Home About
JIKA ADA YANG DITANYAKAN ATAU DATA YANG KALIAN BUTUHKAN, SILAHKAN BERKOMENTAR PADA MATERI TERSEBUT...TERIMAKASIH

Wednesday, 11 December 2019

David Emile Durkheim


  1. Riwayat Hidup Singkat
Emile Durkheim, dilahirkan 15 April di Epinal tahun 1858, anak dari seorang Rabbi.  Daerah tersebut lebih dikenal dengan kota kecil Lorraine, mereka adalah keluarga besar Yahudi Perancis. Pada awal perkembangannya, dalam studinya Ia mula-mula belajar teologi, karena Ia berkeinginan menjadi seorang pendeta Yahudi (rabbi), karena pengaruh seorang guru wanita Katolik, Ia cenderung kearah bentuk mistik Katolisme, tetapi akhirnya Ia menjadi penganut agnotisisme. Pada umur 18 tahun, Ia pergi ke Paris guna mempersiapkan diri untuk masuk Ecole Normale Supereriure. Tahun 1878, Ia mengikuti ujian bersama dengan Bergson, tetapi Ia ditolak, setelah setahun kemudian Ia lulus dan belajar selama 4 tahun di lembaga tersebut, tapi Ia tidak merasa bahagia di tempat itu, karena beberapa pengajar yang menurutnya dibawah standar dan bergaya literer dan kurang eksakta, tiga tahun kemudian ia lulus pada urutan ke-2 dari belakang.
Pada tahun 1882 setelah lulus, Ia menjadi guru sekolah menengah, kemudian Ia belajar filsafat di Jerman walaupun tidak jelas kapan Ia mulai, dan di mana, namun Ia tertarik pada karya-karya ahli-ahli filsafat seperti Auguste Comte, F. de Coulenges, C.H. Smint Simon, Ia juga belajar karya-karya psikologi Wundt dan Herbert Spencer, dalam tahun 1887, Ia menjadi Dosen ilmu sosiologi di Universitas Bordeaux dan mencapai gelar Professor dalam ilmu sosial dan pedagogi. Dan pada tahun 1889, Ia bersama beberapa muridnya membina kelompok studi dan menerbitkan majalah I’Annee Sociologique dan pimpinannya beliau sendiri, sampai pada tahun 1902, Ia berangkat ke Paris untuk mengganti gelar guru besar dalam ilmu pedagogi di Sarbonne dan diangkat sebagai guru besar di perguruan tinggi I’Ecole Normale Superieure.
Kelompok studi yang dibimbingnya tetap aktif dan sampai tahun 1912, Ia menulis karya-karya penting yang menyangkut unsur-unsur elementer dari kehidupan ke-agamaan, yang banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran para sarjana sosiologi dan sarjana antropologi pada masa itu.
Pada tahun berikutnya (1913), untuk pertama kalinya ke Eropa dan dalam surat tugas mengajarnya disertai dengan kata sosiologi untuk memberikan keterangan bahwa beliau adalah guru besar yang menangani mata kuliah sosiologi di Universitas di Eropa, sampai pecahnya perang dunia ke-1. Ia menghentikan aktivitas kelompok studinya, dikarenakan banyak anggota kelompok studi tersebut dipanggil masuk dinas militer (tentara), dan banyak di antara mereka gugur di medan perang, termasuk anak Durkheim yang bernama Andre Durkheim, akibat peristiwa kematian putranya, Durkheim sangat shock mendengar kabar tersebut dan sangat mempengaruhi kesehatannya, kepedihan hatinya tidak dapat Ia atasi, sehingga sampai tahun 1917 Ia meninggal dunia dikarenakan serangan jantung.
Demikian perjalanan hidupnya, beliau dikenal sebagai tokoh sosiologi Perancis yang ke-2 setelah Auguste Comte.

  1. Karya-karya
Semasa hidupnya Durkheim menulis dan menghasilkan banyak karya, lima terpenting di antaranya:
  1. The Division of Labor in Society (1893). Tentang Pembagian Kerja Sosial.
  2. The Rulles of Sociological Method (1895). Tentang Aturan – aturan dalam sosiologi
  3. Suicide: A Study in Sociology (1887). Tentang Bunuh Diri
  4. Moral education: A Study in The Ory and Application of The Sociology of Education (1961). Tentang Pendidikan Moral
  5. The Determination of Moral Facts (1906) Tentang Penetapan Fakta Moral

  1. Pemikiran / Ajaran
Moral secara etimologi diartikan sebagai: a) Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, b) Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistimatika dalam etika. Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
Emile Durkheim mengatakan moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingkah laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat kita uraikan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
Durkheim memberi pembahasan secara rinci mengenai moralitas, menurutnya moralitas terdiri dari beberapa elemen, di antaranya:
  1. Aturan
Moralitas pada dasarnya merupakan suatu sistem aturan untuk membimbing dan mengarahkan tindakan seseorang dalam masyarakat. Namun banyak orang yang melakukan tindakan yang tidak bermoral karena mereka tidak memiliki dua elemen tambahan seperti di bawah ini:
  • Otoritas: adalah pengaruh yang memaksa kepada kita semua, kekuatan moral yang kita akui sebagai sesuatu yang mengatasi tindakan kita. Untuk melakukan hal yang demikian, perlu dipahami bahwa semakin banyak campur tangan unsur-unsur lain, maka semakin sedikit sifat moralitasnya. Otoritas sangatlah penting dalam hal ini, karena kekuatan yang ada di dalamnya menjadi kekuatan yang asli mencegah keinginan dan hasrat kita, kekuatan tersebut jelas sebagai suatu material, meskipun tidak mempengaruhi tubuh secara langsung tetapi dapat menggerakkan jiwa.
  • Keinginan: pada aturan-aturan moral juga menentukan "apa yang diinginkan" dan berakhir pada arah di mana seseorang itu mengarahkan energi mereka. Dan lebih kepada aturan kenyamanan seseorang, mereka membawa konsepsi yang baik dan diinginkan, dan marupakan sebuah keharusan.
  1. Alat pelengkap kelompok sosial
Aturan – aturan moral merupakan alat pelengkap kelompok sosial. Aturan moral sendiri merupakan sebuah produk di dalam kelompok masyarakat, dan ketika mereka muncul mereka akan mengikat orang itu untuk masuk ke dalam kelompok tersebut sehingga membuat mereka merasa jadi bagian dari kelompok tersebut.
Pada persoalan moralitas dapat dipecahkan dengan cara melihat tiga hal sebagai unsur moralitas, sebagai berikut:
  • Unsur pertama moralitas: Semangat Disiplin.
Durkheim menjelaskan bahwa ada dua konsekuensi logis, yaitu:
Pertama, karena moralitas menetapkan dan mengatur prilaku, maka moralitas mengandaikan sikap batin tertentu dalam diri seseorang untuk hidup secara teratur, atau sikap yang lebih menyukai keteraturan.
Kedua, karena kaidah moral bukan hanya sekedar nama lain untuk kebiasaan pribadi, karena kaidah moral menentukan tingka laku secara imperatif dari sumber-sumber luar diri kita agar bisa memenuhi kewajiban dan agar bisa bertindak secara moral, kita harus menghormati otoritas “sui generis” yang memberikan informasi tentang moralitas
  • Unsur kedua moralitas: Ikatan pada Kelompok Sosial
Pada dasarnya unsur ke-2 ini, merupakan proposisi dasar sebagai manipestasi dari fakta empiris yang dapat diverifikasi, fakta menunjukkan bahwa tindakan moral bukanlah dihadapkan pada kepentingan pribadi, melainkan dikatakan tindakan moral, jika prilaku tersebut dihadapkan pada kesatuan sosial atau berhubungan dengan kepentingan publik (orang banyak). Untuk itu, unsur ini perlu diklasifikasi dalam tiga hal, yakni: Disiplin dalam hubungannya dengan keterikatan sosial, masyarakat pada prilaku moral dan masyarakat dengan otoritas moral, ketiga hal di atas, menjadi konsep komparatif intelektual bagi pemikiran Durkheim.
  • Unsur Ketiga Moralitas: Otonomi
Konsepsi moral yang banyak diyakini oleh para kaum agamaisme, menganggap bahwa tujuan dari moralitas adalah Tuhan sebagai sesuatu yang mengusai kita sebagai mahluk Adikodrati, hal ini Durkheim memahami konsepsi tersebut, tetapi hanya dalam alur pemikirannya saja, namun Durkheim mengganti Tuhan dengan suatu istilah masyarakat atau dengan kata lain, masyarakat sebagai suatu kekuatan realitas dalam persoalan kehidupan individu dengan hubungannya dengan lingkungan yang mengelilinginya. Hubungan antara kehendak manusia dengan hukum adalah hubungan ketergantungan, sekaligus menolak kehendak sepenuhnya akan bersifat moral jika tidak otonomi. Jadi rasionalitas (nalar murni) hanya tergantung pada dirinya sendiri (otonomi), sebagai produk kehendak yang dituntut oleh nalar sedangkan heteronomi merupakan produk perasaan.
  1. Sukarela
Moralitas bukanlah karya pribadi, tetapi sesuatu yang kita inginkan bersama, yang olehnya kita memiliki kesadaran yang memberi otonomi pada tingka laku. Ketiga unsur moralitas di atas, merupakan ciri khas moralitas sekuler yang semuanya dianggap sebagai Human science berdasarkan ilmu pengetahuan yang mengarah pada sesuatu yang dapat diverifikasi. Kita telah melihat akan disiplin sebagai aspek moralitas dan moralitas kebaikan karena ia memberikan tujuan yang baik, serta juga moralitas rasional sebagai unsur “sui generis demikian juga pentingnya mengikatkan diri pada kelompok sosial sebagai suatu kodrat alam, yang bila kita melanggarnya (mengasingka diri) darinya sama halnya dengan memperkosa kodratnya sendiri, serta dari kesemuanya lahirlah suatu kesepakatan kesadaran sosial akan suatu aturan yang merupakan tuntutan kita juga di dalamnya, sehingga tidak hanya tanpak paksaan dalam perintah tersebut, melainkan dalam kewajiban itu kita mengetahui alasan-alasan kebaikan yang dikandungnya, sehingga kita mengikuti dengan suka rela.

Durkheim kemudian melanjutkan argumen pertamanya yang dibuat oleh Rousseau (lihat Bab 15): moralitas harus dilihat sebagai alam yang membatasi dengan cara yang sama, bahwa dunia merupakan pilihan individu untuk melakukan suatu tindakannya. Jadi dengan moralitas, manusia tidak bisa bebas dari kendala apapun. Dalam situasi seperti ini, satu-satunya jalan adalah dengan menggunakan ilmu moralitas, sama seperti kita menggunakan ilmu fisika dan biologi untuk memahami bagaimana moralitas bekerja. Jadi, Durkheim tidak pernah meninggalkan gagasan awalnya, yaitu memberikan ekspresi foeceful di Divisi tenaga kerja, bahwa sosiologi merupakan "fakta moral" tapi konsepsi Durkheim tentang moralitas telah menjadi jauh lebih halus, serta dapat dilihat dalam beberapa pengertian. 
Moralitas merupakan jenis peraturan yang dapat dilihat dari aspek (a) aspek morfologi dari masyarakat dan (b) nonmoral, atau jenis aturan normatif. 
Moralitas merupakan sebuah sistem aturan yang mencerminkan nilai tertentu yang mendasari yang sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat. 
Moralitas tidak hanya membatasi secara eksternal, melainkan juga internal, merupakan panggilan kepada orang - orang untuk taat dalam lingkungan. Untuk sementara moralitas "ada dalam diri kita, karena hanya dapat keluar oleh dan melalui kita". 

Pada akhir karir Durkheim, dengan moralitas yang terlibat dalam studi pemisahan yang jelas antara jenis norma dan aturan: mereka menempatkan nilai dan orang-orang yang menyederhanakan aturan dengan cara interaksi. Selain itu, pemahaman jenis aturan hanya bisa datang dengan memvisualisasikan hubungan mereka untuk aspek morpologi masyarakat - sifat, ukuran, jumlah, dan hubungan untuk proses di mana internalisasi simbol itu terjadi. Durkheim telah mulai mengembangkan konsepsi yang jelas tentang hubungan yang kompleks antara sistem normatif, struktur sosial, dan proses kepribadian individu. Pekerjaan yang belum diselesaikan pada moralitas. Apa yang akan dikatakan Durkheim dalam karya terakhirnya? Durkheim bekerja pada pendidikan moral bila dilihat dalam konteks buku yang diterbitkan, mungkin dapat memberikan beberapa petunjuk tentang arah pemikirannya. Untuk pendidikan moral menawarkan pemandangan bagaimana sebuah moralitas sekuler baru dapat ditanamkan. Untuk moralitas, bersifat efektif, sumber moralitas semua harus diakui oleh masyarakat. Ini berarti bahwa aturan-aturan moral harus dikaitkan dengan tujuan dari masyarakat itu sendiri. Tapi mereka harus berlaku spesifik kepada individu melalui partisipasi mereka dalam kelompok berkerja. Dan komitmen terhadap moralitas umum harus dipelajari di sekolah di mana guru memberikan siswa pemahaman, ditambah dengan rasa hormat, sifat masyarakat harus memiliki moralitas yang dapat mengatur gairah dan memberikan arahan atau tempat untuk pengelompokan dalam mengejar tujuan-tujuan sosial. Sosialisasi pendidikan tersebut harus menjamin bahwa moralitas umum adalah bagian dari kebutuhan masyarakat ("akan" dalam bahasa Durkheim), orientasi kognitif mereka ("kategori pikiran") dan kontrol diri mereka procceses ("penguasaan diri"). Sebuah masyarakat modern yang tidak dapat memenuhi kondisi umum, Durkheim berpendapat dalam tertulisnya, masyarakat modern adalah masyarakat yang akan penuh dengan patologi sekitar (a) kegagalan untuk membatasi nafsu individu, keinginan, dan aspirasi (b) kegagalan untuk menempatkan individu dalam kelompok dengan tujuan yang lebih tinggi dan sasaranbersama.



Sumber:
  1. Turner, Jonathan / Beeghley, Leonard. 1981. The Emergence of Social Theory. Illions: The Dorsey Press
  2. Skripsi PAI. ”Konsep Moralitas Emile Durkheim.” http://www.artikelbagus.com/2012/01/konsep-moralitas-sosial-emile-durkheim.html (diakses Januari 2012).





No comments:

Post a Comment

Silahkan baca dan share