Home About
JIKA ADA YANG DITANYAKAN ATAU DATA YANG KALIAN BUTUHKAN, SILAHKAN BERKOMENTAR PADA MATERI TERSEBUT...TERIMAKASIH

Wednesday, 11 December 2019

Struktur Pengendalian Sosial

Bab 4
STRUKTUR DAN PENGENDALIAN SOSIAL


4.1. Pendahuluan
4.2. Struktur Sosial
4.3. Institusi Sosial
4.4. Masyarakat (Society)
4.5. Pengendalian Sosial
      4.5.1. Pengertian
      4.5.2. Cara Pengendalian Sosial


4.1. Pendahuluan
Tatanan sosial (struktur sosial) merupakan bidang pembahasan meso- dan makrososiologi. Sosiologi makro menganalisis proses sosial berskala besar dan berjangka panjang, mulai dari kerumunan, organisasi hingga  masyarakat teritorial, mulai dari hari, minggu, bulan, tahun hingga abad (mikrososiologi: individu dan kelompok kecil dalam jangka waktu pendek: detik, menit, jam). Mikrososiologi mempelajari situasi, makrososiologi mempelajari struktur (Douglas 1973). Jadi yang dianalisis makrososiologi dalam proses jangka panjang seperti sekularisasi, rasionalisasi, industrialisasi, modernisasi, kapitalisme, urbanisasi dll (Randall Collins (1981).
Jadi makrososiologi menggunakan sudut pandang struktur. Sosiologi mempelajari hubungan sosial, institusi, dan masyarakat. Meso- dan makrososiologi memusatkan diri pada institusi dan masyarakat (Inkeles 1965). Fakta sosial (Durkheim) mengacu pada institusi yang mengendalikan individu dalam masyarakat. Sehingga menurut Durkheim sosiologi adalah ilmu masyarakat dan mempelajari institusi.
  
4.2. Struktur Sosial

Apa itu struktur sosial? Ada berbagai pemahaman tentang struktur sosial. Dalam mikrososiologi stuktur dikaitkan dengan perilaku sosial elementer dalam hubungan sosial sehari-hari (Homans). Dalam makrososiologi struktur sosial menyangkut kecenderungan jangka panjang yang menandai sejarah (Lenski). Struktur social dapat juga berarti keterkaitan antara institusi-institusi (Parsons), atau pola hubungan antar-manusia dan antarkelompok (Coleman).
Dalam sosiologi, struktur menunjuk pada sesuatu yang terdiri atas bagian (pola perilaku individu/kelompok, institusi, dan masyarakat) yang saling bergantung dan membentuk pola tertentu. Kornblum (1988)mengartikan struktur sebagai pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antar-individu dan antarkelompok dalam masyarakat.
Ada dua konsep penting dalam membahas struktur sosial, yakni status dan peran (role). Status adalah kumpulan hak dan kewajiban. Peran adalah aspek dinamis dari status (Ralph Linton (1968). Seorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban (status).
Contoh, dosen mempunyai status dan peran. Status dosen terdiri atas sejumlah kewajiban (mengajar, melakukan penelitian ilmiah, pengabdian masyarakat) dan hak (menempati jabatan fungsional, imbalan/gaji). Jadi, peran dosen mengacu pada bagaimana dia yang berstatus dosen menjalankan hak dan kewajibannya (mengajar dsb.).
Status juga dapat dibedakan atas status yang diperoleh (ascribed status) dan status yang diraih (achieved status) (Linton). Status yang diperoleh adalah status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan atau perbedaan antarindividu yang dibawa sejak lahir, misalnya usia (anak, dewasa, lansia), jenis kelamin (laki dan perempuan), hubungan kekerabatan, dan kelahiran dalam suatu kelompok khusus seperti kasta atau kelas. Sebagian besar status dalam semua sistem sosial termasuk status yang diperoleh (ascribed status).
Sedangkan status yang diraih adalah status yang memerlukan kualitas tertentu.  Status yang ini tidak diwariskan sejak lahir, tapi harus diraih melalui persaingan dan usaha pribadi.
Menurut Robert K. Merton (1965) ciri dasar struktur sosial ialah bahwa status tidak hanya melibatkan satu peran terkait tetapi sejumlah peran yang dinamakannya perangkat peran (role-set). Perangkat peran adalah pelengkap hubungan peran yang dimiliki seseorang karena menduduki suatu status sosial tertentu.
Misalnya, status sebagai mahasiswa fakultas kedokteran, tidak hanya melibatkan peran mahasiswa terkait dengan dosen, tetapi juga sekumpulan peran yang mengkaitkan statusnya sebagai mahasiswa kedokteran dengan mahasiswa lain, juru rawat, dokter, dan sebagainya.
Perangkat peran ini berbeda dengan peran majemuk (multiple roles) yang mengacu pada perangkat peran yang terkait dengan berbagai status yang dipunyai seseorang, misalnya status seorang sebagai guru, istri, ibu, penganut agama X, anggota partai Y. Merton menyebutnya sebagai perangkat status (status set).

4.3. Institusi Sosial
Institusi sosial (Durkheim) atau lembaga kemasyarakatan (Selo Soemardjan), atau pranata sosial (Koentjaraningrat, Mely G. Tan, Hasja W. Bachtiar). Ada berbagai definisi tentang institusi sosial, misalnya struktur status dan peran yang diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan dasar anggota masyarakat (Kornblum, 1988), seperangkat norma yang terinstitusionalisasi, yakni telah diterima sejumlah besar anggota sistem sosial, ditanggapi secara sungguh-sungguh (internalized), dan diwajibkan, dan terhadap pelanggar dikenakan sanksi (Harry M. Johnson).
Sedangkan Peter L. Berger (1978) mendefinisikan institusi sebagai a distinctive complex of social actions. Berger mengacu kepada konsep Arnold Gehlen tentang institusi sebagai regulatory agency yang menyalurkan tindakan manusia laksana naluri yang mengatur tindakan hewan. Contoh, dorongan untuk menikah. Pada banyak masyarakat dorongan untuk menikah nampak serupa suatu yang bersifat naluriah tapi sebetulnya dorongan yang ditanamkan pada diri seseorang oleh masyarakat melalui institusi seperti keluarga, pendidikan, agama, media massa, dan iklan.
Ada berbagai institusi sosial, seperti institusi keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, dan politik. Studi sosiologis terhadap institusi-institusi menghasilkan berbagai cabang khusus sosiologi seperti sosiologi keluarga, sosiologi pendidikan, sosiologi agama, sosiologi ekonomi, dan sosiologi politik.

4.4. Masyarakat (society)
Masyarakat dipelajari dalam sosiologi makro. Apa itu masyarakat (society)?  Agar sebuah kelompok disebut masyarakat, ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu (1) kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu; (2) rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi; (3) kesetiaan kepada suatu “sistem tindakan utama bersama”; (4) adanya sistem tindakan utama yang bersifat “swasembadha” (Marion Levy).
Menurut Inkeles, suatu kelompok dinamakan masyarakat bila kelompok itu memenuhi keempat syarat tersebut. Atau bila kelompok itu dapat bertahan stabil untuk beberapa generasi walaupun samasekali tidak ada orang atau kelompok lain di luar kelompok tersebut.
Menurut Talcott Parsons (1968) masyarakat adalah sistem sosial yang self-subsistent, swasembada), melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis dan melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya.
Edward Shills menekankan aspek pemenuhan kebutuhan sendiri (self-sufficiency) yang terdiri atas pengaturan diri, reproduksi sendiri, dan penciptaan sendiri (self-regulation, self-reproduction, self-generation). Kesimpulan, dalam sosiologi tidak semua kelompok disebut masyarakat.

4.5. Pengendalian Sosial
Berturut-turut akan dibahas tentang pengertian pengendalian sosial dan cara/mekanisme pengendalian sosial tersebut.

4.5.1. Pengertian
Fakta sosial (Durkheim) adalah suatu yang bersifat memaksa bagi individu. Sifat memaksa ini dapat dilihat dengan jelas dari sanksi atas perlawanan terhadap setiap usaha individu untuk melanggar fakta sosial. Fakta sosial berada di luar individu dan memiliki daya paksa untuk mengendalikan individu. Jadi individu harus menaati sejumlah aturan yang terdapat dalam masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat menjalankan pengendalian sosial (social control) terhadap individu.
Apa itu kontrol sosial? Lagi-lagi ada banyak pendapat. Kontrol sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang membangkang (Berger, 1978); proses-proses, direncanakan atau tidak direncanakan, dengannya individu-individu diajar, diyakinkan, atau dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan dari kelompok (Roucek, 1965). Jadi definisi Roucek lebih luas dari Berger karena tidak hanya terbatas pada tindakan terhadap mereka yang membangkang tetapi mencakup pula proses yang dapat diklasifikasikan sebagai proses sosialisasi.

4.5.2. Cara Pengendalian Sosial
Berger menyebut jenis kontrol sosial tertua ialah paksaan fisik. Menurut dia, kekerasan fisik dapat digunakan bilamana cara paksaan lain gagal. Kekerasan fisik dapat bersifat resmi ataupun spontan. Resmi/sah, misalnya penembakan terhadap para demonstran yang tidak mematuhi aturan demonstrasi yang sesuai undang-undang. Bisa juga karena spontanitas, misalnya pencopet langsung dihajar massa.
Cara atau mekanisme lain untuk menjalankan kontrol sosial dilakukan misalnya untuk ruang lingkup terbatas, misalnya dalam kelompok profesi, lingkungan pergaulan, dan lingkungan keluarga, seperti membujuk, memperolok-olok, menggosipkan, mempermalukan, dan mengucilkan.
Roucek menyebut mekanisme kontrol sosial lain seperti gossip, olok-olok, pengucilan, menyakiti. Jenis lainnya ialah ideologi, bahasa, seni,  rekreasi, organisasi rahasia, cara tanpa kekerasan, kekerasan dan teror, pengendalian ekonomi, perencanaan ekonomi dan sosial. Dia menyebutkan beragam klasifikasi kontrol sosial seperti melalui institusi atau tidak; secara lisan atau simbolik; melalui kekerasan; melalui hukuman atau imbalan; formal atau tidak formal.
Jadi terdapat bermacam-macam mekanisme kontrol atau pengendalian sosial. Menurut Berger setiap individu berada di pusat seperangkat lingkaran konsentris yang mewakili sistem kontrol sosial tertentu. Kadang-kadang kontrol sosial itu terjadi secara akumulatif oleh berbagai lingkup lingkaran sosial dimana individu itu menjadi anggotanya.


No comments:

Post a Comment

Silahkan baca dan share