidak pro masyarakat.
5. peran parpol dalam pembuatan kebijakan ada kendala. proses penerapan ada kaitan dengan pembuatan kebijakan tidak. pergeseran parpol seperti apa.
6. ketika dijalankan oleh elit partai ketika orba dan awal kemerdekaan, sekarang apakah sama? pembuatan dan penerapan. perbandingan parpol di pembuatan dan penerapan di setiap era. fungsi dan peran parpol di semua era berjalan atau tidak?
7. lebih bagus mana jaman awal kemerdekaan dengan era reformasi
8. peran dan fungsi parpol, menciptakan situasi kondusif apakah berjalan?
1. keaktifan partai di jaman dulu tidak aktif sekarang aktif, kebijakan pemerintah tidak menguntungkan rakyat. ideologi partai dan ideologi negara tidak sejalan apakah terjadi disfungsi politik. pendapat mengenai peran parpol di jaman sekarang.
2. parpol sekarang apakah sudah berperan sesuai UUD. fungsi agregasi kepentingan parpol.



[1]  www.sumbarprov.go.id: H.M Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi, 2013.
[2]  www.sumbarprov.go.id: H.M Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi, 2013.
[3]  Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2000, hal. 163-164.
[4]  Yves Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in Western Europe: Britain, France, Italy, Germany, third edition, Oxford University Press, 1998.
[5]  www.sumbarprov.go.id: H.M Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi, 2013.
[6]  www.sumbarprov.go.id: H.M Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi, 2013.
[7]  Jimly Asshiddiqie, Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,
[8]  www.sumbarprov.go.id: H.M Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi, 2013.
[9]  Jimly Asshiddiqie, Dinamika Partai Politik dan Demokrasi, ???
[10]  www.sumbarprov.go.id: H.M Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi, 2013.
[11]  www.sumbarprov.go.id: H.M Tauhid, Peranan Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, dipublikasi, 2013.

No comments:

Post a Comment

Silahkan baca dan share